A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Ganjil Genap: Cerita Chick Lit Ringan dan Asyik yang "Jakarta Banget"

Identitas Buku

Judul

:

Ganjil Genap

Penulis

:

Almira Bastari

Penerbit

:

PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit

:

2020

Cetakan

:

IV

Tebal

:

344 halaman

Harga

:

Rp95.000

ISBN

:

978602038010

Genre

:

Komedi romantis, metropop, chick lit

 

Tentang Penulis

Almira Bastari lahir pada tahun 1990. Dia seorang lulusan S-1 Intitut Teknologi Bandung dan S-2 University of Melbourne. Meski telah menulis beberapa buku, Almira Bastari juga bekerja sebagai analis di PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Di dunia kepenulisan, namanya terkenal sebagai seorang penulis novel metropop, dengan buku pertamanya yang terbit adalah Melbourne (Wedding) Marathon (2017). Karya-karyanya yang lain antara lain: Resign! (2018), Ganjil Genap (2020), dan Home Sweet Loan (2022).


Sinopsis

Bagaimana rasanya diputusin pacar yang sudah bareng sama kalian selama tiga belas tahun? Kayak cobaan hidup! Itulah yang dialami Gala ketika Bara, pacarnya selama tiga belas tahun sejak SMA, memutuskan hubungan mereka. Tiga belas tahun sia-sia, tidak berujung pernikahan. Padahal, tahun depan Gala berusia 30 tahun—sudah seharusnya dia menikah. Situasi makin pelik ketika adiknya akan menikah segera yang membuat Gala didesak keluarganya untuk segera menemukan calon suami agar dia tidak dilangkahi adiknya.

Tidak mau bergalau lama-lama, Gala melakukan segala cara untuk mendapatkan pacar baru. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya: Nandi, Sydney, dan Detira, Gala mencoba peruntungan di darat, di udara, dan di dalam air untuk menemukan pria yang tepat untuk dirinya. Berbagai metode dia lakukan, mulai dari ikut kursus menyelam, liburan singkat ke luar negeri, menggunakan jasa biro jodoh, menggunakan Tinder, sampai konsultasi dengan dukun! Akankah Gala berhasil menemukan pria yang tepat untuk menggenapi hari-hari ganjilnya?

 

Kelebihan

Aku membaca Ganjil Genap karena penasaran dengan novel genre metropop yang cukup populer dibicarakan di media sosial ini. Setelah sebelumnya aku membaca Heartbreak Motel karya Ika Natassa (baca reviunya di sini) yang drama-romantis, aku jadi penasaran dengan variasi genre metropop yang lain, yang lebih komedi. Maka, aku jatuhkan pilihanku untuk membaca Ganjil Genap.

Katanya, Ganjil Genap tuh Jakarta banget. Dan aku setuju dengan itu. Cerita ini sebagian besar berlatar tempat di Jakarta, dan tokoh utamanya, Gala adalah seorang perempuan metropolitan sejati. Melalui karakter Gala, pembaca bisa merasakan gaya hidup yang “Jakarta banget” (yang sesuai stereotipe[1] orang-orang metropolitan)—meskipun sebenarnya tidak semua orang Jakarta seperti Gala, hahaha.

Namun, yang membuat novel ini lebih terasa Jakarta adalah adanya peraturan ganjil-genap yang sering sekali disinggung dalam buku ini. Jadi, peraturan ganjil-genap itu adalah kebijakan rekaya lalu lintas yang membantasi penggunaan kendaraan pribadi di ruas-ruas jalan tertentu di Jakarta dengan cara hanya membolehkan kendaraan berplat nomor ganjil melintas di sana pada tanggal ganjil dan kendaraan berplat nomor genap pada tanggal genap, selama kurun waktu tertentu. Kebijakan ini khas orang Jakarta banget karena memengaruhi keseharian orang Jakarta. Sejak ada kebijakan ini, orang-orang Jakarta harus kreatif untuk mengakalinya.

Yang aku suka dari buku ini ialah sejak awal sampai akhir, kebijakan ganjil-genap ini disinggung terus, konsisten. Bahkan, pada beberapa adegan dan dialog, kebiajakan ini jadi materi penting. Misalnya, dalam beberapa percakapan, Gala yang mobilnya berplat genap suka ditanya, “kamu kalau hari ganjil gimana?”, yang lalu dijadikan bahan untuk gombal, hahaha. Jadi, kebijakan ganjil-genapnya itu bukan sekadar untuk judul atau penguat latar, melainkan menjadi bagian dari ceritanya itu sendiri.

Kemudian, untuk sebuah cerita romcom, jalan ceritanya itu bagus. Aku suka dengan romcom yang tidak terlalu basa-basi dan langsung menunjukkan masalahnya tuh apa, seperti buku ini. Premis yang sederhana tersebut pun dikembangkan menjadi cerita yang ringan dan asyik. Mungkin relatable untuk orang-orang yang sudah punya terget usia menikah tapi belum punya calon, atau orang-orang yang berusaha move on dari mantan terlama.

Cara penulisnya mengembangkan cerita pun totalitas gokilnya. (Spoiler alert) awalnya Gala bilang tidak mau ke biro jodoh ataupun main Tinder, tapi pada akhirnya dilakukan juga. Bahkan, sampai ke dukun, hahaha. Itu lucu banget, aku sampai berpikir, “astaga, sampai segitunya mencari jodoh cepat-cepat.” Jadi, kalian tidak perlu khawatir akan dikecewakan oleh jalan ceritanya yang komedi ini, pasti bisa membuat kalian tertawa.

Selain itu, menurutku karakter Gala ini menarik. Karakter Gala itu Jakarta banget karena sama-sama penuh kontroversi dalam dirinya, kayak Jakarta yang penuh dualitas. Berulang kali dalam buku ini disinggung soal MBTI tokoh-tokohnya. Kepribadian Gala berdasarkan MBTI adalah INTJ[2] yang katanya lebih mengandalkan logika. Namun, dalam cerita, beberapa kali Gala membuat keputusan yang tidak masuk akal—lebih mengandalkan perasaan daripada rasionalitas. Itu manusiawi karena sebenarnya orang dewasa memang penuh dengan berbagai kontroversi dalam dirinya. Malahan, itu menambah kelucuan karakternya.

Oh iya, ada insight bagus dari cerita ini. Di masyarakat kita, sering kali perempuan diberi tahu bahwa sebaiknya menikah sebelum usia 30, dan sekarang pun mulai banyak gagasan-gagasan yang kontra dengan itu, bahwa sebaiknya menikah di usia terlalu muda. Seakan-akan ada batas usia yang tepat untuk menikah bagi perempuan, dan ketika perempuan menikah di luar batas usia tersebut, mereka seperti gagal, seperti bersalah secara moral.

Namun, buku ini menunjukkan dua hal yang cukup mengejutkan menurutku, menentang gagasan rentang usia ideal menikah tersebut. (Spoiler alert) dalam buku ini, ada Gala yang belum ada calon pendamping di usia 29 dan ada adiknya yang baru lulus kuliah tapi sudah mau menikah. Yang satu sudah “terlalu tua” dan yang satu masih “terlalu muda”. Akan tetapi, buku ini justru secara tidak langsung bilang bahwa mau menikah muda ataupun belum menikah di usia 30-an, itu pilihan yang bebas diambil perempuan. Perempuan bebas memilih yang mana yang membuat mereka paling bahagia.

Kemudian, hal bagus lainnya dari buku ini tentu saja adalah hikmah yang terkandung dalam ceritanya. Yang pertama, do not settle for less. Maksudnya adalah jangan mau berkompromi terlalu banyak dalam hal menetapkan pilihan pasangan untuk menikah. Meskipun Gala sedang buru-buru mencari pasangan, dia tidak menurunkan standarnya—yang standarnya tentu bisa diperdebatkan, dan tidak bersifat umum. Dia tetap pilih-pilih karena dia sadar pasangan yang akan dia pilih akan mendampinginya seumur hidup sehingga tentu dia harus cocok dengan pasangannya tersebut.

(Spoiler alert) bahkan, sekalipun bertemu orang yang cocok, tetapi kalau orang itu punya visi yang berbeda, menginginkan hal yang berbeda ke depannya, Gala dengan tegas menolak. Dia belajar bahwa berpacaran dengan orang yang menginginkan hal berbeda dengan dirinya adalah buang-buang waktu. Jangan mau berkompromi dengan orang seperti itu, apalagi sambil berpikir bahwa kamu bisa mengubahnya suatu saat nanti. Bukan tanggung jawabmu untuk mengubah pikirannya, dan kamu memang tidak bisa.

Terakhir, tidak perlu orang lain untuk menggenapi hari-harimu. Gala pada akhirnya sadar bahwa tanpa Bara, tanpa pria manapun itu, dia tetap bisa merasakan bahagia. Menjadi lajang memberikan dia waktu untuk berefleksi bahwa selama berpacaran dengan Bara, dia berkompromi dalam banyak hal, dia memohon dalam banyak hal sehingga dia tidak pernah benar-benar memenuhi keinginannya. Kini, dengan statusnya yang lajang, Gala bisa menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri—membahagiakan dirinya sendiri tanpa kehadiran orang lain.

Itu adalah pesan yang relatable sekali dengan keadaan dunia saat ini, yang seakan mengatakan bahwa memiliki pasangan lebih baik daripada sendiri. Padahal, orang yang punya pasangan pun bisa (bahkan, sering kali) tidak bahagia akibat pasangannya. Kebahagiaan itu datang dari diri sendiri, bukan pasangan.

 

Kelemahan

Salah satu hal yang kurang aku suka dari buku ini mungkin gaya narasi penulisnya. Secara umum, aku tidak keberatan dengan itu. Akan tetapi, pada beberapa bagian cerita terasa seperti lompat-lompat atau cepat-cepat. Sebagian besar bab diceritakan runut, tetapi beberapa bab itu tak begitu jelas latar waktunya dibandingkan bab sebelumnya.

Kemudian, aku merasa bagian cerita ketika Gala mulai mencari pacar baru dan sebelum bertemu Mas Aiman itu terasa kelamaan. Pada bagian ini, terlalu banyak cowok yang muncul dan kejadian yang terjadi, tapi hanya sepotong-sepotong. Ada beberapa cowok yang kelihatannya akan menjadi fokus cerita, tapi malah hilang kemudian, eh tiba-tiba muncul lagi nanti. Entah mengapa aku merasa agak risih dengan itu. Ketika cowok tersebut di-mention lagi kemudian, itu aku sudah lupa dia yang mana, saking banyaknya yang muncul sebelumnya.

Namun, kelemahan yang lebih penting adalah transisi perkembangan karakter Gala di akhir. Oke, aku suka dengan perkembangan karkaternya yang tak lagi buru-buru mencari pasangan, tetapi prosesnya terasa dilompat. Proses dari Gala yang masih pusing mencari pacar baru ke Gala yang sadar bahwa dia bisa bahagia sendiri itu seperti dilompati—seakan ada bagian yang tak diceritakan. Tidak dijelaskan bagaimana Gala akhirnya bisa sampai ke kesimpulan itu.

 

Kesimpulan

Ganjil Genap adalah cerita metropop-komedi-romantis yang ringan dan menyenangkan. Buku ini secara konsisten terus menyebutkan kebijakan ganjil-genap di Jakarta dalam ceritanya sehingga membuatnya terasa Jakarta banget. Tokoh utamanya juga menarik—seorang wanita karir di kota metropolitan yang penuh kontroversi dalam dirinya. Banyak perempuan bisa belajar dari sosok Gala si tokoh utama tersebut. Walaupun narasinya masih memiliki kelemahan, tetapi pesan moral yang disampaikannya itu bagus sekali. Pada akhirnya, kebahagiaan diri kita bergantung pada diri kita sendiri, bukan pada kehadiran orang lain. Aku memberikan skor 8,5/10 untuk buku ini. Aku merekomendasikan buku ini untuk dibaca anak muda, terutama perempuan dewasa yang mulai terpikir untuk menikah.

Oh iya, ternyata buku ini adalah spin-off dari novel Almira Bastari yang lain, yakni Melbourne (Wedding) Marathon, yang menceritakan kisah Sydney dan suaminya sebelum mereka menikah. Kalau Almira Bastari ingin menulis spin-off lainnya, aku rasa akan sangat menarik kalau dia menulis tentang Mas Aiman atau Bara, lalu di dalamnya kita di-spill sedikit tentang kabar terbaru dari kehidupan asmara Gala, hahaha.

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!


[1] Stereotipe adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat (sumber: KBBI).

[2] INTJ (introvert, intuitive, thinking, and judging) adalah salah satu kelompok kepribadian manusia berdasarkan MBTI. Orang dengan kepribadian ini senang menganalisis suatu hal, memecahkan kode atau hal tersembunyi, dan merencanakan banyak hal agar sejalan dengan tujuan mereka (sumber: orami.com). Orang berkepribadian INTJ hanya berjumlah dua persen dari populasi manusia, dan wanita dengan kepribadian ini sangat jarang, hanya 0,8% dari populasi manusia—seringkali merupakan tantangan bagi mereka untuk menemukan individu yang memiliki ketertarikan yang sama yang mampu tahan terhadap intelektualisme tajam dan manuver berbelit mereka (sumber: 16personalities.com). 

Komentar