Identitas Buku
Judul
|
:
|
The Trials of Apollo #4: The Tyrant’s Tomb
|
Penulis
|
:
|
Rick Riordan
|
Penerbit
|
:
|
Disney Hyperion
|
Tahun terbit
|
:
|
2019
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
480 halaman
|
Harga
|
:
|
Rp252.000,- (paperback), Rp315.000,- (hardcover)
|
ISBN
|
:
|
9781484780664
|
Genre
|
:
|
Fantasi urban, high fantasy,
mitologis, petualangan,
drama komedi, coming of age
|
Tentang Penulis
Rick
Riordan adalah seorang penulis #1 New York Times Best-Selling di Amerika
Serikat. Dia terkenal dengan serial best-seller-nya,
yaitu Percy Jackson and the Olympians
yang bertemakan mitologi Yunani yang digabungkan dengan peradaban modern. Dia
kemudian melanjutkan serial ini dengan melahirkan dua serial baru yaitu The Heroes of Olympus dan The Trials of Apollo.
Di
samping dua serial tersebut, Rick Riordan juga menulis beberapa serial
best-seller lainnya: The Kane Chronicles
yang yang mengombinasikan mitologi Mesir dan peradaban modern serta Magnus Chase and the Gods of Asgard yang
mengombinasikan mitologi Nordik dan peradaban modern. Keunikan dari setiap
novelnya adalah mereka semua terjadi di satu universe, meskipun berdasarkan
pada mitologi yang berbeda-beda.
Karya-karya
hebat Rick Riordan tersebut semuanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa, termasuk di Indonesia. Karya terbarunya adalah The Daughter of the Deep.
Sekarang
ini, Rick Riordan tinggal di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat bersama
istri dan kedua putranya. Jika kalian
ingin mengenalnya lebih dekat, kalian bisa melihatnya di www.rickriordan.com atau follow twitternya di @camphalfblood.
Sinopsis
 |
Lester Papadopoulos a.k.a Apollo |
Apollo,
yang dahulu salah satu Dewa Olympus, sekarang hanyalah manusia biasa dengan
nama Lester Papadopoulos. Bersama majikan demigodnya,
Meg McCaffrey si Putri Demeter, dia harus membebaskan oracle-oracle kuno dari
kuasa tiga kaisar-dewa jahat yang tergabung dalam organisasi bernama
Triumvirate Holdings. Sudah banyak tantangan mereka lewati, termasuk kemenangan
gemilang dan tragedi perih.
Namun,
misi mereka belum selesai. Mereka harus melanjutkan petualangan ke Perkemahan
Jupiter.
Mereka harus menolong teman-teman demigod Romawi mereka di sana untuk bertahan
melawan serangan dari kaisar Triumvirate Holding. Akan tetapi, Perkemahan
Jupiter sedang tidak dalam keadaan terbaiknya. Mereka membutuhkan bantuan Apollo.
Di
sisi lain, para kaisar telah membentuk aliansi dengan sosok raja Romawi yang
sangat buruk—lebih buruk daripada para kaisar, bahkan. Di samping itu, Apollo
harus membebaskan dewa tak bersuara—siapapun dewa itu—dengan bantuan Putri
Bellona demi memulihkan jalur komunikasi para demigod. Dapatkah Apollo berhasil
dan Perkemahan Jupiter bertahan?
Kelebihan
Hal
pertama yang menarik dari buku The
Tyrant’s Tomb adalah (lagi-lagi) perkembangan karakter Apollo. Perkembangan
karakternya bukan lagi soal dia menjadi lebih manusiawi—itu sudah terlihat di
buku-buku sebelumnya. Perkembangan karakter yang terasa ialah bahwa Apollo
sebagai Lester Papadopoulos juga bisa jatuh cinta. Ah, dia menggemaskan sekali,
benar-benar seperti remaja labil.
Kemudian,
perkembangan hubungannya dengan Meg juga jadi lebih menarik. Oh iya, sekadar
informasi ya, Apollo bukan jatuh cinta pada Meg. Dan aku senang karena Rick
Riordan memperjelas itu di buku ini, karena memang aku tidak setuju kalau
hubungan Apollo dan Meg sampai menjadi romantis. Setidaknya, mereka berdua
sudah dapat menunjukkan kepedulian terhadap satu sama lain.
 |
Lavinia Asimov, Putri Terpsichore, Dewi Tarian |
Omong-omong,
ada tokoh baru loh di buku ini, yaitu (spoiler
alert) Lavinia Asimov, Putri Terpsichore sang Dewi Muse Tarian. Karakter
dia unik banget untuk seorang demigod Romawi yang biasanya disiplin. Dia begitu
easy-going dan santai. Di sisi lain,
dia juga bisa serius dan pengertian. Di dalam buku ini, segala sisi karakternya
diperlihatkan dengan baik sehingga menjadikannya tokoh baru yang menarik.
Berikutnya,
kalau di The Burning Maze, adegan pertarungannya
terlalu sedikit dan agak mengecewakan, Rick Riordan telah menebusnya di The Tyrant’s Tomb. Buku ini memang
tentang pertarungan mempertahankan Perkemahan Jupiter, dan suasana gentingnya
pertarungan itu terasa banget. Kemudian, bagian pertarungannya, Pertarungan Teluk
San Francisco, itu epik, keren, dan mendebarkan. Terutama bagian ketika (spoiler alert) Frank dan Apollo
bertarung melawan kedua kaisar jahat.
Hal
lainnya yang menarik dari The Tyrant’s
Tomb adalah kehadiran si Dewa Tak Bersuara. (Spoiler alert) dewa tersebut bukanlah dewa Yunani maupun Romawi,
melainkan dewa dari panteon
Ptolemaik. Itu adalah hal baru bagi serial ini. Sebelumnya, dewa Ptolemaik
pernah muncul di cross-over story berjudul
The Staff of Serapis (2014), tetapi
belum pernah dewa Ptolemaik muncul di serial utama.
Oh iya, (spoiler
alert) ketika Apollo, Meg, dan Reyna hendak menemui sang Dewa Tak Bersuara
itu, ada dialog yang menarik.
Meg snorted, “It can’t be that easy to make a new god.”
“Never underestimate the power of thousands of human minds
all believing the same thing. They can remake reality. Sometimes for better,
sometimes not,” said Apollo.
Dialog
tersebut menarik banget karena secara implisit menjelaskan tentang realitas
fiksi dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia memang sangat dipenuhi fiksi,
seperti negara, uang, dan hukum, termasuk kepercayaan.
 |
Frank Zhang, Putra Dewa Perang Mars dan Keturunan Dewa Laut Poseidon |
Terakhir,
hal yang kusuka dari buku ini ada di bagian akhirnya, yakni perkembangan
karakter Frank dan Reyna. Perkembangan karakternya Frank membuatku merasa
bangga padanya. Dia bukan lagi si kikuk yang insecure. Dia adalah seorang praetor,
seorang pemimpin Legiun Romawi. Aku bangga sekali pada keberaniannya ketika
mengatakan, “If I’m going to burn, I
might as well burn bright. This is for Jason.” Aku bahkan merinding membaca
kalimat itu. Ditambah lagi, pada akhirnya dia dapat menentukan nasibnya
sendiri. Aku senang sekali untuknya.
Kemudian
untuk Reyna Avila Ramírez-Arellano si Putri Bellona, aku sangat bangga karena
pada akhirnya dia juga dapat menentukan nasibnya sendiri. Selama ini, dia
selalu menjadi sad girl, karena semua laki-laki yang disukainya
malah menyukai perempuan lain. Selalu ada tekanan agar dia memiliki laki-laki
sebagai pasangannya. Namun, pada akhirnya dia dapat melepaskan dirinya dari
tekanan itu. Dia sadar bahwa dia tidak benar-benar ingin memiliki pasangan. Dan
bahwa sebagai seorang perempuan, dia akan baik-baik saja tanpa laki-laki
sebagai pendampingnya. Maka, (spoiler
alert) saat dia memutuskan untuk
menjadi Pemburu Artemis,
itu adalah sebuah puncak perkembangan karakternya. Itu sangat membanggakan
bagiku.
Kelemahan
Ini
adalah hal yang aku rasa agak mengganggu dari buku ini: Apollo tidur melulu.
Entah ada berapa banyak adegan Apollo tidur di buku ini. Itu membuat sekuens di
buku ini tidak sepadat buku-buku sebelumnya, terutama The Burning Maze. Kalau kita tengok kembali The Burning Maze, alur ceritanya itu padat sekali dan seperti tak
ada jeda istirahat; tetapi di The
Tyrant’s Tomb masih ada (cukup banyak) bagian-bagian yang terbilang agak
santai, seperti waktu Apollo tidur.
 |
Reyna Ramirez-Arellano, Putri Bellona, Dewi Perang |
Kemudian,
aku kecewa sekali karena ternyata porsi cerita Reyna tidak sebanyak itu.
Padahal, sejak disebutkan dalam ramalan dari Sibyl
Erythraea bahwa Apollo akan membutuhkan bantuan Reyna, aku pikir Reyna akan
memperoleh porsi cerita yang banyak. Akan tetapi, rupanya Reyna hanya banyak
berperan di akhir-akhir cerita. Karena hal itu, aku merasa perkembangan
karakternya di akhir agak terlalu tiba-tiba—tetapi untungnya perkembangan karakternya
itu paid-off.
Selanjutnya,
yang aku rasa agak mengecewakan adalah Sibyl Cumae, yang menjadi oracle utama
di buku ini, tidak terlalu dibahas. Berbeda sekali dengan ketiga buku
sebelumnya yang sangat menekankan peran sang oracle dalam cerita, Oracle Cumae
dalam buku ini seperti terlupakan karena cerita sudah fokus pada Pertarungan
Teluk San Francisco.
Terakhir,
ada beberapa kekeliriuan yang aku temukan dalam menuliskan nama di buku ini.
Misal, Rick Riordan menulis Pranjal sebagai Putra Asclepius, bukannya
Aesculapius yang merupakan wujud Romawinya. Kemudian, dia juga salah menulis Reyna
pernah tinggal di Pulau Calypso, padahal seharusnya Pulau Circe.
Kesimpulan
The Tyrant’s Tomb adalah
buku yang memiliki adegan pertarungan yang sangat epik dan mendebarkan. Rick
Riordan telah menebus kekurangannya di buku sebelumnya dengan menuliskan
Pertarungan Teluk San Francisco untuk pembaca setianya. Di samping itu,
tokoh-tokoh di buku ini sangat membanggakan, seperti Apollo yang juga bisa jatuh
cinta, Frank yang menjadi pemberani, dan Reyna yang berhasil melepaskan dirinya
dari tekanan ekspektasi orang-orang. Akan tetapi, sekuens di buku ini tidak
sepadat buku-buku sebelumnya. Oracle Cumae yang menjadi oracle utama buku ini
juga tak banyak dibahas. Oleh karena itu, aku memberikan skor 8,3/10 untuk buku
ini.
Sebelumnya (The Burning Maze)
Selanjutnya (The Tower of Nero)
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Sibyl adalah perempuan dari Yunani kuno yang dipercayai sebagai oracle (sumber:
Wikipedia).
Komentar
Posting Komentar