Identitas Buku
Judul
|
:
|
Komet
|
Penulis
|
:
|
Tere Liye
|
Co-author
|
:
|
Diena Yashinta
|
Penerbit
|
:
|
PT Gramedia Pustaka Utama
|
Tahun terbit
|
:
|
2021
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
384 halaman
|
Harga
|
:
|
Rp95.000,-
|
ISBN
|
:
|
9786020385938
|
Genre
|
:
|
Petualangan, fantasi ilmiah, isekai, coming of age
|
Tentang Penulis
Tere Liye adalah seorang penulis novel ternama dari
Indonesia. Dia lahir di pedalaman Sumatera pada tanggal 21 Mei 1979. Dia adalah
lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Tere
Liye sudah menciptakan banyak karya bestseller,
seperti Hafalan Shalat Delisa (2005),
Moga Bunda Disayang Allah (2005), Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (2010),
dan Pulang (2015). Novel Komet sendiri adalah novel keenam dari serial Petualangan Dunia Paralel, menyusul Bumi (2014), Bulan
(2015), Matahari (2016), Bintang (2017), dan Ceros dan Batozar (2018).
Sinopsis
Situasi
dunia paralel sedang genting. Tamus, Fala-tara-tana IV, dan Si Tanpa Mahkota
telah bebas dari Penjara Bayangan Di Bawah Bayangan. Raib, Seli, dan Ali tahu
apa yang diincar Si Tanpa Mahkota: suatu benda yang disebut Komet.
Ali
telah menemukan petunjuk bahwa benda tersebut ada di sebuah pulau dengan
tumbuhan aneh, tetapi tidak ada yang tahu letak pulau itu. Namun, ada satu cara
pergi ke sana, yaitu dengan bunga matahari pertama mekar dari Klan Matahari.
Bunga matahari sakti tersebut dapat membuka portal ke tempat itu.
Ketika
Si Tanpa Mahkota melangkah ke dalam portal tersebut, pergi ke pulau dengan
tumbuhan aneh, Raib, Seli, dan Ali tanpa pikir panjang menyusulnya. Ketiga
sahabat itu lalu mendapati diri mereka tiba di sebuah kepulauan asing. Mereka
harus berlomba dengan Si Tanpa Mahkota untuk sampai ke pulau dengan tumbuhan
aneh itu. Jika mereka kalah, Si Tanpa Mahkota akan mendapatkan pusaka yang bisa
membuatnya menguasai seluruh dunia paralel.
Kelebihan
Hal
pertama yang membuatku berpikir novel Komet
menarik adalah dunia paralelnya. Klan Komet berbeda sekali dari dunia
paralel-dunia paralel di empat buku sebelumnya. Penduduk Klan Komet bahkan
tidak menyebut dunia mereka “Klan Komet”, melainkan “Kepulauan Komet.” Kemudian,
di klan tersebut, tidak ada peralatan elektronik yang bisa berfungsi sehingga
petualangan Raib, Seli, dan Ali kali ini tidak dibantu peralatan canggih. Semua
dilakukan dengan cara tradisional. Karena alat elektronik yang tidak berfungsi
tersebut, kehidupan penduduk Kepulauan Komet juga mirip dengan kehidupan beberapa
kelompok masyarakat Indonesia yang masih tradisional. Ditambah lagi, dunia
paralel tersebut berwujud kepulauan, semakin mirip Indonesia, bukan?
Selain
itu, dalam petualangan kali ini, Raib, Seli, dan Ali tidak dapat menggunakan
kapsul terbang atau transportasi canggih lainnya. Mereka harus (spoiler alert) menggunakan perahu atau kapal untuk pindah dari pulau ke pulau.
Itu adalah hal baru bagi mereka, apalagi mereka tidak bisa berlayar. Selain
itu, ketika membaca novel ini, aku jadi teringat manga/anime “One Piece” dan film “Pirates of the Caribbean.”
Selanjutnya,
di dalam buku ini, Tere Liye menyiratkan beberapa pesan moral yang disampaikan
dengan smooth, tidak terkesan
menggurui. Ada beberapa situasi ketika kebaikan hati Raib, Seli, dan Ali diuji.
Pada saat-saat itulah aku melihat Tere Liye ingin memberikan teladan untuk para
pembacanya. Tere Liye tidak memasukkan pesan moral-pesan moral tersebut dengan
cara menggurui, tetapi langsung dari sikap Raib, Seli, dan Ali ketika
berhadapan dengan suatu situasi. Salah satunya adalah (spoiler alert) waktu Raib melarang Ali mengambil makanan dari
perahu nelayan di Pulau Hari Senin.
Selain
itu, sepanjang cerita ini, nasib Raib dan Seli terus berputar bagai roda—mereka
sendiri pun bilang begitu. Ada saat-saat mereka bernasib baik dan saat-saat
mereka bernasib malang sekali. Pada saat-saat itulah persahabatan mereka diuji.
Salah satu bagian yang aku suka adalah (spoiler
alert) waktu mereka berangkat ke
Pulau Hari Selasa, ketika mereka kehilangan arah tujuan. Aku sangat kagum pada pengorbanan
Seli. Kemudian, (spoiler alert) waktu
mereka harus berenang ke Pulau Hari Sabtu, aku kagum dengan kegigihan Raib dan
yang lainnya. Bayangkan saja mereka harus berenang berkilo-kilometer, dihantam
hujan dan terik matahari, hanya sambil berpegangan potongan kayu selama 24 jam
lebih, tanpa makan dan minum. Kuat sekali tekad mereka untuk mencegah Si Tanpa
Mahkota.
Kelemahan
Kelemahan
pertama yang aku temukan adalah adanya salah ketik atau typo. Di beberapa halaman, masih terdapat typo, seperti pada halaman 194, 245, 258, 276, dan 357. Karena aku
membaca versi cetakan pertama, aku harap di versi cetakan-cetakan berikutnya
salah ketik-salah ketik tersebut sudah tidak ada.
Kemudian,
tampaknya Tere Liye mengulangi kesalahan di buku “Bintang.” Dia masih menggunakan
alur yang repetitif. Ketika membaca buku ini, terasa agak membosankan waktu Raib,
Seli, dan Ali bertemu (lagi) dengan seorang Kay di setiap pulau. Setelah mereka
bertemu dengan Kay untuk ketiga kalinya (alias si Petani Kay di Pulau Hari Rabu),
aku tidak kaget lagi dengan Kay-Kay yang selanjutnya, malah bosan.
Bukan
hanya soal Kay yang terus diulang-ulang, (spoiler
alert) tantangan yang harus dihadapi ketiga sahabat tersebut juga diulang,
tepatnya tantangan di Pulau Hari Selasa dan Pulau Hari Rabu. Memang substansi
yang diujikan berbeda di kedua pulau tersebut, tetapi bentuk ujiannya sama,
yaitu melawan binatang buas. Di Pulau Hari Selasa mereka melawan bintang laut
raksasa dan di Pulau Hari Rabu mereka melawan sekawanan burung hitam. Salahnya
adalah pertarungan tersebut terjadi berurutan sehingga pertarungan di Pulau
Hari Rabu terkesan mengulang pertarungan di Pulau Hari Selasa.
Selanjutnya,
dari tantangan-tantangan yang ada, aku tidak melihat adanya tantangan yang membuat
perkembangan diri mereka. Padahal, dalam cerita petualangan, bahaya dan
tantangan akan membuat perkembangan pada tokoh. Sayang sekali Raib, Seli, dan
Ali tidak mengalami perkembangan, mereka di awal buku dan di akhir buku sama
saja. Tidak ada teknik bertarung baru yang dikuasai, tidak ada perkembangan
karakter.
Oh
iya, di atas aku sudah bilang bahwa Tere Liye menyampaikan beberapa pesan moral
dalam buku ini. Salah satunya adalah (spoiler
alert) tentang senjata-senjata ajaib dengan kekuatan pukulan berdetum dan
petir. Diceritakan bahwa senjata-senjata tersebut menimbulkan ketergantungan
dan efek samping yang bersifat toksik bagi tubuh. Senjata-senjata tersebut adalah
analogi dari obat-obatan terlarang di dunia kita.
Akan
tetapi, agak aneh rasanya apabila senjata-senjata tersebut menimbulkan efek
toksik bagi kesehatan. Diceritakan bahwa senjata-senjata tersebut menimbulkan
racun bagi tubuh penggunanya. Namun, itu tidak masuk akal bagiku. Coba bayangkan
pistol atau pedang yang setiap digunakan akan membuat kita sakit, mengotori
darah kita dengan zat toksik. Tentu tidak masuk akal. Tere Liye seharusnya
memberikan penjelasan yang lebih masuk akal karena selama ini fenoma-fenomena
di dunia paralel selalu bisa dijelaskan dengan ilmiah dan logis. Mungkin analogi
yang lebih baik dia gunakan adalah obat-obatan atau tumbuh-tumbuhan ajaib yang
memberikan kekuatan, semacam steroid
atau doping.
Kelemahan
terakhir yang aku rasakan adalah akhir ceritanya. Spoiler alert, akhir cerita Komet
itu menggantung karena akan disambung ke buku selanjutnya. Namun, Tere Liye
seharusnya dapat menulis akhir cerita menggantung yang lebih proper, bukan sekadar menulis bahwa sebentar
lagi portal Klan Komet Minor akan terbuka, lalu mengakhiri cerita dengan bilang
petualangan tersebut belum selesai. Kesannya, dia bingung mau menutup cerita
seperti apa, lantas tulis saja ceritanya akan bersambung. Tere Liye mungkin
dapat meniru bagaimana Rick Riordan mengakhiri cerita di buku “The Mark of Athena.”
Kesimpulan
Komet adalah
sebuah kisah petualangan dunia paralel yang berbeda. Di Klan Komet, Raib, Seli,
dan Ali tidak dapat menggunakan peralatan elektronik apapun; semua dilakukan
dengan cara tradisional. Mereka juga harus berlayar dari pulau ke pulau dan
melewati ujian demi ujian. Akan tetapi, Tere Liye lagi-lagi masih menggunakan
pola alur cerita yang repetitif. Akhir ceritanya pun ditulis dengan kurang
baik, seakan-akan buru-buru ingin cerita dibuat bersambung ke buku selanjutnya.
Maka dari itu, aku memberi skor 7,6/10 untuk novel ini.
Sebelumnya (Ceros dan Batozar)
Selanjutnya (Komet Minor)
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar