Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1] (2017) yang lalu menjadi buku best-...
The Secret Life of Walter Mitty: Film Healing yang Imajinatif, Estetis, Inspiratif, dan Adventurous
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Identitas
Film
Judul
:
The
Secret Life of Walter Mitty
Sutradara
:
Ben Stiller
Produser
:
Samuel
Goldwyn Jr., John Goldwyn, Stuart Cornfeld, Ben Stiller
Tanggal
rilis
:
25
Desember 2013
Rumah
produksi
:
Samuel
Goldwyn Films, Red Hour Productions, New Line Cinema, TSG Entertainment, Big
Screen Productions, Down Productions, Ingenious Media
Penulis
naskah
:
Steve
Conrad (screenplay), James Thurber (cerpen)
Durasi
tayang
:
1
jam 54 menit
Pemeran
:
Ben
Stiller, Kristen Wiig, Shirley MacLaine, Adam Scott, Kathryn Hahn, Patton
Oswalt
Genre
:
Drama
komedi, petualangan
Sinopsis
Walter
Mitty (Ben Stiller) suka melamun. Dia kerap menahan diri untuk tidak melakukan
atau mengucapkan sesuatu. Maka dari itu, sebagai gantinya, dia suka melamun
membayangkan skenario seandainya dia menjadi nekat dan tidak menahan diri.
Seringkali, skenario dalam khayalannya begitu gila dan absurd. Masalahnya, dia
melamun ketika sedang berbicara dengan orang, membuatnya tak mendengarkan
percakapan.
Walter
sendiri bekerja di sebuah perusahaan majalah cetak, Life. Dia bekerja sebagai
manajer aset negatif, yakni divisi yang mengelola film atau negatif foto-foto
dari para fotografer majalah. Namun, setelah majalah Life diakuisisi perusahaan
lain dan akan dijadikan majalah daring, akan ada pengurangan pegawai
besar-besaran. Sebagian besar pegawai akan di-PHK, dan mungkin termasuk Walter.
Namun,
ada banyak hal juga yang perlu mereka selesaikan, salah satunya majalah cetak
Life edisi terakhir. Sean O’Connell (Sean Penn), sang fotografer yang gemar
bertualang dan telah berkontribusi besar terhadap majalah Life, meminta agar
foto yang digunakan untuk sampul majalah edisi tersebut adalah foto negatif nomor
25, tetapi foto tersebut tidak ditemukan di mana-mana.
Walter
pun memutuskan untuk pergi menyusul Sean O’Connell untuk menanyakannya langsung
di mana negatif nomor 25 itu. Akan tetapi, Sean adalah petualang yang selalu berpindah-pindah
lokasi, maka akan sulit untuk melacak keberadaannya. Meski begitu, Walter telah
membulatkan tekad. Dia pergi menyongsong petualangan gila dan absurd yang
selama ini cuma ada dalam khayalannya ketika melamun.
Kelebihan
Ini
adalah film yang diadaptasi dari cerita pendek berjudul sama karya James
Thurber. Belum pernah kubaca, maka tidak akan kusinggung lebih jauh ya. Untuk
filmnya sendiri, menurutku, film ini bagus sekali dan memberikan kesan yang
menghangatkan. Lagi-lagi, film drama komedi Amerika bisa sebegitu menghibur dan
menginspirasi diriku. Aku jadi teringat perkataan Ika Natassa dalam novel Heartbreak
Motel-nya (baca reviunya di sini), bahwa sejatinya film komedi adalah tentang perjalanan sang
protagonis menemukan kebahagiaannya sendiri. Seperti itulah kira-kira film ini.
Yang
aku suka dari film ini pertama-tama adalah aspek teknisnya. Ben Stiller tidak
hanya menjadi pemeran utama, tetapi juga menjadi sutradara film ini. Dia telah
melakukan pekerjaan yang sangat hebat untuk kedua posisi tersebut. Aku sangat
suka dengan permainan angle kamera di film ini. Beberapa adegan
sederhana, seperti adegan berjalan kaki, bisa menjadi begitu menarik dan
mengesankan karena diperlihatkan dengan angle kamera yang berbeda. Di
samping aspek visual lewat kamera, aspek audio film ini—yakni scoring dan soundtrack—juga
disajikan dengan tepat. Bahkan pemilihan soundtrack-nya pun pas dengan
ceritanya.
Selain
itu, aku juga suka dengan pemilihan lokasi sebagai latar tempatnya. Film ini
memiliki latar tempat di berbagai negara, sehingga kita dapat melihat panorama
alam berbagai negara tersebut. Aku begitu terpesona dengan pemandangan alam
Islandia dan Afghanistan yang dipilih dalam film ini. Cukup jarang film Amerika
menggunakan latar tempat di negara tersebut (atau mungkin aku yang kurang
banyak nonton film), apalagi dengan treatment yang ditujukan untuk me-highlight
keindahan alamnya; afterall, Afganistan adalah negara konflik yang
lebih sering diperlihatkan soal perangnya daripada keindahan alamnya. Kemudian,
latar tempat serta treatment yang digunakannya tersebut entah bagaimana
bisa memperlihatkan kesan yang lebih adventurous, memperkuat kesan
kontras antara kehidupan Walter selama ini dengan yang sedang dia jalani saat
itu.
Di
samping permainan angle kamera dan latar tempat, yang aku suka dari
aspek teknis film ini adalah transisinya. Transisi antara skenario nyata ke
skenario khayalan Walter, atau sebaliknya, ditampilkan dengan mulus. (Spoiler
alert) adegan ketika Walter mengkhayalkan dirinya sebagai seorang pendaki
gunung yang tiba-tiba muncul di kantor itu keren banget—sangat mulus
transisinya dan efek visualnya. Dan omong-omong soal efek visual, aku harus
mengapresiasinya juga untuk adegan-adegan khayalan Walter lainnya yang lebih
absurd dan gokil, seperti (spoiler alert) adegan ketika dia
mengkhayalkan berebut mainan. Aku suka karena film ini bisa menyampaikan
seberapa gila imajinasi Walter dengan sangat baik, dan mampu mentransisikan
antara khayalan dan realitas tersebut dengan baik.
Omong-omong,
film ini juga memiliki sedikit elemen romansa. Walter sedang suka dengan rekan
kerjanya yang masih baru, Cheryl Melhoff (Kristen Wiig). Memang romansa mereka
bukan menjadi poin utama filmnya, malah hanya terasa sebagai pemanis cerita,
tetapi itu berhasil. Disajikan dengan porsi dan chemistry yang pas serta
terkesan dewasa, penampilan mereka berdua mampu mencuri perhatian. Tidak butuh
waktu lama bagiku untuk mendukung mereka.
Kemudian,
bagian paling aku suka dari keseluruhan filmnya: pembelajaran yang
disampaikannya. Film ini terutama ingin memberi tahu kita agar menjalani hidup
sebaik-baiknya. Salah satunya adalah lewat moto majalah Life itu sendiri.
Bahkan, di beberapa adegan, moto ini ditampilkan di latar film berulang kali,
dengan carakeren yang bisa menyorot keindahan latar serta motonya itu
sendiri. Berikut adalah moto majalah Life:
To
see the world, things dangerous to come to,
To
see behind the walls, draw closer,
To
find each other, and to feel
That is the purpose of
life.
Moto
tersebut adalah salah satu best quotes dalam film—sesuai sekali dengan
isi filmnya.
Itulah
pesan yang paling kuat dari film ini. Walter mulanya tidak berani bertindak dan
selalu menahan diri, tetapi dia mengimajinasikan situasi jika dia tidak menahan
diri. Dia sering sekali tersesat dalam khayalannya. Namun, petualangannya
mendorongnya untuk berhenti berkhayal dan mengambil aksi. Daripada hanya hidup
dalam khayalan, lebih baik menjalani hidup yang sebenarnya dengan
sebaik-baiknya. Rupanya, Walter mampu melakukan hal-hal segila yang biasanya
dia khayalkan. Itu sangat keren dan menginspirasi bagiku.
Terakhir,
tentu adalah penutup film ini. Adegan penutup yang sederhana dan romantis
antara Walter dan Cheryl sepertinya pas untuk mengakhiri kisah ini. Ditambah
lagi, saat akhirnya diungkap foto dari negatif yang hilang itu, yang ingin
dijadikan sampul edisi terakhir majalah Life, aku jadi merasa emosional. Itu
kejutan yang terasa dalam dan personal bagi para pekerja majalah Life,
penghargaan yang indah sekali—terutama bagi Walter.
Kelemahan
Sebenarnya,
tidak ada kelemahan yang berarti dari film ini. Secara keseluruhan, cerita dan
teknisnya sudah bagus. Mungkin yang kurang dari film ini adalah rasa atau feel-nya.
Petualangan Walter memang indah di mata dan inspiratif, tetapi secara emosi
belum terlalu mengena. Kemudian, komedi film ini terasa biasa saja—tidak buruk,
tapi tidak sampai membuat tertawa ngakak. Kalau kalian ingin menonton film
komedi untuk membuat kalian tertawa terbahak-bahak, film ini rasanya bukan
pilihan yang tepat.
Kesimpulan
The
Secret Life of Walter Mitty adalah sebuah film drama komedi-petualangan
yang indah dan inspiratif. Film ini memiliki aspek teknis yang bagus sehingga
mampu menyajikan cerita seindah itu. Pemilihan latar tempatnya pas, mampu memanjakan
mata penonton dengan panorama indah berbagai negara. Permainan angle kamera,
scoring, serta soundtrack-nya pun sesuai dan asyik. Walau emosi
dan komedinya belum maksimal, film ini mampu memperlihatkan perjalanan
transformasi protagonisnya dari seorang pria yang takut dan ragu-ragu menjadi
pria yang pemberani, tegas, dan charming. Skor untuk film ini kuberikan
9/10. Ini adalah film yang cocok untuk ditonton siapapun dan bisa menjadi
pilihan yang tepat untuk healing.
Kalian dapat menonton The Secret Life of Walter Mitty di Disney+ Hotstar dan Netflix. Silakan tonton trailer filmnya di bawah ini.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar