 |
Sampul Evermore versi terbitan Orchard Books tahun 2019 |
Identitas Buku
Judul
|
:
|
Evermore (Everless #2)
|
Penulis
|
:
|
Sara Holland
|
Penerjemah
|
:
|
Reni Indardini
|
Penyunting
|
:
|
Yuli Pritania
|
Penerbit
|
:
|
Noura Books PT Mizan Publika
|
Tahun terbit
|
:
|
2022 (2018 untuk versi bahasa Inggrisnya)
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
338 halaman
|
Harga
|
:
|
Rp124.000,-
|
ISBN
|
:
|
978232420892
|
Genre
|
:
|
High fantasy, distopia,
drama, romantis, petualangan, young adult
|
Tentang Penulis
Sara Holland adalah seorang penulis New York Times-Bestselling. Dia tumbuh
di kota kecil di Minnesota dengan ratusan buku. Dia pernah bekerja di kedai teh,
kantor dokter gigi, dan kantor ibu kota sebelum akhirnya memilih berkarir
sebagai penulis. Novel Everless merupakan
debutnya. Sekarang, dia dapat ditemukan menjelajahi toko-toko buku atau
menemukan cara baru untuk menaruh kafein ke dalam aliran darahnya.
Sinopsis
Kisah tentang sang Penenung
dan sang Alkemis
ternyata nyata. Mereka pernah menjejakkan kaki di Sempera berabad-abad silam. Namun,
fakta yang lebih membuat Jules Ember terkejut ialah bahwa dia adalah
reinkarnasi sang Alkemis sendiri. Kini, musuhnya sekaligus sahabat lamanya,
Caro yang merupakan sang Penenung mengincarnya karena dahulu, di kehidupan
pertamanya, Jules mencuri jantungnya.
Di dua belas kehidupan, keduanya telah berseteru
dan mereka dipertemukan kembali di kehidupan ini. Caro tak akan berhenti sampai
berhasil menghancurkan hati Jules berkeping-keping. Dia tidak ragu untuk
mengerahkan seluruh tentara di Sempera ataupun membunuh seluruh penduduk
Sempera sampai berhasil merebut jantungnya kembali dari Jules.
Jules tidak bisa tinggal diam dan lari ketika
seluruh negeri ada dalam bahaya karenanya. Dia harus menemukan senjata yang
bisa mengalahkan sang Penenung. Demi melindungi orang-orang yang dia kasihi,
dan laki-laki yang dia cintai, Jules harus membunuh Caro sebelum Caro membunuh
mereka dan mencelakakan seluruh Sempera.
Kelebihan
 |
Sampul Evermore versi orisinal cetakan pertama terbitan HarperTeen tahun 2018 |
Sebelum mulai mengulas buku ini, aku ingin
memberi disclaimer bahwa aku belum
pernah membaca buku bergenre fantasi-romansa-drama seperti ini sebelumnya,
kecuali Everless yang merupakan buku
pertama dwilogi ini. Aku memberikan disclaimer
ini sebab kebanyakan reviu di Goodreads mengatakan bahwa buku ini terlalu flat dan formulaic—alurnya terlalu mirip dengan kebanyakan buku segenre. Maka
dari itu, aku yakin orang yang belum biasa membaca buku genre sejenis bisa
memiliki pendapat yang berbeda tentang buku ini. Baiklah, mari kita mulai
reviunya.
Pertama-tama, aku suka sekali dengan desain
sampulnya, sangat bagus! Desainnya masih satu tema dengan buku sebelumnya,
hanya saja yang kali ini berwarna toska. Judulnya pun serasi dengan buku
sebelumnya serta terdengar elegan, Evermore.
Aku jadi teringat albumnya Taylor Swift, hahaha. Dan tidak hanya itu, Sara
Holland masih menggunakan kalimat-kalimat cantiknya dalam buku ini, membuat
beberapa adegan pada cerita terkesan lebih emosional dan indah, seperti dongeng
yang kelam.
Meski desain sampulnya serasi, untuk sebuah
sekuel, cerita Evermore berbeda
sekali dari Everless. Kalau alur Everless mengalun lambat dan penuh
intrik dan misteri, alur Evermore menegangkan
dan mendebarkan. Selalu ada suasana tegang di setiap halamannya, bahkan ketika
adegan yang seharusnya romantis sekalipun. Evermore
berhasil menjaga intensitas cerita sehingga menjadikan buku ini page-turning.
Perkembangan karkater Jules pun bisa dibilang
lebih menarik dibandingkan pada buku sebelumnya karena di sini, Jules juga
mengalami konflik internal. Dia khawatir orang-orang yang membantunya akan terluka,
dan seperti kebanyakan orang, Jules memilih untuk menjauhkan mereka demi
melindungi mereka. Pada beberapa kesempatan aku selalu kesal karena Jules
selalu memperburuk keadaan. Akan tetapi pada akhirnya, dia mengerti bahwa dia
tidak bisa sendirian—dia pun mengajak sekutu-sekutunya untuk membantunya.
Kemudian, perbedaan lainnya dengan Everless ialah unsur genrenya. Everless memiliki unsur genre misteri,
sementara Evermore memiliki unsur
genre petualangan. (Spoiler alert) di
buku ini, Jules bersama Liam Gerling berkelana ke berbagai tempat untuk
menemukan cara membunuh Caro dengan mengorek masa lalu Jules sewaktu hidup sebagai
sang Alkemis. Pembaca akan diajak menjelajahi beberapa tempat baru di negeri
Sempera serta mengetahui lebih banyak tentang kebudayaan di negeri tersebut.
Itu merupakan pengembangan worldbuilding
yang menarik. Apalagi, pada buku ini juga disinggung tentang negeri selain
Sempera sehingga memperkuat gambaran pembaca tentang semesta dwilogi ini. Aku
rasa akan menarik sekali apabila Sara Holland ke depannya mengembangkan semesta
ini dengan menulis cerita berlatar negeri-negeri selain Sempera tersebut.
Untuk yang suka dengan genre romansa, kalian
pasti puas karena Evermore
menyediakannya. Seakan ingin menebus buku sebelumnya yang romansanya tidak
terlalu ditonjolkan, romansa antara Jules dan Liam menjadi salah satu highlight di buku ini. Semua yang Jules
lakukan dalam petualangannya adalah untuk melindungi Liam, laki-laki yang dia
cinta, maka sudah sepatutnya elemen romansa pada buku ini disajikan sebagus itu.
Apalagi, mengingat hubungan keduanya yang dahulu bermusuhan di buku Everless, melihat mereka beradu kasih di
buku ini membuatku tersenyum. Cocok banget untuk yang suka enemy-to-lover trope.
Adegan Jules-Liam favoritku ada dua. (Spoiler alert) yang pertama adalah
ketika keduanya pertama kali tiba di kamar sang Alkemis di Benteng Pencuri. Cara
Liam mengajak Jules berkeliling tempat tinggal sang Alkemis dulu itu sangat
romantis—mungkin seperti ketika Aladdin mengajak Jasmine berkeliling dunia
dengan karpet terbang. Yang kedua adalah ketika Jules meminta agar Liam kembali
ke Everless, hunian keluarga Gerling, dan berhenti mendampinginya dalam
misinya. Perpisahan keduanya cukup menyayat hati. Rasa sedih Jules yang harus
berbohong ke orang yang dia cinta ketika sebenarnya dia ingin terus di sisinya
terasa begitu sedih. Sara Holland berhasil mendeskripsikan perasaan Jules
dengan begitu baik dengan kalimat-kalimat yang indah.
Kelemahan
Akan tetapi, akibat vibes ceritanya berbeda dari buku pertamanya, Evermore kehilangan pesona yang dimiliki Everless. Tidak ada lagi tokoh dengan segala rahasia dan watak yang
disembunyikan. Di Everless, pembaca
dikejutkan dengan tindakan tokoh-tokohnya yang ternyata berbeda dari prasangka
awal, tetapi itu tidak ada di Evermore.
Walaupun memang Evermore memberikan
yang tidak dimiliki Everless, yakni
petualangan penuh tantangan dan misteri.
Kemudian, peran kebanyakan tokoh seperti tidak
penting di sini, padahal tokoh tersebut tokoh penting pada buku sebelumnya.
Contohnya adalah Ina Gold—dia tidak berbuat banyak di buku ini. Adegannya saja
sedikit sekali. Padahal, perannya dapat dibuat lebih baik lagi daripada itu. Contoh
lainnya adalah Caro, si antagonis sendiri. Adegan dia tidak banyak, (spoiler alert) hanya di awal cerita
ketika Jules ada di istana Shorehaven dan ketika babak resolusi cerita. Akibatnya,
kekejaman Caro pun tidak berhasil diperlihatkan sekejam itu, agak kurang sesuai
dengan yang dikataka Jules kalau menurutku.
Walaupun aku sangat suka dengan perkembangan
hubungan Jules dan Liam, ada satu momen mereka yang sangat aku tidak suka, (spoiler alert) yakni ketika keduanya
bertemu kembali di griya Everless dan tidur bersama. Padahal saat itu cerita
sudah masuk fase akhirnya, menuju adegan terakhir, tetapi Jules dan Liam malah
tidur. Itu memang romantis, tetapi salah tempat. Mungkin seharusnya ada lagi
adegan lain sebelum itu supaya tidak langsung masuk ke babak akhir cerita sebab
kemesraan Jules-Liam yang salah tempat itu merusak ketegangan cerita.
Aku juga sedikit kecewa karena tidak ada adegan
pertarungan yang seru antara Jules dan Caro. Oleh karena mereka adalah sang
Alkemis dan sang Penenung yang kekautan sihirnya melegenda, aku berekspektasi
pada akhirnya mereka akan bertarung, sebuah pertarungan penuh sihir yang mengagumkan.
Akan tetapi, tahap resolusinya berakhir begitu saja, kurang di-build up dengan baik. Meskipun itu
adalah sebuah penyelesaian yang emosional, tetapi aku yakin sebenarnya bisa di-build up dengan lebih rapih lagi.
Kesimpulan
Evermore
merupakan sebuah sekuel yang tidak biasa
karena berbeda sekali dari buku pertamanya. Alih-alih slow-burn, alur Evermore terasa
lebih cepat dan padat, penuh ketegangan dan petualangan. Selain itu, buku ini
menawarkan cerita romansa yang akan memuaskan hati pembaca. Kemesraan Jules dan
Liam sangatlah manis—sangat direkomendasikan untuk yang suka enemy-to-lover trope. Akan tetapi, penokohan
dan build up cerita menjelang babak
terakhirnya itu agak berantakan. Walaupn begitu, Evermore adalah sebah sekuel yang menarik dan page-turning, sebuah babak akhir yang ditunggu-tunggu dari kisah sang Alkemis dan sang
Penenung yang sudah berlangsung 500 tahun di Sempera. Aku beri skor 7,8/10.
Sebelumnya (Everless)
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Worldbuilding adalah proses
mengonstruksi dunia imajiner, terkadang diasosiasikan dengan semesta fiksional
(sumber: Wikipedia).
Komentar
Posting Komentar