Identitas
Buku
Judul
|
:
|
The Shadow Crosser
|
Penulis
|
:
|
J. C. Cervantes
|
Penerbit
|
:
|
Disney Hyperion
|
Tahun terbit
|
:
|
2020
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
432 halaman
|
Harga
|
:
|
Rp154.000 (paperback),
Rp291.000 (hardcover)
|
ISBN
|
:
|
9781368055499
|
Genre
|
:
|
High
fantasy, fantasi urban, mitologi, petualangan, coming of age, komedi, middle grade
|
Tentang Penulis
J. C. Cervantes atau juga dikenal dengan nama Jennifer Cervantes adalah
seorang penulis New York Times best-selling. Dia
tumbuh besar di San Diego, California, dekat dengan perbatasan Tijuana. Di
sanalah dirinya menemukan kekagumannya terhadap mitologi Maya dan Aztek.
Kini dia tinggal di Land of Enchantment (alias
New Mexico) bersama suami dan ketiga anaknya. Ia mengawali karir menulisnya
dengan buku Tortilla Sun (2010),
yang terinspirasi dari putri bungsunya. Sejak saat itu, J. C. Cervantes telah
menulis banyak buku, baik buku anak-anak, young adult, dan
dewasa. Beberapa karya lainnya adalah The Storm Runner (2018),
The Fire Keeper (2019), The
Shadow Crosser (2020), Fractured Path (2022),
Flirting with Fate (2022), The
Lords of Night (2022), Always Isn't Forever (2023),
The Enchanted Hacienda (2023),
dan Dawn of the Jaguar (2023). Karya terbarunya
berjudul The Daggers of the Ire direncanakan
terbit pada tahun 2024.
Saat ini, karya-karyanya tersebut telah masuk dalam American
Booksellers Association New Voices, Barnes and Noble’s Best Young Reader Books,
and Amazon’s Best Books of the Month. Dia pun telah
mendapatkan banyak penghargaan dan pengakuan sebagai penulis.
J. C. Cervantes berharap agar anak-anak di manapun dapat melihat diri
mereka tercermin dalam halaman-halaman buku yang memberi inspirasi bagi mereka
serta belajar untuk melihat melampaui kehidupan mereka sendiri, mengenali dan
merayakan perbedaan. Ketika sedang tak menulis, dia senang menghantui toko buku
dan mencari sihir ke seluruh sudut dunia. Kalian dapat mengetahui lebih banyak
tentang J. C. Cervantes melalui https://jccervantes.com/ atau di
medsosnya, @jencerv (Twitter) dan @authorjcervantes (Instagram).
Sinopsis
 |
Zane Obispo, putra Hurakan, Dewa Angin, Badai, dan Api |
Zane
Obispo—putra Hurakan, Dewa Angin, Badai, dan Api—sangat senang karena misinya
hampir selesai. Sudah tiga bulan dia berkeliling benua Amerika untuk menemukan
anak-anak dewa lain bersama seorang iblis menyebalkan yang mampu mengendus
keberadaan mereka. Tinggal satu anak dewa lagi; tetapi saat Zane menemukannya,
rupanya mereka adalah sepasang anak kembar. Dan si kembar itu tampaknya
memiliki suatu objek magis misterius.
Setelah itu, Zane
mendapati dirinya tiba di Shaman Institute of Higher-Order Magic (SHIHOM)
lebih dini dari yang direncanakan karena musuh telah bergerak. Sekolah sihir
yang terletak di Pohon Dunia tersebut merupakan suaka terakhir bagi anak-anak
dewa untuk berlindung. Akan tetapi, seakan keadaan belum cukup pelik, berita
buruk lain datang: para dewa menghilang. Camazotz (baca: Kamasotz) sang Dewa
Kelelawar dan Ixkik’ (baca: Shkik) sang Dewi Gerhana Bulan telah menyingkirkan
para dewa dan sekarang, para anak-anak dewa adalah sasaran selanjutnya. Satu-satunya
yang dibutuhkan para musuh untuk menang adalah objek misterius milik si kembar.
Benda apakah sebenarnya objek itu?
Zane tahu para anak dewa
belum siap melawan Camazotz, Ixkik’, dan pasukan mereka. Oleh karena itu, Zane
harus menemukan cara menyelamatkan para dewa. Menurut informasi yang mereka
temukan di perpustakaan SHIHOM, mereka harus mencari kelabang dan kalender
ajaib yang dapat melihat melintasi ruang dan waktu.
Zane akan membutuhkan
semua bantuan yang bisa dia dapatkan. Para anak-anak dewa yang belum terlatih
itu harus bekerja sama. Bahkan, mereka harus menjelajahi waktu ke lebih dari
tiga puluh tahun di masa lalu. Jika musuh berhasil menembus pertahanan terakhir
SHIHOM dan tiba di Pohon Dunia, musuh akan menang. Zane dan teman-teman harus
mencegah itu, bagaimanapun caranya—dan satu kesalahan saja, sejarah yang kita
ketahui akan berubah, bahkan lebih buruk, seluruh jagat raya.
Kelebihan
Ini adalah buku terakhir
dari trilogi The Storm Runner. Buku ini tentu menjadi puncak petualangan
Zane dan teman-temannya. Secara umum, aku harus mengakui bahwa buku ini yang
terbaik dari keseluruhan trilogi tersebut. Yang berarti trilogi ini menjadi
makin bagus dan seru di setiap bukunya!
Pertama-tama,
pengembangan worldbulding-nya sangat menarik. Di sini, kita
diperkenalkan dengan Shaman Institute of Higher Order Magic alias
SHIHOM, sebuah sekolah untuk melatih para anak-anak dewa. Memang tidak banyak
diceritakan selain sebagai sebuah latar tempat—alasannya pun masuk akal
mengingat mereka dalam situasi pertempuran—tetapi itu berhasil menarik
perhatianku. Aku tak sabar untuk melihat lebih jauh tentang SHIHOM ini. (FYI,
ada sekuel spin-off dari serial ini, yakni dwilogi Shadow Bruja
yang mungkin saja di dalamnya akan ada eksplorasi lebih jauh terhadap SHIHOM.)
Selain SHIHOM, latar
tempat penting dalam cerita ini adalah Pohon Dunia, atau dikenal dengan nama
Pohon Ceiba (baca: Seiba) dalam mitologi Maya. Ternyata bukan hanya mitologi Nordik
yang punya Pohon Dunia (Yggdrasil), mitologi Maya juga punya. Dalam mitologi
Maya, pohon tersebut diyakini tumbuh di tengah-tengah dunia dan menghubungkan
tiga alam: surga, bumi, dan Dunia Bawah alias Xib’alb’a (baca: Sibalba). Di
puncak pohon tersebut, ada Itzam-yee (baca: Itsamyi), wujud burung dari dewa
Itzamna (baca: Itsamna) sang Dewa Langit dan Tulisan, yang mengawasi ketiga
alam tersebut. Kemudian, dalam buku ini, J. C. Cervantes mendeskripsikan bahwa
pohon dunia dibaluri dengan pancaran cahaya hijau biru yang masing-masing
merepresentasikan seorang dewa. Jika ada dewa yang mati, satu cahayanya akan
mati. Saat pertama kali diceritakan itu di beberapa bab pertama, aku terpukau
sekali. Imajinasiku langusng bekerja membayangkan lanskap mengagumkan pohon
dunia dan SHIHOM.
Selain itu, kelebihan
menarik dari buku ini adalah konfliknya. Di buku ini, pertaruhannya lebih besar
sebab ini adalah puncaknya. Bahkan, dibandingkan dengan kedua buku sebelumnya,
buku ini langsung dibuka dengan adegan yang menegangkan. Misi menyelamatkan si
kembar merupakan opening act yang bagus untuk mengesankan kegentingan
cerita ini. Bahkan setelahnya, ketegangan tersebut terus berlanjut secara
konsisten.
Selain itu, yang aku suka
dari trilogi ini adalah bahwa tiap buku seperti memiliki tanda tanya besar yang
perlu dijawab. In a way, seperti cerita mesiteri ya. Namun, tanda tanya
dalam buku ini jauh lebih bikin penasaran: ke mana para dewa menghilang
dan cara menyelamatkan mereka. Itu konflik yang sangat kreatif dan tak
terpikirkan olehku. Itu menjadi tanda tanya yang membuatku terus membalik
halaman hingga tak sadar sudah mendekati akhir cerita. Aku tak akan banyak
membahas ini supaya kalian cari tahu sendiri ya.
Kemudian, kalau kalian
membaca blurb di sampul belakang bukunya, kalian akan tahu bahwa
petualangan Zane dkk kali ini mengharuskan mereka untuk menjelajahi waktu.
Sebetulnya, penjelajahan waktu bukan hal baru dalam cerita fiksi, tetapi bagiku
itu sebuah konsep yang fresh dalam sebuah cerita bertema mitologi. Mengingat
ini adalah cerita fantasi-petualangan bertema mitologi Maya, sangat wajar apabila
waktu menjadi sesuatu hal yang di-highlight sebab bangsa Maya kuno
terkenal dengan sistem perhitungan waktu dan kalender mereka yang sangat
canggih untuk ukuran zaman itu. Maka dari itu, semakin cerita bergulir, semakin
excited diriku membacanya.
Selain tentang
konfliknya, aku juga suka dengan perkembangan karakter Zane. Zane di The
Shadow Crosser berbeda sepenuhnya dengan Zane di The Storm Runner.
Itulah yang aku ekspektasikan dari sebuah cerita berseri, yaitu adanya
perkembangan karakter yang signifikan. Dalam buku ini, Zane jauh lebih dewasa
dalam berpikir dan bertindak. Dia paham tanggung jawabnya. Dia juga mampu
memimpin teman-temannya agar bekerja sama dengan sangat baik. Aku senang dan
bangga melihat perkembangan karkaternya.
Oh iya, omong-omong soal
kerja sama tim, seriously, kerja sama tim dalam buku ini jauh lebih
kompak dan asyik daripada buku-buku sebelumnya—bukan berarti di buku-buku
sebelumnya buruk ya. Dalam buku ini, Zane dibantu dengan lebih banyak teman.
Namun, J. C. Cervantes berhasil mengelola agar setiap tokoh memiliki peran
masing-masing dengan porsi yang tepat. Setiap tokoh punya kekuatan unik mereka
dan semua itu digunakan dengan sangat baik dalam cerita ini. Di beberapa
cerita, ketika tokohnya kebanyakan, pembagian porsi cerita mereka jadi timpang;
tetapi dalam buku ini semua tokoh memainkan perannya dengan baik. Rasanya pun
menyenangkan melihat anak-anak dewa lainnya menggunakan kekuatan mereka.
Tidak hanya tokoh-tokoh
baiknya, tokoh-tokoh jahatnya juga mengesankan, terutama Ixkik’. Ixkik’
mengingatkanku pada Gaea sang Dewi Bumi dari serial The Heroes of Olympus
karya Rick Riordan. Keduanya adalah dewi jahat yang manipulatif dan cermat.
Mereka sama-sama memikirkan lima sampai sepuluh langkah ke depan untuk mencapai
tujuan mereka. J. C. Cervantes berhasil membuat Ixkik’ menjadi antagonis
berbahaya yang sepadan untuk sang pahlawan cerita.
Kelebihan terakhir yang
kurasakan dari buku ini adalah caranya yang unik untuk mengapresiasi kisah. Sejak
awal, sejak buku pertama, cerita The Storm Runner disampaikan seakan
ditulis oleh Zane sendiri sebagai sebuah pesan rahasia kepada seluruh anak dewa
di luar sana—plot device
yang unik. Di buku kedua pun ditekankan betapa Zane memiliki bakat sebagai
penulis kisah. Kemudian, dalam buku ketiga, hal itu diapresiasi dengan lebih
baik lagi. Kisah dinilai sebagai kekuatan yang begitu besar, kekuatan yang
mampu mengubah sejarah dan realitas. Itu adalah sebuah apresiasi besar yang
menurutku memang pantas. Afterall, peradaban manusia dituturkan melalui
kisah-kisah luar biasa yang tak lekang oleh waktu. Memang plot device
trilogi ini memang unik sejak awal, dan J. C. Cervantes berhasil
memanfaatkannya dengan sangat baik hingga buku terakhir.
Kelemahan
Jika kalian menyadari,
setiap judul dalam trilogi ini merujuk ke orang tertentu, seperti The Storm
Runner ‘Sang Pelari Badai’ merujuk kepada Zane sendiri. The Shadow
Crosser ‘Sang Penyeberang Bayangan’
juga merujuk kepada seseorang dalam buku ini. Akan tetapi, berbeda dari dua
buku sebelumnya, aku rasa orang yang dimaksud Sang Penyeberang Bayangan ini tak
memiliki peran yang cukup signifikan dalam cerita. Maksudku, dia memang berjasa
besar sekali, tetapi perannya tidaklah sekrusial Sang Pelari Bayangan atau Sang
Penjaga Api.
Kemudian, yang agak kukecewakan
adalah adegan pertarungannya yang sedikit. Bisa dibilang, secara keseluruhan,
pertarungan dalam buku ini sedikit sekali; lebih banyak bertualang dan
memecahkan teka-tekinya. Bukan sesuatu yang buruk, tetapi khusus untuk buku
penutup ini, akan lebih seru jika ada lebih banyak pertarungannya.
Tak hanya pertarungan,
mungkin buku ini akan lebih baik juga apabila ada lebih banyak monsternya.
Sepertinya, jarang sekali monster dan iblis dieksplorasi dalam semesta The
Storm Runner ini. Memang bagian-bagian lain dalam mitologi Maya telah
dieksplorasi dengan oke, tetapi aku ingin lihat lebih banyak makhluk buas dan
mengerikannya. Aku ingin melihat lebih banyak pertarungan Zane dan teman-teman
melawan makhluk-makhluk jahat.
Kesimpulan
The Shadow Crosser
merupakan buku penutup trilogi The Storm Runner yang berhasil menjadi
puncak bagi petualangan Zane Obispo dan teman-teman. Dalam buku ini, konfliknya
makin pelik daripada dua buku sebelumnya. Teka-teki dalam buku ini sangat
membuat penasaran. Kalian pasti akan tergoda untuk terus membaca sampai
selesai. Walaupun buku ini kekurangan monster dan adegan pertarungan, secara
keseluruhan, petualangannya tetap oke. Dengan penokohan dan kerja sama yang
baik dari Zane dan teman-teman, The Shadow Crosser menghadirkan
petualangan bertema mitologi Maya yang seru. Maka dari itu, skor untuk buku ini
adalah 8,6/10.
Omong-omong, semesta buku
ini masih berlanjut, meskipun petualangan Zane sampai di sini saja.
Selanjutnya, kita akan melihat petualangan Ren dan Ah-Puch dalam dwilogi The
Shadow Bruja. Aku tidak sabar untuk membacanya!
Jika kalian menyukai Percy
Jackson and the Olympians, tentu kalian akan menyukai buku ini. Jadi, tak
usah ragu-ragu lagi. Ayo langsung saja mulai membaca trilogi The Storm
Runner yang seru sekali ini!
Sebelumnya (The Fire Keeper)
Selanjutnya (The Lords of Night)
Sang Penyeberang Bayangan adalah terjemahan literal dari The Shadow Crosser,
maaf jika frasa itu terasa aneh karena aku pribadi tidah tahu padanan kata yang
tepat untuknya, hehehe.
Komentar
Posting Komentar