Identitas Film Judul : 13 Bom di Jakarta Sutradara : Angga Dwimas Sangsoko Produser : Taufan Adryan Tanggal rilis : 2 Desember 2023 (JAFF), 28 Desember 2023 (Indonesia) Rumah produksi : Visinema Pictures, Indodax, Legacy Pictures, Volix Pictures, Folkative, INFIA, Barunson E&A Penulis naskah : Angga Dwimas Sasongko, Mohammad Irfan Ramly Durasi tayang : 2 jam 23 menit Pemeran : Chicco Kurniawan, Ardhito Pramono, Rio Dewanto, Putri Ayudya, Ganindra Bimo, Lutesha, Muhammad Khan, Rukman Rosadi, Niken Anjani, Andri Mashadi Genre : Crime , thriller , action Sinopsis Jakarta diserang kelompok teroris. Siang itu, ada serangan terhadap sebuah truk yang sedang membawa uang tunai, tetapi para pen
Dua Garis Biru: Film Luar Biasa sebagai Kritik untuk para Orang Tua
Bima dan Dara adalah remaja biasa yang saling menyukai dan senang
bersama. Namun, kedekatan mereka berujung pada sebuah kesalahan karena mereka
nekat melakukan seks di luar nikah. Belum cukup sial, Dara pun hamil dari hubungan
mereka itu. Tentu kehamilan Dara akan membawa masalah besar bagi Bima dan Dara.
Masa depan mereka dipertaruhkan, nama baik keluarga mereka akan tercoreng, dan
nasib bayi dalam kandungan Dara tidak jelas. Kenekatan kecil mereka berujung
menjadi petaka bagi keluarga mereka. Tetapi, di balik semua masalah, kelahiran
suatu kehidupan selalu merupakan berkah.
Kelebihan
Film Dua Garis Biru betul-betul film yang sangat
bagus. To be honest, belum perah aku menemukan film drama remaja
Indonesia yang seperti ini. Mulai dari ide cerita, detil, pengambilan gambar,
sampai dialog, semuanya pas dan tidak asal, semuanya memberikan pesan-pesan
tersurat dan tersirat untuk kita para penonton. Kita dibuat terbawa dengan alur
cerita dan konflik yang dialami para karakter karena konfliknya sangat relate
bagi remaja dan orang tua.
Kedua, film ini membawa konflik yang menurut aku sangat
berani, yaitu sex education. Sex education adalah permasalahan
yang sangat penting bagi remaja dan orang tua, tetapi topik tersebut selalu
menjadi tabu dalam pembicaraan. Pandangan orang-orang adalah membicarakan sex
education sama saja dengan membicarakan porno. Dan Dua Garis Biru
memperlihatkan akibat dari tabu tersebut, bahwa kurangnya dialog antara orang
tua dan anak mengenai sex education lah yang menjadi faktor risiko
gagalnya orang tua dalam mendidik anak. Di dalam film pun sudah di-state
dengan sangat baik di saat Bima dan ibunya sedang mengobrol sehabis sholat.
Ibunya bilang, “Seharusnya kita sering ngobrol kayak gini.” Itu
merupakan sebuah tamparan bagi orang tua yang jarang punya waktu untuk mengobrol
dengan anaknya.
Ketiga, sudah aku singgung juga sebelumnya, bahwa ide utama
ceritanya selain sex education adalah parenting. Banyak sekali kritik
yang disampaikan film ini untuk orang tua. Yang pertama adalah gagalnya orang
tua ketika anak mereka hamil di luar nikah atau menghamili anak orang. Risiko kegagalan
tersebut, sudah aku katakan, disebabkan oleh kurangnya dialog antara orang tua
dan anak terutama mengenai sex education. Orang tua melulu melarang anak
mereka untuk berpacaran atau apa, tetapi tidak pernah memberi penjelasan. Kemudian,
kritik yang disampaikan melalui dialog Dara dan ibunya mengenai tanggung jawab
orang tua terhadap anaknya sebagai tanggung jawab seumur hidup. Kritik yang sangat
menampol sikap para orang tua yang lalai terhadap tanggung jawab itu benar-benar
tepat sasaran. Orang tua disadarkan bahwa tanggung jawab mereka tetap ada
sekalipun mereka telah gagal mendidik anak mereka. Terakhir, adalah kritik yang
diperlihatkan melalui pertengkaran Dara dengan ayahnya karena Dara selalu meninggikan
suaranya saat berbicara dengan ibunya. Ayahnya Dara mengatakan bahwa dia ingin
Dara menjadi lebih baik dari kedua orang tuanya, tetapi kemudian Dara
mengatakan bahwa orang tuanya tidak pernah memberi contoh tersebut. Mereka meminta
agar Dara menyerahkan bayinya ke orang lain, lalu dari mana perbuatan itu bisa
membuat Dara menjadi orang tua yang lebih baik daripada kedua orang tuanya
sendiri?
Keempat, detil-detil dalam film yang luar biasa. Banyak metafora
di dalam film tersebut yang menjadi hint untuk para penonton. Ada adegan
di mana Dara, Bima dan teman-teman mereka makan seafood lalu Dara
memisahkan kerang-kerang yang masih segar dan yang tidak. Itu merupakan
metafora mengenai perawan dan tidak perawan. Ada pula adegan tentang stroberi
yang mana janin di usia sepuluh bulan itu sebesar stroberi. Kemudian, saat Bima
dan Dara tiba di tempat aborsi, Bima membeli jus stroberi untuk menemani mereka
menunggu. Hal tersebut mengingatkan Dara bahwa kandungannya itu hidup. Selanjutnya
ada detil berupa poster-poster tentang alat reproduksi dan perkembangan janin
di dalam kandungan yang ditempel di dinding ruang UKS sekolah Bima dan Dara.
Poster tersebut terlihat jelas di adegan UKS dan membawa pesan tersirat bahwa sex
education itu sudah ada, tetapi hanya sebatas tempelan saja, tidak sebagai
dialog sehari-hari.
Kelima, berbicara soal adegan UKS, scene tersebut adalah
scene paling luar biasa dalam film ini. Adegan tersebut menampakkan
berbagai emosi, dialog, dan perdebatan, betul-betul membuat jantung berdebar.
Adegan tersebut sangat sulit dideskripsikan karena memang sangat kompleks dan
penuh emosi. Kemudian, ditutup dengan tamparan dari ibunya Bima. Scene tersebut
adalah scene terbaik yang patut diapresiasi.
Kelemahan
Seluarbiasa apapun film ini, bagi aku masih ada
kekurangannya. Salah satunya adalah acting dari Zara yang di beberapa scene kurang
matang. Terutama pada scene melahirkan. Padahal, melahirkan adalah
sesuatu yang mendebarkan karena menyangkut hidup-mati ibu dan bayinya. Namun,
Zara tidak memperlihatkan ekspresi tersebut. Bagi beberapa orang, mungkin
adegan tersebut dapat merusak keseluruhan cerita, meskipun bagi aku scene
tersebut tidak begitu berarti.
Kemudian, adegan di mana Mba Dewi, kakaknya Bima, pertama
kali muncul. Mba Dewi memarahi Bima di situ dan menyinggung Bima bahwa dia bego
karena tidak memakai kondom. Scene tersebut seharusnya menjadi cukup
serius karena membawa pesan mengenai kondom yang adalah kontrasepsi paling
sederhana. Namun, sayangnya scene tersebut malah dibuat jenaka
seakan-akan kondom itu lucu.
Kesimpulan
Film Dua Garis Biru adalah salah satu film lokal yang
patut diapresiasi dengan tepuk tangan meriah. Film ini tidak hanya berani,
tetapi juga memberi kritik terhadap para orang tua yang selama ini merasa tabu
untuk membahas sex education dengan anak mereka. Film ini tidak hanya
memberi pelajaran tentang risiko-risiko seks di luar nikah, tetapi juga
mengenai parenting. Walaupun Dua Garis Biru adalah debutnya
Ginatri S. Noer, Gina berhasil menyajikan film yang sangat bagus. Film ini
sangat cocok ditonton semua orang, terutama remaja dan orang tua, terlepas dari
semua kritik sosial dari masyarakat tentang film ini. Aku memberi skor 8.8/10 untuk
Dua Garis Biru. Jangan sampai ketinggalan filmnya di bioskop!
Supaya makin penasaran, lihat dulu yuk trailer-nya!
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar