Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1] (2017) yang lalu menjadi buku best-...
Black Panther: Wakanda Forever: Film Penutup MCU Fase 4 yang Emosional, Epik, dan Brilian!
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Identitas Film
Judul
:
Black Panther: Wakanda Forever
Sutradara
:
Ryan
Coogler
Produser
:
Kevin Feige, Nate Moore
Tanggal rilis
:
11 November 2022
Rumah produksi
:
Marvel Studios
Penulis naskah
:
Ryan Coogler (screenplay), Joe Robert Cole (screenplay),
Stan Lee (pencipta karakter Black Panther)
Superhero, fiksi ilmiah,
fantasi, action, petualangan, drama
Sinopsis
Setelah meninggalnya Raja T’Challa sang Balck
Panther, negeri Wakanda berkabung dalam duka—terutama Ratu Ramonda (Angela
Bassett) dan Putri Shuri (Letitia Wright). Namun, ketiadaan Black Panther sang
pelindung Wakanda menjadi sinyal bagi negara-negara lain untuk mencari
vibranium, logam terkuat di bumi. Berbagai upaya dilakukan oleh negara-negara
di dunia, mulai dari mencari vibranium di luar Wakanda sampai berusaha
mencurinya dari Wakanda.
Namun, ternyata usaha pencarian vibranium di luar
Wakanda memicu konflik dengan sebuah bangsa misterius yang hidup di dasar samudra.
Pemimpin mereka yang dikenal dengan nama Namor (Tenoch Huerta) datang ke
Wakanda untuk memberikan ultimatum. Dia menuntut agar Wakanda membantu mereka menghentikan
usaha eksplorasi vibranium tersebut dan jika tidak, Namor dan bangsanya akan
menyatakan perang dengan seluruh negeri di permukaan.
Kelebihan
Black
Panther: Wakanda Forever dibuka dengan adegan yang
mengingatkan penonton pada berita mengejutkan tentang kepergian Chadwick
Boseman. Film ini diawali dengan meninggalnya Raja T’Challa. Prosesi
pemakamannya terasa begitu sakral dan khidmat. Duka warga Wakanda, terutama
Ratu Ramonda dan Shuri begitu terasa. Aku pribadi takjub sekali dengan adegan
tersebut karena tak hanya terasa menyentuh secara emosional, tetapi juga
mengagumkan berkat kecanggihan teknologi dan pesona kebudayaan Wakanda.
Sebagaimana yang tentu sudah kalian tahu, tokoh
utama film ini berganti menjadi Shuri. Perkembangan karkaternya di film ini sangat
menarik. Caranya menghadapi kenyataan meninggalnya T’Challa adalah poin penting
dari perkembangan karakternya. Meski kematian T’Challa sudah lewat cukup lama,
Shuri tetap kesulitan untuk move on. Itu
pasti relatable sekali, dan
orang-orang tentu bisa mengerti perasaannya. Duka kehilangan seseorang yang
sangat dicintai dan dikagumi tentu membutuhkan waktu lama untuk disembuhkan.
Bagi Shuri, duka yang ia alami bukan sekadar
kehilangan raja, melainkan juga seorang kakak. Lebih berat lagi, dia juga
merasa telah gagal menyelamatkan kakaknya. Dia tahu bahwa dia mampu
menyelamatkannya, tetapi dia gagal. Rasa marah itulah yang membuatnya tak bisa
merelakan kepergian T’Challa. Itu pula yang membuatnya terus menyibukkan diri
di laboratorium, mengembangkan teknologi baru, sampai bersikap “kurang ajar”
kepada para tetua yang menjunjung tradisi. Bagaimanapun juga, kesedihan yang
Shuri rasakan, usahanya untuk bisa merelakan kepergian keluarga yang ia cintai,
menjadikan film ini begitu emosional dan indah.
Selain Shuri, Ratu Ramonda juga merasa kehilangan
atas kematian T’Challa. Dia tampil sebagai sosok ratu yang tetap harus
berwibawa dan kuat di depan dunia, sebagaimana yang ia tunjukkan di konferensi
bersama para pemimpin negara-negara dunia. Di saat yang sama, dia sesungguhnya
adalah seorang ibu yang sedang bersedih dan mencoba tegar untuk dirinya dan keluarganya.
Pidatonya, “I am the queen of the most
powerful nation in the world! And my entire family is gone. Have I not given everything?”—itu
membuatku merinding. Ketegasan, kemarahan, dan kesedihan terasa sekali di dalam
pidato tersebut.
Kemudian, Wakanda tetap sememesona biasanya.
Meski Wakanda juga menjadi latar tempat film Avengers: Infinity War (2018), penggambaran Wakanda di film Black Panther: Wakanda Forever berbeda
dengan film tersebut. Caranya menampilkan Wakanda membuatku bernostalgia ke
film Black Panther pertama (2018). Bahkan,
beberapa adegan film ini pun juga seperti mereduplikasi adegan-adegan di film
pertamanya, (spoiler alert) seperti
adegan ketika Ratu Ramonda dan Okoye (Danai Gurira) yang sedang mengendarai
pesawat tiba di Wakanda dan adegan ketika Okoye, Shuri, dan Riri (Dominique
Thorne) kejar-kejaran mobil di jalanan kota pada malam hari. Ryan Coogler
tampaknya memiliki banyak cara untuk membuat penonton mengenang film pertama Black Panther.
Hal menarik berikutnya dari film Black Panther: Wakanda Forever adalah
kehadiran dua tokoh baru, yakni Namor dan Riri Williams. Di versi komiknya,
Riri nantinya akan menjadi penerus Iron Man dan menjadi pahlawan super bernama
Iron Heart. Namun, debutnya di film ini belum sampai situ dan aku rasa itu
justru pas. Memang peran Riri dalam cerita ini penting, tetapi aku setuju untuk
tidak membuat perkembangannya terlalu pesat, mengingat Shuri, Namor, dan
prajurit Wakanda-lah pusat cerita ini. Aku pun menyukai karakternya, dia seakan
hadir sebagai teman bagi Shuri, sosok teman yang bisa mengerti perasaan Shuri
sebab mereka memiliki banyak kesamaan. I’d
love to see more of her actions in the next Marvel movies/series.
Tokoh baru yang berikutnya adalah Namor alias
K’uk’ulkan. (Spoiler alert) dia
adalah pemimpin Talokan, sebuah negeri rahasia di bawah air. Yang menarik dari
karakternya adalah bahwa dia mutan pertama yang debut di MCU (jika kita
mengecualikan Kamala Khan alias Miss Marvel—tonton Miss Marvel dan baca
reviunya di sini). Itu membuka pintu untuk masuknya para mutan dan X-Men ke dalam cerita
MCU.
Tenoch Huerta melakukan kerja bagus memerankan
Namor. Ia berhasil menampilkan sosok Namor yang karismatik, keren, juga
mengerikan dan mengintimidasi. Film ini mampu memperlihatkan betapa kuatnya
Namor, sesosok ancaman yang tak bisa diremehkan. Selain itu, aku suka cara film
ini menampilkan kilas balik origin-nya
Namor untuk memperdalam karakternya, sehingga ia tidak sekadar menjadi
antagonis jahat belaka. Penonton bisa mengerti alasannya berbuat seperti itu
dan motif Namor untuk membenci manusia permukaan pun bisa dimengerti, dan yang
lebih menariknya ialah itu lekat dengan sejarah kolonialisme di Amerika
terhadap bangsa di Mesoamerika[1].
Nah, itu juga yang menjadi daya tarik film ini.
Film pertama Black Panther telah
berhasil merepresentasikan budaya Afrika beserta keberagamannya. Kemudian, Black Panther: Wakanda Forever juga terbilang
berhasil merepresentasikan budaya suku Maya, tepatnya Maya Yukatek, melalui
bangsa Talokan yang dipimpin Namor. Mulai dari pakaian, aksesoris, bahasa, sampai
sejarah kolonialisme yang dialami bangsa Maya ditampilkan dalam film ini.
Bahkan, scoring filmnya juga
menyesuaikan aspek kebudayaan tersebut—ketika sedang di Wakanda, scoring-nya bernuansa
musik etnis Afrika; ketika sedang di Talokan, scoring-nya bernuansa musik etnis Maya.
Bagiku pribadi, keberadaan aspek kultural
tersebut merupakan sesuatu yang amat menarik. Film ini menghadirkan dua bangsa
yang dahulu tertindas oleh kolonialisme kulit putih, yakni bangsa Afrika dan Maya,
sebagai bangsa yang sangat kuat.
Gambaran bahwa kedua bangsa tersebut “tertinggal” dari kemajuan peradaban
bangsa kulit putih seakan terhapus dalam film ini. Orang-orang Amerika terlihat
tak bisa berbuat apa-apa melawan Wakanda dan Talokan. Maka dari itu, aku
menilai film ini berhasil menaikkan citra kedua bangsa tersebut.
Kemudian, akibat dari mengadaptasi aspek
kebudayaan suku Maya, karakter Namor dalam film ini mengalami sedikit perubahan
dari versi komiknya. Namor di Black
Panther: Wakanda Forever memiliki nama lain, yakni K’uk’ulkan[2]
yang diambil dari mitologi suku Aztec. K’uk’ulkan adalah Dewa Ular Berbulu yang
sangat dipuja oleh suku Aztec—yang juga bangsa maju di daratan Mesoamerika. Maka
dari itu, film ini tidak hanya mengangkat kebudayaan Maya Yukatek, tetapi juga mengadaptasi
mitologi Aztec ke dalam ceritanya. Itu merupakan sebuah cara apresiasi yang
bagus sebab mitologi Aztec, khususnya sosok K’uk’ulkan, bisa menjadi lebih
dikenal masyarakat luas.
Terakhir, konflik film ini agak lain dari
film-film superhero MCU sebelumnya.
Film ini bukan tentang seorang pahlawan melawan penjahat, melainkan perseteruan
dua bangsa yang sangat kuat. Bagiku, ini adalah hal baru di MCU, memberikan
warna berbeda ke dalam perfilman superhero.
Kelemahan
Sayangnya, Black
Pather: Wakanda Forever bukanlah film yang sempurna. Masih terdapat
beberapa kekurangan pada film ini, salah satunya adalah adegan action-nya Black Panther. Adegan action-nya Namor sangat mengesankan, bisa membuat penonton mengerti seberapa
berbahayanya dia. Namun, adegan action-nya
Black Panther malah terasa timpang dibanginkan Namor. Aku tentu bisa maklum,
tetapi terasa kurang masuk akal karena Black Panther mampu mengimbangi Namor.
Seharusnya, paling tidak Black Panther bisa beraksi sehebat Namor.
Kemudian, film ini memiliki beberapa adegan bertarung
yang terbilang cukup sadis. Beberapa adegan bertarungnya tidak
tanggung-tanggung, dan berani menunjukkan adegan yang sadis. Akan tetapi, tidak
diperlihatkan darah, sehingga terasa janggal. Tentu aku paham bahwa itu karena film
ini ditujukan untuk semua umur, tetapi agak aneh karena tidak ada darah-darah,
padahal adegannya seperti itu.
Kelemahan berikutnya yang kurasakan adalah kurang
menonjolnya tokoh-tokoh Talokan lainnya. Film ini seperti hanya ingin
menonjolkan Namor seorang, padahal di dalam komik, ada banyak sekutu Namor yang
juga berbahaya. Setidaknya, di film ini tampil dua di antaranya, yaitu Namora
(Mabel Cadena) dan Attuma (Alex Livinalli). Akan tetapi, peran mereka tak
begitu disorot dan bahkan cenderung terlupakan.
Kesimpulan
Black
Panther: Wakanda Forever berhasil mengajak
penonton untuk mengenang mendiang Chadwick Boseman, pemeran Black Panther. Duka
yang dirasakan para tokohnya, terutama Ratu Ramonda dan Shuri, begitu terasa
sampai membuat film ini emosional. Perkembangan karkater Shuri adalah salah
satu daya tarik utama film ini. Ia tampak sulit sekali untuk merelakan
kepergian kakaknya. Selain itu, daya tarik utama lainnya ialah aspek kebudayaan
dan mitologi bangsa Mesoamerika yang dihadirkan dalam film ini.
Di film ini, ada dua tokoh penting baru yang
masuk ke MCU: Namor dan Riri Williams. Namor berhasil tampak sebagai sosok
yangk karismatik dan mengerikan, sedangkan Riri berhasil tampail sebagai remaja
menyenangkan dan cerdas. Aku tak sabar melihat aksi-aksi mereka di film
selanjutnya. Meski ada sedikit kekurangan di beberapa detail, film ini tetap mampu
menghibur penonton sekaligus mengajak penonton untuk mengheningkan cipta. Maka
dari itu, skor untuk film ini adalah 9/10.
Kalian bisa menonton Black Panther: Wakanda Forever di Disney+. Jika kalian tertarik dengan filmnya, kalian bisa menonton trailer-nya terlebih dahulu di bawah ini.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
[1] Mesoamerika
adalah suatu istilah yang merujuk pada wilayah geografis yang membentang dari
Tropik Cancer di tengah Meksiko ke bawah hingga Guatemala, Belize, Honduras, El
Savador, dan Nikaragua, sampai barat laut Kosta Rika. Wilayah Mesoamerika
ditandai juga sebagai tempat berkembangnya beberapa budaya maju pertama di
Amerika seperti Olmec, Teotihuacan, Maya, dan Aztec. (sumber: Wikipedia).
Komentar
Posting Komentar