Dua Hati Biru: Sebuah Sekuel yang Lebih Dewasa dan Mendidik (Cocok Ditonton Pasangan yang Ingin Menikah)

Identitas Film Judul : Dua Hati Biru Sutradara : Dinna Jasanti, Gina S. Noer Produser : Chand Parwez Servia, Gina S. Noer, Riza, Sigit Pratama Tanggal rilis : 17 April 2024 Rumah produksi : Starvision, Wahana Kreator Penulis naskah : Gina S. Noer Durasi tayang : 1 jam 46 menit Pemeran : Angga Yunanda, Aisha Nurra Datau, Farrell Rafisqy, Cut Mini Theo, Arswendy Bening Swara, Lulu Tobing, Keanu AGL, Maisha Kanna Genre : Drama keluarga, romantis   Sinopsis Setelah empat tahun berkuliah dan bekerja di Korea, Dara (Aisha Nurra Datau) kembali ke Indonesia demi bisa tinggal bersama suaminya, Bima (Angga Yunanda), dan putranya yang masih kecil, Adam (Farrell Rafisqy). Namun, kedatang

The Hollow Boy: Sebuah Cerita Misteri Supranatural yang Mendebarkan dengan Dinamika Antartokoh yang Hangat dan Sengit

Identitas Buku

Judul

:

Lockwood & Co. #3: The Hollow Boy (Pemuda Berongga)

Penulis

:

Jonathan Stroud

Penerjemah

:

Poppy D. Chusfani

Penerbit

:

PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit

:

2016 (versi orisinal bahasa Inggrisnya terbit pada 2015)

Cetakan

:

I

Tebal

:

440 halaman

Harga

:

Rp82.500

ISBN

:

9786020328034

Genre

:

Horor supranatural, detektif okultisme, drama prosedural, action, petualangan, young adult

 

Tentang Penulis

Jonathan Anthony Stroud lahir di Bedford, Inggris pada pada 27 Oktober 1970, dan tumbuh besar di St. Albans. Sejak kecil, Jonathan Stroud senang membaca, menggambar, dan menulis cerita. Di usia 7–9 tahun dia sering sakit sehingga dia banyak menghabiskan waktu di rumah sakit atau di tempat tidurnya. Untuk menghilangkan kebosanan, dia menenggelamkan diri dalam buku-buku dan cerita-cerita.

Setelah lulus kuliah sastra Inggris di Unviesitas York, Jonathan Stroud bekerja sebagai editor di toko buku The Walker. Kemudian, dia mulai menulis karyanya sendiri dan menerbitkannya, dan langsung menjadi populer. Di awal karier menulisnya, Jonathan Stroud banyak menulis cerita anak-anak. Kemudian, dia pun mulai proyek buku trilogi Bartimeus-nya, yang menjadi karyanya yang paling laris.

Pada tahun 2012, Jonathan Stroud mengumumkan proyek teraburnya, yaitu serial Lockwood & Co. Buku pertama dalam serial tersebut, The Screaming Staircase langsung mendapatkan pujian dari pembaca. Bahkan, Rick Riordan, penulis serial Percy Jackson & the Olympians, menyebutnya jenius. Kini, Jonathan Stroud tinggal di St. Albans bersama istri dan kedua anaknya. Karya terbarunya adalah serial novel Scarlett and Browne yang saat ini sudah terdiri atas dua buku.

 

Sinopsis

Sejak kesuksesan mereka dalam kasus Kaca-Tulang yang hilang, Lockwood & co. menjadi ramai job. Klien mengalir berdatangan ingin menyewa jasa mereka. Popularitas mereka pun makin meningkat. Bahkan, pada beberapa kasus, mereka harus bekerja secara terpisah saking banyaknya permintaan.

Biarpun mereka kelelahan dan rumah mereka di Portland Row makin tak terurus, bagi Lucy semua baik-baik saja. Apalagi, kini Lockwood sudah lebih terbuka terkait masa lalunya setelah dia mengajak dirinya dan George ke kamar terlarang di rumah mereka tersebut. Bagi Lucy, di sinilah rumahnya—bersama Lockwood yang memesona dan George.

Akan tetapi, kehidupan tidak selalu semulus yang diinginkan. Lucy harus menghadapi si Tengkorak yang terus-menerus meracau tidak sopan; meskipun sesekali dia memberikan informasi bermanfaat. Kemudian, ada juga Wabah Chelsea yang tiap hari terus memburuk yang sampai harus memaksa masyarakat mengungsi akibat peningkatan drastis aktivitas para Pengunjung.[1] Mereka juga harus berhadapan dengan hantu jejak kaki berdarah di rumah salah satu klien mereka.

Namun, yang paling buruk dari itu semua adalah Lockwood dan George merekrut anggota baru—seorang perempuan! Namanya Holly Munro dan dia lebih cantik dan anggun serta rapih daripada Lucy. Entah mengapa, Lucy tidak menyukainya. Mengapa ketika semua terasa baik-baik saja dengan mereka bertiga, harus ada orang baru yang menyebalkan sekali? Bagaimanakah nasib agensi Lockwood & co. ke depannya?

 

Kelebihan

The Hollow Boy adalah buku ketiga dari serial detektif okultisme Lockwood & co. Mulai dari buku inilah yang belum diadaptasi ke serial TV di Netflix. Sayang sekali Netflix membatalkan serialnya, padahal isi cerita The Hollow Boy sangatlah seru dan akan sangat keren jika dapat diadaptasi menjadi serial TV.

Agak berbeda dari dua buku sebelumnya, pembukaan buku ini terasa hangat dan menyeramkan sekaligus. (Spoiler alert) buku ini dibuka dengan sebuah misi penyelidikan hantu di sebuah losmen. Ketika itu, mereka harus menghadapi hantu pengalih rupa yang kuat sekali. Di satu sisi, ada kesan creepy dari losmennya, pemiliknya, dan terutama hantunya; di sisi lain, kelakuan Lucy, Lockwood, dan George malah terasa lucu. Koordinasi mereka berantakan, tapi mereka saling mengisi. Biarpun mereka kerap berdebat, ada kehangatan dari persahabatan mereka. Maka dari itu, aku bilang pembukaan buku ini terasa berbeda.

Kemudian, cerita dilanjutkan dengan pengungkapan tentang masa lalu Lockwood dan rahasia kamar terlarang di Portland Row No. 35. Aku kaget sekali membaca cerita Lockwood tentang kakaknya. Itu pasti pengalaman yang traumatis sekali baginya. Segala isi kamar tersebut adalah jangkar yang menahan Lockwood di masa lalu, sekaligus yang membuatnya bergerak maju. Aku turut berduka baginya, dan ingin rasanya aku memberikan support langsung untuknya—padahal dia cuma tokoh fiksi, hahaha.

Selain kasus di losmen tadi, kru Lockwood & co. juga menangani beberapa kasus lain dalam buku ini. Kasus-kasusnya terasa lebih menyeramkan dan berhasil membuatku merinding, apalagi ketika aku membacanya pada malam hari. Salah satu kasusnya adalah kasus Jejak Kaki Berdarah, yang mengingatkanku pada kasus Undakan Menjerit di buku pertama (baca reviunya di sini). Undakan Menjerit mungkin lebih membahayakan, tetapi kisah di balik Jejak Kaki Berdarah juga tidak kalah mengerikan—bahkan ada twist yang mengejutkan di akhirnya!

Berikutnya, ada lagi kasus Wabah Chelsea. Menurutku, kasus satu ini menarik karena menjadi metafora yang menggambarkan keadaan ketika terjadi suatu outbreak atau wabah. Yang terjadi pada kasus Wabah Chelsea mencerminkan keadaan ketika wabah menyebar di suatu wilayah. Ketika pemerintah tidak dapat segera menemukan akar masalah serta lambat bertindak, masyarakat akan menjadi chaos—sepeti itulah yang terjadi di Wabah Chelsea. Menariknya, respons pihak otoritas pun juga tertebak: memperbaiki citra dengan berbadai usaha kampanye—usaha semacam itu biasa digunakan politisi dan orang-orang elit demi menyelamatkan nama baik mereka, padahal tak menyelesaikan apa-apa.

Kelebihan lainnya dari buku ini adalah penokahannya yang terasa lebih memikat. Buku ini dibuka dengan aksi ketiga kru Lockwood & co. yang kocak, mempertegas hubungan mereka yang sudah seperti keluarga. Oleh karena itu, menurutku Jonathan Stroud cerdas sekali dengan memunculkan anggota baru dalam cerita. “Apa yang akan terjadi jika ada anggota baru dalam tim?”—itulah idenya. Pembaca sejak buku pertama pasti tahu betapa sulitnya sampai Lucy, Lockwood, dan George dapat menjadi kompak seperti saat ini, mengingat dulu mereka selalu bercekcok mengenai segala hal.

Kemudian, muncul Holly Munro yang merusak keseimbangan yang telah ada. Ditambah lagi, Holly lumayan bertolak belakang dengan Lucy karena Holly lebih efisien, rapih, dan elegan. Hal itu diperparah dengan perlakuan Lockwood dan George yang akrab sekali terhadap Holly walaupun dia anggota baru; berbeda dengan dulu ketika Lucy baru bergabung. Melihat permusuhan antara Lucy dan Holly menjadi hal yang menarik, terutama ketika babak akhir cerita. Rupanya Holly memiliki masa lalu yang berat yang tak disangka Lucy. Seketika itu juga, kesanku terhadap Holly berubah. Dia menjadi karakter yang lebih menarik lagi untuk dikembangkan.

Selain Holly, ada tokoh lain yang mencuri perhatian, yaitu si Tengkorak. Pada buku kedua, The Whispering Skull (baca reviunya di sini), si Tengkorak terkesan jahat dan licik, tetapi pada buku ini karakternya berubah. Meskipun masih mengucapkan hal-hal tak sopan dan lucu dengan komentar sinisnya, Tengkorak juga menjadi partner yang berguna bagi Lucy. Dia membantu penyelidikan kasus-kasus yang ada pada buku ini. Dia adalah scene-stealer.

Terakhir, aku sangat menyukai babak puncak dari buku ini. Babak puncak pada dua buku sebelumnya tidak ada apa-apanya dibandingkan yang satu ini. Kekacauan yang terjadi sangatlah mengerikan dan mendebarkan. Dinamika antartokohnya juga seru untuk diikuti. Biasanya, ketika di situasi lalu para tokohnya malah bersikap dramatis, aku akan sebal karena mereka missing what matters; tetapi berbeda dengan buku ini—cekcok antara Lucy dan Holly justru tidak terasa bukan pada tempatnya. Malah, itulah yang kutunggu-tunggu, momen ketika keduanya bisa bicara jujur tentang pikiran mereka. Kemudian, ketika mereka diserang hantu dan kekacauan terjadi, cerita menjadi makin sulit untuk tidak dibaca sampai habis.

 

Kelemahan

Sampul The Hollow Boy
versi Amerika

Hal utama yang kurasa kurang dari buku ini adalah main plot. Maksudnya, pada dua buku sebelumnya ada satu masalah utama yang menjadi inti cerita dan masalah utama inilah yang sejak awal menjadi perhatian para tokoh utama, meskipun sepanjang jalan cerita ada juga kasus-kasus lain. Akan tetapi, menurutku pada buku ini tidak ada yang seperti itu. Atau setidaknya, masalah utamaya tak berkaitan dengan kasus supranatural, melainkan dinamika antartokohnya yang bergejolak akibat kemunculan Holly.

Sayangnya, masalah utama tersebut baru terlihat setelah memasuki babak ketiga pada cerita. Sebelum itu, cerita fokus untuk menggambarkan keadaan Lockwood & co. usai Lockwood terbuka tentang mendiang kakaknya. Itu sudah menghabiskan ratusan halaman, dan baru kemudian kita masuk ke masalah utama. Itu tidak sesuai saja dengan seleraku, tetapi mungkin beberapa pembaca lain tidak terlalu mempermasalahkannya.

Selain itu, aku berulang kali sebal dengan sikap Lucy yang tidak suka pada Holly. Walaupun pada akhirnya permusuhan dingin mereka memuncak dengan bagus, aku capek sekali melihat sikap Lucy yang membenci Holly tanpa sebab yang jelas. Dia merasa Holly meremehkannya, padahal dirinyalah yang meremehkan Holly. Jonathan Stroud tidak memberitahukan mengapa Lucy tidak menyukai Holly dan sejauh yang kutahu sepertinya Lucy membenci Holly karena asumsinya sendiri. Not cool, Lucy.

Dan terakhir, judul buku ini adalah The Hollow Boy yang berarti Pemuda Berongga, tetapi sosok Pemuda Berongganya hanya muncul di akhir dan itupun sebentar sekali. Sejak halaman pertama kubaca, aku sudah penasaran siapakah sosok Pemuda Berongga ini—dan (spoiler alert) aku sempat mengira ia berkaitan dengan kasus Jejak Kaki Berdarah tapi ternyata tidak. Saat akhirnya si Pemuda Berongga muncul, aku merasa pertanyaanku terjawab, tetapi setelahya sudah tidak ada apa-apa lagi.

 

Kesimpulan

The Hollow Boy merupakan buku yang melampaui dua pendahulunya. Buku ini memiliki jalan cerita yang lebih kompleks, tetapi tetap dapat diceritakan dengan baik—pujian untuk Jonathan Stroud! Kasus-kasus pada buku ini juga terasa lebih menyeramkan, yang suasananya akan lebih terasa jika dibaca di malam hari sambil minum teh hangat. Si Tengkorak menjadi pencuri perhatian di sini dengan kecerewatannya dan sinismenya. Kemudia, ada Holly Munro yang elegan dan efisien yang membuat Lucy tidak nyaman. Permusuhan keduanya memang menyebalkan, terutama karena Lucy memusuhi Holly lebih dulu tanpa alasan yang jelas, tetapi lalu itu berkembang menjadi perdebatan yang menguras emosi.

Selain itu, aku suka dengan insight yang diperlihatkan Jonathan Stroud mengenai wabah dan bagaimana Jonathan Stroud menutup cerita ini dengan pertarungan melawan hantu yang spektakuler dan mendebarkan. Kombinasi antara jalan cerita yang pelik dan dinamika antartokoh yang memikat menjadi alasan kalian untuk membaca buku ini. Skor yang kuberikan untuk buku satu ini adalah 8,7/10—aku sengaja tidak memberikan skor sampai 9 karena aku punya ekspektasi lebih terhadap dua buku terakhirnya.


Sebelumnya (The Whispering Skull)

Selanjutnya (The Creeping Shadow)

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 


[1] Sesosok hantu. 

Komentar