Identitas Buku
Judul
|
:
|
The Trials of Apollo #5: The Tower of Nero
|
Penulis
|
:
|
Rick Riordan
|
Penerbit
|
:
|
Disney Hyperion
|
Tahun terbit
|
:
|
2020
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
480 halaman
|
Harga
|
:
|
Rp157.000,- (paperback), Rp315.000,- (hardcover)
|
ISBN
|
:
|
9781368071048
|
Genre
|
:
|
Fantasi urban, high fantasy,
mitologis,
petualangan, drama komedi, coming of age
|
Tentang Penulis
Rick
Riordan adalah seorang penulis #1 New
York Times Best-Selling di Amerika Serikat. Dia terkenal dengan serial best-seller-nya, yaitu Percy Jackson and the Olympians yang
bertemakan mitologi Yunani yang digabungkan dengan peradaban modern. Dia
kemudian melanjutkan serial ini dengan melahirkan dua serial baru, yaitu The Heroes of Olympus dan The Trials of Apollo.
Di
samping dua serial tersebut, Rick Riordan juga menulis beberapa serial best-seller lainnya: The Kane Chronicles yang yang
mengombinasikan mitologi Mesir dan peradaban modern serta Magnus Chase and the Gods of Asgard yang mengombinasikan mitologi
Nordik dan peradaban modern. Keunikan dari setiap novelnya adalah mereka semua
terjadi di satu universe, meskipun
berdasarkan pada mitologi yang berbeda-beda.
Karya-karya
hebat Rick Riordan tersebut semuanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa, termasuk di Indonesia. Karya terbarunya adalah The Daughter of the Deep.
Sekarang
ini, Rick Riordan tinggal di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat bersama
istri dan kedua putranya. Jika kalian
ingin mengenalnya lebih dekat, kalian bisa melihatnya di www.rickriordan.com atau follow twitternya di @camphalfblood.
Sinopsis
 |
Lester Papadopoulos alias Apollo |
Enam bulan telah berlalu sejak Apollo jatuh ke
bumi sebagai manusia bernama Lester Papadopoulos. Dalam kurun waktu tersebut,
dia dan Meg McCaffrey si Putri Demeter telah melalui banyak petualangan. Mereka
telah membebaskan orakel-orakel kuno. Mereka telah mengalahkan dua dari tiga
kaisar-dewa di Triumvirate Holdings—Commodus dan Caligula. Mereka juga telah
kehilangan banyak teman dalam perjalanan.
Namun, misi mereka belum usai. Yang terburuk
belum tiba. Setelah menjelajahi Amerika Serikat, mereka akhirnya kembali ke
titik awal, Manhattan—tempat kekuasaan kaisar terakhir, Nero. Apollo dan Meg
harus menyusup ke dalam Menara Nero untuk membunuh sang kaisar jahat. Jika
mereka tidak bisa menghentikan Nero tepat waktu, dia akan membakar seluruh New
York dengan api Yunani. Nyawa banyak orang yang menjadi taruhan.
 |
Kaisar Nero |
Akan tetapi, Nero adalah ayah tiri Meg yang
manipulatif dan kasar, dan Menara Nero adalah tempat Meg dibesarkan, tempatnya
tumbuh dengan siksaan emosional selama bertahun-tahun. Apollo tidak bisa
membayangkan Meg kembali ke tempat tersebut. Nero pasti akan memanfaatkan Meg,
memuntir pikirannya agar Meg mengkhianati Apollo lagi. Akankah Meg dapat
melawan ucapan-ucapan manipulatif Nero?
Di tambah lagi, masih ada Python yang bersarang
di Delphi. Musuh bebuyutan Apollo tersebut terus menjadi makin kuat. Dia telah
memengaruhi pikiran Rachel Elizabeth Dare sang Pythia. Jika Apollo tidak segera mengalahkan sang monster ular
tersebut, Python akan memiliki kuasa atas masa depan dan dia akan
menggunakannya untuk membawa kerusakan.
Apapun yang akan terjadi, petualangan Apollo
sebagai Lester akan berakhir. Semuanya akan ditentukan dalam petualangan ini. Mampukah
Apollo mengalahkan musuh-musuhnya dan mengklaim kembali kedewaannya? Namun, dia
juga harus mempertanyakan ini kepada dirinya: apakah dia masih seingin itu kembali menjadi dewa?
Kelebihan
The
Tower of Nero berhasil mengejutkanku. Dia
memang tidak tragis seperti The Burning
Maze (2018), tetapi dia tetap sama serunya. Ceritanya memiliki alur yang
berbeda sekali untuk buku pamungkas suatu serial, kalau dibandingkan dengan The Last Olympian (2009) dan The Blood of Olympus (2014). Namun, buku ini tidak kalah seru!
Ceritanya memiliki vibes yang terus berganti sepanjang alur berjalan. Pada mulanya, suasana
cerita terasa seperti cerita misi penyusupan. (Spoiler alert) para tokoh
membuat rencana dan bekerja sama dengan orang dalam untuk menyusup ke markas
musuh. Namun kemudian, suasana cerita berubah menjadi dongeng pahlawan yang
menyelamatkan putri. (Spoiler alert) Apollo
harus secepat mungkin menyelamatkan Meg yang ditahan Nero. Meg seperti putri
yang dikurung di menara oleh orang tua angkat yang jahat, seperti dongeng
Rapunzel.
Aku bahkan awalnya mengira buku ini hanya soal
penyusupan, tidak ada perang besar seperti yang ada di The Last Olympian dan The
Blood of Olympus. Namun rupanya, all-out
battle itu tetap ada! Kemudian, ketika Apollo menghadapi Python di babak
akhir kisah ini, suasana cerita berubah lagi menjadi seperti cerita superhero. Sang jagoan pada akhirnya
harus bertarung satu lawan satu melawan musuh besarnya.
Hal lain tentang buku ini yang menarik
perhatianku adalah perkembangan karakternya. Sepanjang serial The Trials of Apollo, perkembangan
karakter Apollo selalu menjadi hal menarik yang seperti tidak ada habisnya
untuk dieksplorasi, meski di buku ini, Apollo tidak banyak mengalami
perkembangan karakter. Namun, ketika pada akhirnya dia sangat dekat dengan
kedewaannya lagi, dia dihadapi pada pertanyaan: apakah itu yang dia inginkan?
Setelah semua yang dia lewati sebagai Lester,
Apollo harus menentukan kehidupan seperti apa yang dia mau—apakah dia ingin
kembali menjadi dewa seperti dulu atau dia ingin hal lain? Pertanyaan tersebut menuntut
Apollo untuk mendefinisikan sosok seperti apa yang dia harapkan dari dirinya di
masa depan. Dan bukankah pertanyaan mengenai “diri” yang kita inginkan juga
kerap kita tanyakan pada diri sendiri? Setidaknya bagiku, itu relatable. Itu menjadikan seluruh serial
ini cerita coming of age-nya Apollo.
Kemudian, yang menarik adalah perkembangan karakter Apollo menyiratkan bahwa
jati diri itu dipilih (dibentuk), bukan dicari.
Sebagai Lester, Apollo
telah banyak belajar tentang arti menjadi manusia. Dia selalu teringat pesan
Jason Grace untuknya, “Remember what it’s
like to be human.” Dan di buku ini, ada beberapa quotes yang aku suka mengenai perkembangan karakter Apollo. Salah
satunya: “To be human is to move forward,
to adapt, to believe in your ability to make things better. That is the only way
to make the pain and sacrifice mean something.” Selain itu, aku juga suka quotes Apollo yang lainnya saat bertemu
dengan Dewi Styx: “Perhaps that was what
Styx had been trying to teach me: It wasn’t about how loudly you swore your
oath, or what sacred words you used. It was about whether or not you meant it.
And whether your promise was worth making.”
 |
Meg McCaffrey, Putri Demeter, Dewi Pertanian dan Panen |
Selain Apollo, aku juga bangga sekali pada
perkembangan karkater Meg. Nero adalah contoh toxic parent yang begitu manipulatif dan licik. Namun, (spoiler alert)
Meg berhasil melawan kontrol Nero atas dirinya. Dia tidak lagi percaya
kata-kata Nero, dia tidak lagi menjadi boneka sang kaisar. Bagi seorang anak, tidak mudah untuk keluar dari
belenggu orang tua yang manipulatif dan kasar seperti itu. Dibutuhkan banyak
sekali keberanian dan karena itu, aku sangat
bangga pada Meg.
Kemudian, cerita Meg tersebut juga menyiratkan
isu kesehatan mental, tentang emotional abuse dan gaslighting.
Melalui karakter Meg, pembaca bisa mendapat insight
bahwa anak-anak sangat rentan menjadi korban kekerasan emosional dan gaslighting oleh orang tuanya. Kekerasan
emosional serta tipu daya seperti itu memang tidak meninggalkan bekas luka di
tubuh, tetapi selamanya dapat merusak kewarasan seorang anak.
Untung saja, Meg punya Apollo yang meyakinkan
dirinya bahwa dia dapat melawan kendali Nero. Apollo menyemangati Meg dengan
mengucapkan: “Meg, there’s only one
person here you need to listen to: yourself. Trust yourself.” Kata-kata
tersebut mungkin seperti kalimat positif yang biasa diucapkan
motivator-motivator, tetapi kata-kata tersebutlah yang dibutuhkan untuk
mendorong korban kekerasan emosional untuk bisa keluar dari jeratan kekerasan
tersebut.
Maka dari itu, (spoiler alert) aku begitu terharu ketika pada akhirnya Apollo dan
Meg dapat berkumpul lagi setelah Nero kalah. Obrolan mereka sebelum Apollo
pergi menghadapi Python begitu menghangatkan hati. Mereka telah melewati banyak
hal bersama. Petualangan mereka telah membuat mereka bertumbuh. Mereka adalah
teman terbaik untuk satu sama lain. Mereka seperti kakak dan adik yang saling
benci sekaligus saling sayang. Aku ingin sekali memeluk mereka berdua. It was so heart-warming.
 |
Nico di Angleo, Putra Hades (kiri), dan Rachel Dare, Pythia Orakel Delphi (kanan) |
Berikutnya, tokoh lainnya yang menarik dalam buku
ini adalah Nico di Angelo si Putra Hades dan Rachel Elizabeth Dare si Orakel
Delphi. Nico sangat keren di buku ini dengan kekuatannya mengubah orang menjadi
hantu tengkorak. Kekuatan yang dia dapatkan sejak petualangannya di buku The Blood of Olympus tersebut sangat mengerikan. Aku bahkan merinding
tiap Nico menggunakannya. Sementara itu, aku senang Rachel terjun langsung lagi
dalam misi. Sudah lama sekali dia tidak muncul sebagai tokoh utama dalam
cerita. Oh, I miss seeing Rachel in action.
 |
Panah Dodona |
Selanjutnya, di samping pertempuran di Menara
Nero, ada juga pertarungan Apollo melawan Python. Pertarungan mereka seru dan
epik sekali! (Spoiler alert) saat
Panah Dodona menyampaikan ramalannya, “Apollo
must fall but Apollo must rise again”, aku merinding. Sepanjang pertarungan
tersebut, Apollo perlahan-lahan kembali menjadi dewa. Itu adegan yang membuatku
tertegun, tak bisa berkata-kata saat menyaksikan (atau membaca) apa yang sedang
terjadi. And apparently, dewa-dewi di
Olympus juga deg-degan menyaksikan pertarungan Apollo melawan Python tersebut,
hahaha.
Namun, jika dibandingkan dengan pertarungan
Jason, Piper, dan Leo melawan Gaea (baca: The
Blood of Olympus), pertarungan antara Apollo dan Python masih lebih seru. Apollo
benar-benar susah payah melawan sang monster ular, menggunakan apapun cara yang
dia bisa dan sisa kekuatan yang dia punya. Dia tidak menyerah, tekadnya sekeras
perunggu langit dan emas imperial. Itulah yang membuat pertarungan tersebut
begitu mendebarkan.
Terakhir, aku sangat suka cara Rick Riordan
menutup buku ini. (Spoiler alert) aku
suka melihat Apollo berkumpul kembali dengan Artemis, saudari kembarnya. Mereka
begitu adorable! Aku juga senang Rick
Riordan tidak melupakan tokoh-tokoh lainnya yang telah membantu Apollo. Tidak
hanya itu, sebagai pembaca buku-buku Rick Riordan sejak The Lightning Thief (2006), aku merasa epilog tersebut bagaikan
epilog untuk keseluruhan seri Perkembahan Blasteran dan Perkemahan Jupiter.
Rick Riordan memberi tahu pembaca setianya seperti apa kehidupan yang sedang
dijalani—dan hendak dijalani—para pahlawan dari kedua perkemahan. Itu adalah
epilog yang manis, juga menyentuh. I’m so
glad to know that our heroes are happy at the end.
Kelemahan
Meskipun The
Tower of Nero memberikan cerita yang seru dan epik kepada para pembacanya,
aku menemukan beberapa kekurangan. Pertama, aku kurang suka cara buku ini
menggunakan treatment yang digunakan
di buku The Sword of Summer (2015) dari
serial Magnus Chase and the Gods of
Asgard. Di buku ini, Apollo dan teman-temannya membagi tugas dan berpencar,
tetapi cerita hanya dari sudut pandang Apollo. Jadi, pembaca tidak tahu secara
rinci petualangan tokoh-tokoh lainnya, seperti Nico, Will, dan Rachel ketika
mereka terpisah dari Apollo. Padahal, aku yakin petualangan mereka juga tidak
kalah seru.
 |
Will Solace, Putra Apollo, Dewa Musik, Penyembuhan, dan Matahari |
Kemudian, aku merasa peran Will Solace si Putra
Apollo (ya, pada petualangan ini, Apollo dibantu putranya sendiri) tidak
terlalu banyak. Padahal, ini pertama kalinya Will menjadi tokoh utama, pertama
kalinya kita melihat Will dalam misi. Aku berekspektasi karakternya akan
dieksplorasi lebih dalam, tetapi rupanya tidak. Perannya seperti disederhanakan
hanya sebagai pacarnya Nico dan penyembuh dalam tim (juga sebagai lampu senter).
Kelemahan lainnya dalam cerita ini terletak pada
sosok sang Python. Dalam mitologi Yunani sendiri cerita tentang Python tidak
banyak, maka aku suka ketika Rick Riordan mengembangkan karakter Python di buku
ini. Namun, aku tidak bisa melihat Python sebagai musuh besar dari keseluruhan
serial The Trials of Apollo. Mungkin,
itu karena selama serial ini, Python tidak memiliki porsi cerita yang cukup dan
dia juga tidak banyak mencampuri petualangan Apollo. Berbeda sekali dengan Gaea
sang Dewi Bumi yang melakukan hal-hal kejam kepada para kru Argo II (baca:
serial The Heroes of Olympus). Maka
dari itu, ketika Apollo melawan Python, aku tidak ada rasa benci ke Python;
sedangkan ketika Apollo melawan Nero, aku sangat
membenci Nero.
Kesimpulan
Sebagai buku penutup dari serial The Trials of Apollo, The Tower of Nero merupakan penutup
manis yang mendebarkan, epik, dan penuh haru. Ceritanya tidak bisa ditebak,
terus berganti vibes. Selain itu, di
buku ini, kita dapat melihat buah dari perkembangan karakter Apollo dan Meg,
betapa jauh mereka telah bertualang bersama, menghadapi bahaya dan mengalami
kehilangan. Walaupun ada kekurangan di sana-sini, aku yakin para pembacanya
tetap akan suka buku ini. Pada akhirnya, melalui cerita ini, Apollo telah
mengajari para pembaca tentang arti menjadi manusia: perjuangan, keberanian, pengorbanan,
harapan, persahabatan, dan belas kasih. Oleh karena itu, aku memberi skor
9,3/10 untuk The Tower of Nero.
Is it
really the end? Of course, no. Rick
Riordan telah mengumumkan bahwa dia akan menerbitkan dua buku lagi: satu
tentang petualangan Nico dan Will usai pertempuran di Menara Nero—berjudul The Sun and the Star—dan satunya lagi
tentang petualangan Percy, Annabeth, dan Grover yang berlatar waktu sebelum The Trials of Apollo tetapi sesudah The Heroes of Olympus—berjudul Percy Jackson and the Olympians: The Chalice
of the Gods. Maka dari itu, persiapkan diri (dan uang) kalian, ya!
Sebelumnya (The Tyrant's Tomb)
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar