Identitas Buku
Judul
|
:
|
The Trials of Apollo #3: The Burning Maze
|
Penulis
|
:
|
Rick Riordan
|
Penerbit
|
:
|
Disney Hyperion
|
Tahun terbit
|
:
|
2018
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
464 halaman
|
Harga
|
:
|
Rp164.000,- (softcover), Rp315.000,- (hardcover)
|
ISBN
|
:
|
9781484780657
|
Genre
|
:
|
Fantasi urban, high fantasy,
mitologis,
petualangan, drama komedi, coming of age
|
Tentang Penulis
Rick
Riordan adalah seorang penulis #1 New York Times Best-Selling di Amerika
Serikat. Dia terkenal dengan serial best-seller-nya,
yaitu Percy Jackson and the Olympians yang bertemakan mitologi Yunani yang digabungkan dengan peradaban modern. Dia
kemudian melanjutkan serial ini dengan melahirkan dua serial baru yaitu The
Heroes of Olympus dan The Trials of Apollo.
Di
samping dua serial tersebut, Rick Riordan juga menulis beberapa serial
best-seller lainnya: The Kane Chronicles yang yang mengombinasikan mitologi Mesir dan peradaban modern serta Magnus Chase and the Gods of Asgard yang mengombinasikan mitologi Nordik dan peradaban modern. Keunikan dari setiap
novelnya adalah mereka semua terjadi di satu universe, meskipun berdasarkan
pada mitologi yang berbeda-beda.
Karya-karya
hebat Rick Riordan tersebut semuanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa, termasuk di Indonesia. Karya terbarunya adalah The Daughter of the Deep.
Sekarang
ini, Rick Riordan tinggal di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat bersama
istri dan kedua putranya. Jika kalian
ingin mengenalnya lebih dekat, kalian bisa melihatnya di www.rickriordan.com atau follow twitternya di @camphalfblood.
Sinopsis
 |
Lester Papadopoulos (alias Apollo) |
Setelah mendapatkan Ramalan Gelap dari Oracle
Trophonius di Indianapolis, Apollo dan teman-temannya mendapatkan misi baru.
Leo Valdez, Putra Hephaestus, terbang bersama naga perunggunya, Festus ke
Perkemahan Jupiter untuk memeperingatkan teman-teman mereka di sana akan
serangan dari Triumvirate Holdings. Sementara itu, Apollo yang sekarang menjadi
manusia bernama Lester Papadopoulos harus menelusuri Labirin Daedalus untuk
sampai ke wilayah barat daya Amerika Serikat bersama Meg McCaffrey, Putri
Demeter, dan Grover Underwood si satyr.
Mereka harus menemukan Oracle ketiga, Sibyl
Erythraea yang menyampaikan ramalan dalam bentuk teka-teki.
Namun, ada masalah serius yang mengusik mereka di
dalam labirin. Bagian labirin tersebut seperti dikendalikan. Selain itu, bagian
labirin tersebut terus-menerus mengeluarkan api secara acak. Api yang Apollo rasa
berasal dari kekuatan yang kuno, tapi terasa familier. Menurut Grover, labirin
yang membara tersebut telah menyebabkan kekeringan dan kebakaran di wilayah
California, membuatnya makin panas dan tandus.
Bait-bait dari Ramalan Gelap mulai tampak jelas
di benak Apollo. Dia yakin dalang di balik labirin yang membara adalah
Kaisar-Dewa Ketiga dalam Triumvirate Holding, dan Apollo sepertinya tahu siapa
orang itu. Namun, jika dia benar, itu berarti buruk. Sangat buruk.
Kelebihan
 |
Sybil Erythrae |
The
Burning Maze sebagai buku ketiga dari
pentalogi The Trials of Apollo terasa
beda banget daripada dua buku
sebelumnya. The Burning Maze memiliki
cerita yang lebih seru, mendebarkan, dan sedih. Menurutku, sensasi membaca buku
ini seperti perpaduan The Battle of
Labyrinth, The Mark of Athena,
dan The House of Hades dengan
sentuhan khas The Trials of Apollo.
Pertama, Oracle yang menjadi pusat cerita dalam
buku ini menarik sekali. Dia tidak seperti Oracle Delphi yang terus berganti pendeta,
Sibyl Erythraea adalah sosok abadi yang hidup sejak zaman Yunani kuno. Selain
itu, Sibyl Erythraea menyampaikan ramalan dengan teka-teki, itu sangatlah unik.
Apalagi, (spoiler alert) dia tampak
suportif kepada Apollo dan teman-temannya.
 |
Grover Underwood, sang Satyr |
Kemudian, The
Burning Maze memiliki tokoh dan perkembangan karakter yang menarik. Tokoh
menarik yang pertama ialah Grover Underwood si satyr, Dewan Kuku Belah, dan
teman Percy Jackson. Astaga, sudah lama sekali dia tidak muncul dalam bukunya
Rick Riordan! Dengan adanya dia saja sudah cukup menghiburku dan membuatku
nostalgia pada petualangan-petualangannya sepanjang serial Percy Jackson and the Olympians.
Selain Grover, tokoh lama lainnya yang muncul
dalam buku ini adalah (spoiler alert)
Piper McLean, Putri Aphrodite. Dia cantik dan tangguh seperti biasa, tapi
bedanya dia terasa lebih fearless.
Entah bagaimana, aku melihat karakter Piper menjadi lebih percaya diri dan
berani daripada waktu di serial The
Heroes of Olympus. Kemampuan bertarungnya pun juga telah berkembang. Dia
makin keren saja.
Tokoh berikutnya yang memiliki perkembangan
karakter yang apik adalah Apollo sendiri. Perkembangan karakternya di buku ini
benar-benar luar biasa. Dia sudah tidak lagi egois. Dia lebih berempati. Dia
bahkan rela berkorban demi teman-temannya. Sesuatu yang tidak mungkin Apollo
lakukan kalau kita mengingat dirinya di buku The Hidden Oracle. Namun, dia telah berubah banyak dan membuatku
bangga.
Kemudian, Meg McCaffrey juga mengalami
perkembangan karakter yang menarik. Dalam buku ini, akhirnya kita mengatahui
latar belakang cerita Meg. Aku tidak menyangka bahwa ceritanya sesedih dan
setragis itu. Ketika membacanya, aku jadi menangis.
Sementara itu, dari segi cerita, The Burning Maze memiliki cerita yang
berbeda sekali dari dua buku sebelumnya. Buku ini sama sekali tidak terasa
komedinya karena kalah oleh kesedihannya. Alurnya dipenuhi oleh tragedi demi
tragedi yang membuat hati terasa berat membacanya. Semua tragedi itulah yang
membentuk karakter Apollo, yang membuatnya mengerti makna pengorbanan dan
penderitaan. Bagi kalian yang sudah lama mengikuti buku-buku Rick Riordan yang
serial mitologi Yunani Romawi, kalian harus siap-siap untuk patah hati di buku
ini. Siapkan tisu kalian ya!
Di samping itu, aku secara pribadi merasa The Burning Maze menarik karena sedikit
menyinggung tentang pemanasan global. Labirin yang membara yang menimbulkan
kekeringan dan kebakaran adalah analogi dari pemanasan global. Ditambah dengan
keberadaan para dyrad, buku ini menjadi lebih menarik karena seperti
menyampaikan pesan dari alam.
 |
Piper McLean, Putri Dewi Cinta Aphrodite |
Selanjutnya, bagian yang aku suka dari buku ini
adalah (spoiler alert) ketika Apollo dan Piper mencari sepatu
ajaib milik sang kaisar, lalu mereka membicarakan masalah yang dialami Piper
belakangan. Piper bercerita bahwa dia sedang kesulitan mencari jati dirinya. Itu
sangat menarik karena itu membuat Apollo juga bertanya-tanya soal itu.
Apollo adalah dewa atas
banyak hal, seakan-akan dia tidak bisa menentukan apa yang ingin menjadi
spesialisasinya. Berbeda dengan dewa matahari sebelum Apollo, yakni Helios yang
mendedikasikan dirinya untuk membawa kereta matahari melintasi langit. Maka,
percakapannya dengan Piper tentang jati diri membuatnya turut mempertanyakan
identitasnya. Kemudian, yang aku banggakan adalah ketika Apollo mengatakan ini:
“It’s been my
observation, that you humans are more than the sum of your history. You can
choose how much of your ancestry to embrace. You can overcome the expectations
of your family and your society. What you cannot do, and should never do, is
try to be someone other than yourself—Piper McLean.”
Kelemahan
Biarpun buku ini penuh ketegangan dan
peristiwa-peristiwa tragis, ia tidak memiliki banyak adegan bertarung. Buku ini
banyak fokus pada pendalaman karakter dan petualangan, tidak pada pertarungan. Adegan-adegan
pertarungan di buku ini bisa dibilang tidak se-wah yang aku harapkan. Mungkin,
pertarungan paling berkesan adalah pertarungan di kapal pesiar milik si kaisar
ketiga.
 |
Medea |
Namun, pertarungan paling mengecewakan ialah
ketika Apollo, Piper, dan Meg melawan Medea di dalam labirin. Medea telah
mengeluarkan kartu as-nya dan telah menunjukkan teknik sihir yang sangat kuat,
tetapi dia kalah dengan terlalu mudah
oleh Piper. Piper tidak menggunakan tipuan atau strategi apapun, tetapi Medea
kalah olehnya. Itu terlalu tidak masuk akal.
Selain itu, babak akhir dari buku ini tidak
seseru itu. Setelah pertarungan besar yang menguras emosi di kapal pesiar sang
kaisar ketiga, bagian cerita tentang pencarian Sibyl Erythraea terasa biasa
saja. Excitement ceritanya jadi
menurun, padahal itu adalah tahap resolusi dari buku ini. Aku malah merasa
bagian tersebut seperti awal dari buku selanjutnya, bukan penyelesaian buku
yang ini.
Kesimpulan
The
Burning Maze adalah buku dengan cerita yang
epik tragis. Terlalu banyak kesedihan di dalamnay, tetapi itu dapat menjadi
pembelajaran untuk memaknai pengorbanan. Di sisi lain, buku ini penuh dengan
tokoh-tokoh menarik dengan perkembangan karakter yang disajikan dengan tepat. Buku
ini bahkan juga menyinggung tentang pencarian jati diri dan pemanasan global
loh. Namun, aku merasa akhir buku agak tidak seperti “akhir”, melainkan awal
dari buku selanjutnya. Biarpun begitu, aku memberi skor 9/10 untuk The Burning Maze.
Aku sepakat dengan ucapan Rick Riordan di kata
pengantar buku ini. Melpomene, Dewi Muse Tragedi, aku harap Anda puas dengan
buku ini.
Sebelumnya (The Dark Prophecy)
Selanjutnya (The Tyrant's Tomb)
***
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Sibyl adalah perempuan dari Yunani kuno yang dipercayai sebagai oracle (sumber:
Wikipedia).
Komentar
Posting Komentar