A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Serial TV Terfavorit 2022 (part 3)

Serial TV Terfavorit 2022 

***

***

Daftar Isi


***

Ms. Marvel

(2022)

Judul

:

Ms. Marvel

Pencipta

:

Bisha K. Ali

Sutradara

:

Adil & Bilall, Meera Menon, Sharmeen Obaid-Chinoy

Produser eksekutif

:

Kevin Feige, Louis D’Esposito, Victoria Alonso, Brad Winderbaum, Sana Amanat, Adil & Bilall, Bisha K. Ali

Musim/Episode

:

1 Musim/6 episode

Pemeran

:

Iman Vellani, Matt Lintz, Yasmeen Fletcher, Zenobia Shroff, Mohan Kapur, Saagar Shaikh, Rish Shah

Genre

:

Petualangan, action, komedi, coming of age, superhero

Ms. Marvel merupakan serial orisinal Marvel Cinematic Universe (MCU) ketujuh yang tayang setelah Moon Knight (2022). Serial ini terhubung dengan plot utama film-film MCU, seperti halnya serial WandaVision (2021), Loki (2021), dan Hawkeye (2021). Serial ini mendapat pujian berkat visual, akting, dan representasi budaya Pakistan dan Muslimya. Kalian bisa menonton Ms. Marvel di Disney+ Hotstar.

Kamala Khan (Iman Vellani), seorang remaja Muslim keturunan Pakistan yang berusia 16 tahun dan tinggal di New Jersey, adalah seorang penggemar berat Captain Marvel. Namun, orang tuanya yang agak konservatif seringkali bertentangan pendapat dengannya. Dia bahkan dilarang untuk pergi ke acara Avengers Con. Padahal, dia ingin sekali ikut lomba cosplay Captain Marvel di acara tersebut.

Sebagaimana remaja pada umumnya, Kamala berbuat nakal dengan menyelinap kabur untuk pergi ke Avengers Con bersama sahabatnya, Bruno Carrelli (Matt Lintz). Untuk melengkapi kostum Captain Marvel-nya, Kamala mengambil gelang peninggalan neneknya. Namun, sejak mengenakan gelang itu, Kamala mendapati dirinya memiliki kekuatan super.

Kini, Kamala bisa menjadi pahlawan super sungguhan, bukan sekadar cosplay. Akan tetapi, menjadi pahlawan super bukan hal mudah, apalagi ketika orang tuanya begitu ketat mendidiknya. Selain itu, ada pihak yang menginginkan kekuatannya. Bisakah Kamala menjadi pahlawan seperti idolanya, Captain Marvel, sekaligus menjadi anak yang berbakti kepada keluarga?

Ms. Marvel mungkin bukanlah tontonan superhero yang biasa, seperti Iron Man, Captain America, dan Thor. Dibandingkan dengan itu semua, Ms. Marvel terasa lebih sederhana, tapi juga emosional dan relatable. Konflik utamanya bukanlah tentang melawan orang jahat, melainkan tentang pencarian jati diri. Tema tersebut cocok sekali dengan karakter Kamala Khan yang masih remaja. Sejak episode pertama, Kamala sudah dihadapkan pada pertanyaan: kamu ingin menjadi apa? Di akhir, serial ini ditutup dengan ucapan ayah Kamala, “Kita semua masih mencari tahu.”

Akan tetapi, bagi sebagian orang itu mungkin tampak membosankan. Cerita superhero yang bukan tentang melawan penjahat itu mungkin kurang menarik. Namun, jangan salah, Ms. Marvel juga memiliki antagonis dalam ceritanya. Walaupun peran antagonis dalam cerita ini tidak begitu kuat, kehadiran mereka tetap memberikan penampilan yang membuat cerita menjadi seru. Meskipun begitu, aku pribadi merasa peran antagonisnya masih bisa lebih dikuatkan.

Namun, aksi Kamala sebagai Ms. Marvel terbilang seru. Di dua episode pertama, cerita masih santai dan masih di tahap pengenalan. Namun, aksi pertarungan yang ditunjukkan di episode-episode selanjutnya itu mengesankan dan seru, terutama di episode 3 dan 6. Untuk ukuran karakter Kamala yang masih remaja dan baru mempelajari kekuatannya, itu sudah keren. Malahan, kalau aksinya sudah se-grand Iron Man atau Captain Marvel, itu akan menjadi berlebihan.

Kemudian, alur ceritanya itu bagus banget dan bisa dinikmati dengan mudah. Alurnya dari episode 1 sampai episode 5 itu bagus banget. Perkembangan karakter Kamala dari episode ke episode terlihat jelas. Yang menarik ialah dalam pencariannya untuk tahu dia ingin menjadi apa, Kamala menemukannya setelah tahu sejarah keluarganya. To set what you want to become in the future, you need to know yourself.  Akan tetapi, alurnya di episode terakhir terasa diburu-buru. Kalau bisa dipecah menjadi dua episode, itu akan lebih bagus.

Selain itu, serial ini patut dipuji karena mempresentasikan budaya Pakistan dan Muslim dengan baik. Ini langkah yang bagus bagi MCU untuk meningkatkan iklusivitas dan keberagaman dalam semesta pahlawan supernya. Elemen budaya Muslim dan Pakistan tersebut dimunculkan bukan sekadar sebagai aksesoris. Contohnya adalah peristiwa sejarah Pemisahan India, yang rupanya berpengaruh terhadap jalan cerita.

Kemudian, melalui serial ini, penonton dapat melihat kehidupan umat Muslim di Amerika Serikat. Ada momen pernikahan Muslim khas budaya Pakistan serta perayaan Idul Adha. Oh iya, terkait representasi budaya Muslim dalam film ini, aku suka banget dialognya Nakia Bahadir (Yasmeen Fletcher), salah satu teman dekat Kamala. Dia bilang bahwa dia memilih mengenakan kerudung karena pilihannya, bukan karena dia ingin membuktikan sesuatu kepada orang-orang agar diterima. That’s a wonderful statement.

Hubungan Kamala dengan keluarganya juga menarik dan khas keluarga Muslim Asia banget. Contohnya adalah (spoiler alert) waktu kakak Kamala, Aamir Khan (Saagar Shaikh), mengingatkan dia agar jangan lupa membaca bismillah saat mau belajar menyetir. Kemudian, hubungan Kamala dengan ibunya, Muneeba Khan (Zenobia Shroff), mengingatkanku pada Devi dan ibunya dari serial Never Have I Ever (2020–on going). Ibunya Kamala selalu menuntut dia agar menjadi anak perempuan yang begini dan begitu. Itu sepertinya relate dengan banyak remaja di Indonesia. Jadi, budaya keluarga Asia-nya juga terasa dalam serial ini.

Momen paling favoritku antara Kamala dan keluarganya ada di episode 5. Keseluruhan episode 5, menurutku adalah episode terbaik dari seluruh serial ini. Di episode tersebut ditunjukkan bahwa (spoiler alert) kekuatan yang Kamala miliki pada awalnya memang diniatkan untuk menyelamatkan keluarganya. Setelah itu, ikatan keluarga antara Kamala, ibunya, dan neneknya menjadi makin kuat. Itu momen yang mengharukan di serial ini.  Di episode itu, nilai keluarganya kuat banget.

Selain Kamala, aku suka karakter kedua temannya, Bruno dan Nakia. Bruno itu sahabat yang sangat supportif. Dia juga seorang jenius teknologi sehingga membuat karakternya menarik banget. Sementara itu, Nakia adalah sosok perempuan Muslim yang keren. Dia tidak hanya diam menunggu perubahan, tetapi juga mengupayakannya. Dia bisa menjadi role model bagi remaja perempuan di luar sana. Namun sayangnya, pendalaman karakter keduanya terasa cetek dibandingkan dengan Kamala.

Terakhir, aspek teknis serial ini juga mengesankan sekali. Visualnya oke, color grading-nya oke, latar tempatnya oke, scoring dan soundtrack-nya oke, dan camera work-nya oke. Semua aspek teknis serial ini mampu membuat suasana cerita terasa fun, young, and impressive. Walaupun efek CGI di episode 6 agak kasar, itu masih dapat dimaafkan.

Oh iya, kalau kalian ingin menonton Ms. Marvel tapi bingung apakah harus nonton film-film dan serial MCU lainnya dulu atau tidak, kalian tenang aja karena kalian bisa nonton Ms. Marvel tanpa nonton film dan serial lainnya dulu. Kalian dapat menonton trailer-nya di sini.

***

Mare of Easttown

(2021)

Judul

:

Mare of Easttown

Pencipta

:

Brad Ingelsby

Sutradara

:

Craig Zobel

Penulis

:

Brad Ingelsby

Produser eksekutif

:

Paul Lee, Mark Roybal, Craig Zobel, Kate Winslet, Brad Ingelsby, Gavin O’Connor, Gordon Gray, Ron Schmidt

Produser

:

Karen Wacker

Musim/Episode

:

1 Musim/7 episode

Pemeran

:

Kate Winslet, Jean Smart, Angourie Rice, Evan Peters

Genre

:

Crime drama

Mare of Easttown (disingkat menjadi MoEt) adalah sebuah serial terbatas bergenre crime drama yang dibintangi oleh Kate Winslet, seorang aktris yang sudah banyak meraih prestasi. Serial ini mendapat banyak penghargaan dan pujian untuk cerita, tokoh, akting, dan representasi perempuan dalam ceritanya. Kalian dapat menonton MoEt di HBO Go.

Marianne “Mare” Sheehan (Kate Winslet), seorang detektif di kota kecil Easttown, Philadelphia, sedang menangani sebuah kasus pembunuhan terhadap seorang remaja perempuan. Kematian gadis itu menambah PR bagi Mare, karena dia juga sedang menyelidiki kasus hilangnya seorang remaja perempuan yang sudah setahun tak terpecahkan. Desakan publik agar dia menyelesaikan kedua kasus tersebut pun makin menjadi-jadi.

Di sisi lain, Mare juga harus menghadapi masalah pribadinya yang makin menambah ruwet kehidupannya, seperti perceraian dengan suaminya, trauma akibat kematian putranya yang bunuh diri, dan perebutan hak asuh atas cucunya dengan mantan kekasih putranya. Dapatkah Mare menyelesaikan kasus tersebut dan masalah pribadinya?

Sejak awal serial ini, mulai episode pertama, hal yang membuatku tertarik ialah suasana gloomy-nya. Serial ini menampakkan sebuah kota kecil di Amerika Serikat yang tampak suram. Baik color tone-nya maupun akting para tokohnya, semua dapat menguatkan kesan gloomy tersebut. Dengan ditambah adanya kasus-kasus kriminal yang menyasar para perempuan muda di kota itu, makin lengkaplah vibes suram serial ini.

Kemudian, sosok Mare sebagai tokoh utama itu mengagumkan sekali. Dia seorang single mother yang dituntut berkinerja baik di tempat kerja sekaligus diharapkan bisa menjadi sosok ibu dan kepala keluarga. Di saat yang bersamaan, dia juga harus berurusan dengan masalah pribadinya. Itu berat banget. Namun, itu yang membuatnya menjadi sosok yang mengagumkan.

Sosok Mare merepresentasikan banyak orang. Mare adalah “pahlawan” bagi kota tempat tinggalnya karena dulu pernah memenangkan turnamen basket nasional ketika dia masih muda. Dia juga berhasil meraih cita-citanya menjadi detektif. Namun, di sisi lain kehidupan pribadinya berantakan. Hal tersebut membuatnya mempertanyakan kembali keadaannya. Itu pasti relatable banget bagi banyak orang.

Ada dialog Mare yang aku suka banget, “Melakukan hal-hal besar itu overrated karena orang-orang akan menaruh ekspektasi lebih besar kepadamu. Padahal, kamu sama berantakannya dengan mereka.” Dan memang Mare seperti itu—dia punya banyak masalah dalam kehidupan pribadinya, tetapi dia selalu dituntut untuk berbuat lebih dan lebih. Orang-orang di Easttown selalu menghubunginya untuk minta tolong. Akan tetapi, hampir tidak ada orang yang menawarkan bantuan kepadanya. Akibatnya, dia tidak punya waktu untuk menghadapi masalah pribadinya, sampai itu memengaruhi kesehatan mentalnya, lalu pekerjaannya juga.

Berikutnya, alur serial ini rapih. Aku suka caranya menempatkan berbagai petunjuk dan detail-detail kecil di sepanjang serial. Ada beberapa hal yang awalnya dipikir remeh, sekadar selingan cerita, tetapi rupanya nanti ada pengaruhnya ke plot utama, (spoiler alert) seperti peran si Kakek Caroll (Patrick McDade). Banyak detail yang awalnya dikira sekadar lucu-lucuan ternyata nanti menjadi penting.

Selain itu, setiap episode selalu menyajikan informasi baru yang membuat penonton menebak-nebak siapa pembunuhnya. Namun, episode selanjutnya akan memberikan twist yang mematahkan dugaan sebelumnya. Yang makin membuat geregetan adalah setiap episode diakhiri dengan akhir yang menggantung.

Sementara itu, sambil Mare menyelidiki kasus pembunuhan tersebut, masalah pribadi Mare juga dicertakan sedikit demi sedikit. Cerita dimulai dengan memperlihatkan keseharian Mare, lalu seiring alur berjalan, penonton dapat melihat perkembangan karakter Mare dalam menyelesaikan masalah pribadinya, juga prosesnya memulihkan kesehatan mentalnya, sambil memecahkan kasus. Terkait kesehatan mental Mare, serial ini memberi insight yang bagus, yaitu agar pergi ke profesional untuk memulihkan masalah kesehatan mental. Selain itu, ketika makin banyak informasi tentang kehidupan pribadi Mare yang terungkap, penonton dapat melihat pengaruh kehidupan pribadi Mare terhadap kasusnya yang akan menambah kompleksitas alurnya.

Hal berikutnya yang aku suka aalah MoEt mampu membuat penonton mengenal para warga Easttown. Meskipun hanya terdiri atas tujuh episode, penonton dapat mengenal tokoh-tokoh pendukung di serial ini dan memahami relasi mereka dengan Mare. Penonton seperti diajak menjadi bagian dari warga Easttown. Ketika makin banyak informasi tentang kasus tersebut, makin kompleks juga hubungan Mare dengan warga Easttown.

Kekurangan serial ini terletak pada sosok penculik dari kasus remaja perempuan yang hilang. Karakter penculiknya itu underdeveloped karena tidak diceritakan siapa dia, apa motifnya. Meksipun begitu, ending cerita ini sangat memuaskan, terutama ketika Mare berhasil memecahkan kasus pembunuhannya. Kemudian, (spoiler alert) cerita ditutup dengan adegan Mare yang berbaikan dengan sahabat dekatnya setelah hampir setahun, lalu akhirnya dia mencoba ke loteng rumahnya, tempat putranya bunuh diri. Kalian bisa menonton trailer-nya di sini.

***

Link: Eat, Love, Kill

(2022)

Judul

:

Link: Eat, Love, Kill

Sutradara

:

Hong Jong Chan

Penulis

:

Kwon Yi Young, Kwon Do Hwan

Musim/Episode

:

1 Musim/16 episode

Pemeran

:

Yeo Jin Goo, Moon Ga Young, Kim Ji Young, Ye Su Jeong, Song Deok Ho, Lee Bom Sori, Shin Jae Hwi

Genre

:

Melodarama, komedi romantis, low fantasy, misteri, thriller

Link: Eat, Love, Kill (selanjutnya hanya disebut Link) merupakan drama Korea bergenre fantasi, komedi romantis, dan misteri. Serial ini dibintangi oleh Yeo Jin Goo dan Moon Ga Young. Kalian dapat menontonnya di Disney+ Hotstar.

Eun Gye Hoon (Yeo Jin Goo) memiliki saudari kembar bernama Eun Gye Young (Ahn Se Bin). Kata orang, saudara kembar biasanya memiliki ikatan batin atau semacam telepati, dan bagi Gye Hoon dan Gye Young, itu sungguh nyata. Mereka memiliki tautan empati yang membuat mereka dapat merasakan emosi satu sama lain.

Namun, suatu hari, ketika Gye Hoon sedang asik bermain dengan teman-temannya, Gye Young hilang diculik. Hingga 18 tahun telah berlalu dan Gye Hoon telah dewasa, Gye Young belum ditemukan juga. Gye Hoon yakin adiknya telah meninggal karena tautan empati mereka telah terputus. Dia tak lagi merasakan perasaan adiknya.

Hingga pada suatu hari, dia kembali merasakan tautan empati seperti dulu, hanya saja kali ini dia merasakan emosi seorang gadis bernama Noh Da Hyun (Moon Ga Young). Da Hyun adalah seorang wanita dengan pekerjaan serabutan walaupun dia berpendidikan tinggi. Gye Hoon tidak mengenal Da Hyun, tapi entah mengapa mereka terhubung. Mungkinkah tautan empati yang dia dan Da Hyun miliki itu akan menuntunnya ke jawaban atas hilangnya Gye Young?

Hal menarik dari drakor ini ialah kombinasi genrenya, yakni fantasi, komedi romantis, melodrama, thriller, dan misteri. Belum pernah aku menonton drakor dengan kombinasi genre seperti itu dan untungnya, eksekusinya berhasil. Oleh karena itu, Link dapat menjadi tontonan menarik yang menghadirkan berbagai rasa bagi penonton.

Ketika baru mulai menontonnya, serial ini mungkin terasa hanya seperti serial romcom fantasi biasa, tetapi di akhir episode pertama, penonton langsung disuguhi dengan adegan thriller-nya, yakni (spoiler alert) ketika Da Hyun dikejar-kejar oleh seorang penguntit (stalker). Sejak itu, muncul berbagai tanda tanya yang satu per satu akan terjawab sepanjang cerita. Seiring alur berjalan, unsur misteri dan thriller-nya akan terus meningkat, terutama tentang hilangnya Eun Gye Young.

Ditambah lagi, latar kotanya pun mendukung sekali dengan suasana misteri tersebut. Kalau kalian perhatikan, lingkungan tempat tinggal Da Hyun dan Gye Hoon sangat sepi. Bahkan, ketika malam masih belum larut pun jarang tampak orang hilir mudik. Wajar saja jika Da Hyun selalu cemas ketika berjalan sendirian di malam hari.

Di samping unsur misteri tersebut, sesuai judulnya yang menggunakan kata Eat, ada adegan memasak dan makan bersama yang di-highlight di serial ini. Gye Hoon berprofesi sebagai chef dan sedang membuka restoran baru. Sepanjang cerita, terdapat adegan Gye Hoon memasak hidangan yang tampak lezat. Namun, yang penting dalam hal ini adalah momen makan bersamanya Gye Hoon dan Da Hyun karena itu penting untuk membentuk kedekatan mereka. Itu mungkin bisa jadi contoh bagi kalian yang ingin mendekati seseorang—coba saja ajak makan bersama, hahaha.

Kemudian, untuk elemen fantasinya, walaupun tidak begitu dominan, tetapi itu penting sekali terhadap perkembangan hubungan kedua tokoh utamanya. Berkat tautan empati yang mereka miliki, mereka dapat mengerti perasaan satu sama lain. Itu menjadi pemicu kedekatan di antara mereka. Perkembangan hubungan mereka begitu menggemaskan, terutama ketika (spoiler alert) mereka menghabiskan malam-malam bersama dengan mengobrol dan makan bareng karena Da Hyun selalu bermimpi buruk. Atmosfer romantisnya terasa banget.

Namun, yang paling menarik dari hubungan mereka berdua adalah bagaimana keduanya dapat mengerti satu sama lain berkat tautan empati tersebut. Tiap kali Da Hyun merasa takut, cemas, dan sedih, Gye Hoon selalu bisa merasakannya juga dan datang untuk menemaninya. Ketika Gye Hoon merasa sedih dan murung, Da Hyun datang untuk berbagi kesedihan itu. Hal tersebut ditunjukkan dengan dialog sederhana yang ngena banget. Misalkan, di salah satu episode, ada adegan Da Hyun menanyakan ini ke Gye Hoon, “Bukan Eun Gye Young, bukan ibumu, dan bukan ayahmu, tapi Eun Gye Hoon. Apakah Eun Gye Hoon baik-baik saja?” Ditanya pertanyaan sederhana tersebut ketika kamu sudah lama berpura-pura baik-baik saja bisa membuat pertahananmu runtuh.

Itulah yang terjadi pada Gye Hoon. Kedekatannya dengan Da Hyun membuatnya belajar untuk menyadari perasaannya, entah itu sedih atau penyesalan, termauk apabila dia sedang tidak baik-baik saja. Selama ini, Gye Hoon selalu berbohong bahwa dirinya baik-baik saja, padahal dia hancur sekali karena kehilangan adiknya. Dia menyalahkan dirinya atas musibah tersebut. Akan tetapi, sejak muncul Da Hyun dalam hidupnya, dia perlahan mulai memaafkan dirinya. Itulah sebabnya perkembangan karakter Gye Hoon begitu menarik dalam cerita ini.

Di samping Gye Hoon dan Da Hyun, para tokoh pendukungnya juga menarik. Aku suka sekali dengan ibu dan neneknya Da Hyun, Hong Bok Hee (Kim Ji Young) dan Na Chun Ok (Ye Su Jong). Interaksi keluarga Da Hyun itu asik sekali. Mereka lucu banget pergi ke mana-mana bawa alat untuk memukul orang sampai mereka berdua selalu ditegur polisi. Namun, karakter mereka juga menyimpan misteri, meskipun mereka tampak seperti ibu dan nenek yang normal. Selain itu, ada Cha Jin Ho (Lee Suk Hyeong) yang adalah teman dekatnya Gye Hoon. Dia lucu banget karena ekspresi wajahnya selalu sama, tidak pernah berubah.

Di sisi lain, ada Lee Eun Jong (Lee Bom), salah satu pegawai di restoran Gye Hoon, yang menyimpan plot twist tidak kuduga. Dia awalnya membuatku takut, tetapi rupanya dia menyimpan banyak sekali kesedihan. Salah satu yang paling menyesakkan adalah (spoiler alert) ketika dia dan Da Hyun sedang berbelanja, lalu Da Hyun bilang ini kepadanya, “Kak, aku bukan adikmu. Tapi aku akan menjadi adikmu yang baru.”

Akhir kata, Link adalah drama Korea yang tidak cuma tentang kisah cinta lucu-lucuan. Malahan, misteri menghilangnya Eun Gye Young yang sudah 18 tahun tak terjawab menjadi plot utama cerita ini. Selain itu, serial ini menyinggung berbagai hal yang bisa jadi relatable, terutama tentang menyadari emosi negatif yang dirasakan, seperti kesedihan, penyesalan, dan penyangkalan, serta tentang belajar memaafkan diri sendiri. Kalian bisa menonton trailer-nya di sini.

***

Wotakoi: Love is Hard for Otaku

(2018)

Judul

:

Wotakoi: Love is Hard for Otaku

Sutradara

:

Hiraike Yoshimasa

Penulis

:

Hiraike Yoshimasa

Produser

:

Suzuki Kenta, Fujiyama Naokado

Musim/Episode

:

1 Musim/11 episode

Pengisi suara

:

Date Arisa, Itou Kent, Sawashiro Miyuki, Sugita Tomokazu

Genre

:

Komedi romantis, potongan kehidupan, josei

Wotakoi: Love is Hard for Otaku (yang selanjutnya disebut Wotakoi) adalah sebuah serial anime yang diadaptasi dari webcomic berjudul sama karya Fujita. Judul versi bahasa Jepang-nya adalah Wotaku ni Koi wa Muzukashi. Komik tersebut pertama kali terbit secara digital di Pixiv pada 17 April 2014, dan pertama kali diterbitkan dalam format cetak pada 30 April 2015 oleh penerbit Ichijinsha. Pada tahun 2020 lalu, serial ini telah diadaptasi menjadi film live-action. Kalian bisa menonton Wotakoi di Bilibili.tv dan Amazon Video.

Wotakoi menceritakan kehidupan pasangan-pasangan otaku berusia dewasa. Otaku adalah sebutan bagi orang-orang yang punya kegemaran terhadap anime, manga, video games, atau komputer.

Cerita berawal dari seorang wanita bernama Momose Narumi (Date Arisa) yang baru saja pindah tempat kerja. Dia pindah sebab di tempat kerjanya yang lama, dia ketahuan sebagai seorang otaku—lebih buruk lagi, dia adalah seorang fujoshi, yaitu perempuan yang menggemari anime dan manga tentang hubungan romantis laki-laki dengan laki-laki. Narumi juga berpisah dengan pacarnya yang sebelumnya karena dia dianggap aneh gara-gara kegemarannya itu.

Itu sebabnya, bagi dia, mejadi otaku itu sulit. Dia harus berpura-pura menjadi orang lain ketika di tempat kerja atau ketika bersama pacarnya. Dia tidak bebas menjadi dirinya sendiri karena khawatir dianggap aneh.

Namun, di tempat kerja barunya, dia bertemu dengan teman masa kecilnya, seorang pria bernama Nifuji Hirotaka (Itou Kent). Hirotaka adalah seorang game otaku, yakni seorang otaku yang amat menggemari video game. Hanya ketika bersama Hirotaka, Narumi merasa bebas menjadi dirinya—bisa berbicara tentang anime dan lain sebagainya.

Di sisi lain, Hirotaka selama ini ternyata menyukai Narumi, dan dia pun akhirnya mengungkapkan perasaannya, lalu mereka berpacaran. Bagi Narumi, ini pertama kalinya dia punya pacar seorang otaku juga, sementara bagi Hirotaka, ini pertama kalinya dia punya pacar. Setelah mengubah hubungan dari sahabat menjadi pasangan kekasih, bagaimanakah hubungan mereka ke depannya?

Bagi kalian yang menyukai anime slice of life (potongan kehidupan), Wotakoi harus masuk ke dalam daftar kalian. Anime ini termasuk antimainstream karena pada umumnya, anime slice of life memperlihatkan kehidupan anak sekolahan, tetapi Wotakoi justru memperlihatkan kehidupan orang dewasa di usia 20-an. Itu sebetulnya sesuatu yang tidak biasa, dan bagiku sendiri, ini pertama kalinya.

Di samping itu, serial ini memiliki cerita yang relatable. Bagiku pribadi, rasa tidak percaya diri yang dialami Narumi sebagai otaku itu wajar. Orang-orang dewasa yang menyukai anime dan manga cenderung dianggap aneh. Kalau mereka terang-terangan menunjukkan bahwa mereka seorang otaku, mereka biasanya akan diledek. Namun, melalui anime ini, penonton dapat mengerti bahwa para otaku sama saja seperti siapapun, hanya berbeda hobi saja.

Kemudian, aku suka perkembangan hubungan Narumi dengan Hirotaka. Keduanya adalah teman masa kecil, lalu bertemu lagi saat sudah dewasa, kemudian mereka memutuskan untuk berpacaran. Itu perjalanan hubungan yang mainstream, tapi menggemaskan. Yang lebih aku suka adalah keduanya bisa menjadi pasangan yang suportif terhadap satu sama lain. Mereka juga dapat merasa nyaman bersama satu sama lain, tidak perlu menyembunyikan diri asli mereka. Gaya pacaran mereka juga unik, karena mostly mereka menghabiskan waktu bersama dengan main gim bareng atau pergi ke event anime/manga. Ketika mengobrol pun mereka santai sekali, tidak bicara yang gombal dan lembut atau harus selalu memuji satu sama lain. Aku suka sekali melihat pasangan yang seperti itu.

Di sisi lain, hubungan mereka berdua mungkin dapat menjadi insight bagi kalian yang juga berpacaran dengan sahabat sendiri. Di salah satu episode, (spoiler alert) Hirotaka merasa tidak percaya diri dengan hubungannya bersama Narumi. Dia merasa hubungan mereka tidak bergerak ke mana-mana. Status pacar seperti label saja, sedangkan nyatanya mereka seperti berteman biasa. Kemudian, dia dinasihati oleh seorang teman bahwa semua orang bergerak dengan kecepatan masing-masing, termasuk dalam menjalin hubungan. Maka dari itu, Hirotaka tidak usah khawatir hubungannya dengan Narumi tampak tidak berprogres, karena mereka mempunyai pace sendiri sehingga tidak perlu dibanding-bandingkan dengan pasangan lain.

Selain Narumi dan Hirotaka, ada juga pasangan Koyanagi Hanako (Sawashiro Miyuki) dan Kabakura Tarou (Sugita Tomokazu). Lain dengan Narumi dan Hirotaka yang tampak kompak dan suportif, mereka berdua selalu bertengkar. Namun, mereka juga menggemaskan karena biarpun Kabakura-senpai terlihat galak, dia selalu bisa melunakkan diri untuk menghibur Koyanagi-san. Hanya Kabakura-senpai yang mampu membuat Koyanagi-san yang galak merasa tenang.

Akhir kata, Wotakoi adalah tontonan ringan yang sangat cocok untuk menemani kesibukan sehari-hari kalian. Bagi kalian yang juga otaku, kalian mungkin bisa relate dengan kekhawatiran Narumi dan yang lainnya akan dicap aneh karena hobi mereka. Di samping itu, serial ini menunjukkan berbagai macam hubungan kekasih yang “unik”, tapi bisa saja relatable bagi kalian. Lagu tema pembuka dan penutupnya juga menyenangkan di dengar, yakni Fiction oleh Sumika dan Kimi no Tonari" oleh halca.

Sampai saat ini, belum ada informasi mengenai musim kedua Wotakoi. Namun, terdapat tiga episode OVA (original video animation) mengenai kelanjutan kisah Narumi, Hirotaka, dan yang lainnya. Kalian bisa menontonnya dulu sambil menunggu adanya musim kedua. Kalian dapat menonton trailer-nya di sini.

***

The Sandman
Season 1

(2022—on going)

Judul

:

The Sandman

Pengembang

:

Neil Gaiman, David S. Goyer, Allan Heinberg

Produser eksekutif

:

Allan Heinberg, David S. Goyer, Neil Gaiman, Mike Barker

Produser

:

Samson Mücke, Iain Smith, Alexander Newman-Wise, Andrew Cholerton

Musim/Episode

:

1 Musim/10 episode + 1 episode bonus (on going)

Pemeran

:

Tom Sturridge, Boyd Holbrook, Vivienne Acheampong, Patton Oswalt, David Thewlis, Gwendoline Christie, Kyo Ra, Jenna Coleman

Genre

:

Drama fantasi, dark fantasy, high fantasy, horor, superhero

 

The Sandman merupakan serial TV yang diadaptasi dari serial komik yang ditulis oleh Neil Gaiman pada 1989–1996, yang diterbitkan oleh DC Comics—perusahaan yang sama yang menaungi pahlawan super Justice League, seperti Superman, Batman, dan Wonder Woman. Sebenarnya, usaha untuk mengadaptasi cerita Sandman menjadi format tontonan sudah ada sejak tahun 1991, tetapi mengalami berbagai kendala hingga pada akhirnya berhasil. Sekarang, kalian dapat menonton The Sandman di Netflix.

The Sandman menceritakan tentang perjalanan Dream, salah satu dari Endless, untuk membangun kembali kerajaannya. Endless adalah entitas-entitas yang memiliki fungsi sebagai aspek-aspek kehidupan manusia. Ada tujuh Endless, yakni Destiny, Death, Dream, Destruction, Desire, Despair, dan Delirium. Mereka semua bersaudara, tetapi tak akur. Mereka menguasai alamnya dan memiliki fungsinya masing-masing dalam melayani manusia.

Dream (Tom Sturridge) adalah Endless yang menguasai mimpi dan imajinasi. Dia menguasai dunia mimpi yang disebut the Dreaming, tempat semua manusia yang sedang tidur pergi. Dream dikenal dengan nama lain, seperti Raja Mimpi, Morpheus, dan Sandman. Di dunia Dreaming, terdapat makhluk-makhluk ciptaan Dream yang disebut Mimpi Indah dan Mimpi Buruk. Mereka bertugas untuk memberikan mimpi kepada manusia yang sedang tidur.

Akan tetapi, salah satu Mimpi Buruk dari Dreaming, yakni sang Corinthian (Boyd Holbrook), kabur ke dunia manusia dan membunuh orang-orang. Ketika Dream ingin menjemputpaksanya untuk kembali, Dream ditangkap oleh sekelompok penyihir amatir yang dipimpin oleh pria bernama Roderick Burgess (Charles Dance). Roderick Burgess mengambil barang-barang milik Dream sehingga melemahkannya, lalu dia memenjarakan Dream tanpa menyadari kekacauan yang dia buat.

Setelah 106 tahun berlalu, Dream akhirnya dapat melepaskan diri dari penjara tersebut. Namun, kerusakan yang terjadi di dunia Dreaming dan dunia manusia akibat ketidakhadirannya sudah terlalu banyak. Dia juga harus menemukan kembali barang-barangnya agar kekuatannya dapat pulih seutuhnya. Mampukah Dream memperbaiki semuanya dan kembali berkuasa?

Yang paling menonjol dari The Sandman adalah efek visualnya yang memukau. Sebagai sebuah cerita high fantasy, kunci agar The Sandman dapat membuat penonton terkesan adalah visualnya, dan serial ini sukses besar. Visual latarnya begitu megah dan tampak nyata, mulai dari negeri Dreaming sampai neraka. Dreaming terlihat bak negeri dongeng, cocok sekali sebagai dunia mimpi. Sementara itu, neraka di serial ini tidak digambarkan sebagai tempat yang panas dan berapi-api, tetapi tempat yang suram, berkabut, mencekam, dan terkesan dingin—agak jauh dari bayangan kebanyakan orang tentang neraka.

Selain visual tempat-tempatnya, visual dari karakternya juga keren, dan menarik. Selain Dream, ada juga Endless lain yang muncul di serial ini, yakni Death (Kirby Howell-Baptiste). Jika biasanya sosok pencabut nyawa digambarkan seagai Grim Reaper yang menyeramkan, Death tampil sebagai wanita cantik dengan tatapan penuh simpati dan senyum yang menenangkan—jauh sekali dari persepsi mengerikan orang-orang tentang kematian. Bahkan, proses Death menjemput jiwa orang mati pun tidak terasa menakutkan, malah terasa indah dan menyentuh. Di sisi lain, Dream justru berpenampilan suram dengan kulit putih pucat dan pakaian serba hitamnya—cocok untuk menjadi pencabut nyawa.

Tokoh lainnya dengan desain yang menarik perhatian adalah Lucifer Morningstar (Gwendoline Christie). Sebelumnya, karakter Lucifer Morningstar dari DC Comics pernah diadaptasi ke layer dalam serial Lucifer dan pemerannya adalah Tom Ellis. Namun, berbeda dengan Lucifer versi Tom Ellis yang mesum, Lucifer di The Sandman tampak berwibawa dan penuh ambisi, benar-benar seperti Pemerintah Neraka. Selain perbedaan pada karakternya, aku juga tertarik karena Lucifer di The Sandman adalah perempuan, sebuah hal baru yang belum pernah kulihat. Itu memperlihatkan betapa luasnya kreativitas Neil Gaiman dalam membuat serial ini.

Kemudian, untuk storyline-nya sendiri, 10 episode The Sandman dapat dibagi menjadi dua bagian: pertama, cerita tentang Dream membangun kembali kerajaannya; dan kedua, cerita tentang Dream Vortex (kalian harus tonton sendiri untuk tahu itu apa). Secara keseluruhan, The Sandman memiliki pace yang lambat, tetapi pace untuk cerita bagian pertama lebih lambat dan tidak se-thrilling yang kedua, sehingga mungkin bisa membuat beberapa orang bosan. Akan tetapi, menurutku The Sandman memang sebuah tontonan yang dibuat untuk dinikmati pelan-pelan, bukan ditonton sekaligus semua.

Akan tetapi, aku merasa tahap resolusi di episode terakhir terasa biasa saja, hambar. Padahal, sang Corinthian adalah antagonis yang licik, tetapi kalah begitu saja. Pemecahan masalahnya pun tampak mudah sekali ditemukan sehingga semua masalah selesai begitu saja.

Salah satu momen favoritku dari serial ini adalah pertarungan Dream melawan Lucifer. Pertarungan mereka bukanlah baku hantam seperti pada film superhero kebanyakan, juga bukan adu mantra seperti di film Harry Potter. Pertarungan mereka terasa mind-bending, filosofis, dan puitis. Ditambah dengan visual yang ciamik, sensasinya semakin sureal.

Selain itu, aku suka semua momen di episode 6, The Sound of Her Wings. Di episode itu, penonton bisa mendapatkan insight menarik tentang kematian dan kehidupan. Keduanya bukanlah hal yang menakutkan sebagaimana yang banyak orang kira. Kematian sama alaminya dengan kelahiran, tidak lebih dari proses alam dan merupakan sebuah awal petualangan baru. Kehidupan pun tidak selalu dipenuhi derita dan kesengsaraan karena ada banyak hal dalam hidup yang layak diperjuangkan.

Bukan hanya soal kehidupan dan kematian, karena tokoh utama dari serial ini adalah Dream, serial ini pun membicarakan makna lebih mendalam tentang mimpi bagi kehidupan manusia. Mimpi tidak hanya sekadar bunga tidur, tetapi dapat menjadi motivasi hidup dan cerminan isi hati. Dalam salah satu episode, Dream menunjukkan bahwa mimpi dapat mempertahankan keseimbangan dalam kehidupan manusia, baik secara individual maupun bermasyarakat.

Namun, serial ini juga menyampaikan pesan tentang tujuan hidup. Ada momen ketika Dream merasa kehilangan arah dan mempertanyakan tujuan keberadaannya. Kemudian, ada juga momen ketika salah satu Mimpi Buruk, yakni Gault (Ann Ogbomo) mengatakan bahwa semua orang dapat bebas menentukan tujuannya dan bahwa semua orang dapat berubah.

Terakhir, kalian jangan sampai lupa untuk menonton episode bonus The Sandman (episode 11). Itu terdiri atas dua cerita: A Dream of a Thousand Cats dan Calliope. Keduanya bagus banget dan memiliki insight yang menarik. A Dream of a Thousand Cats memberi insight bahwa realitas kita dapat dibentuk oleh imajinasi kolektif, yang disebut sebagai realitas fiksi. Kemudian, Calliope memberi insight tentang memaafkan kesalahan orang, sekalipun itu berat sekali.

Sejauh ini, belum dapat dipastikan kapan musim kedua The Sandman akan tayang. Namun, setelah melihat akhir musim pertamanya, besar kemungkinan akan ada musim kedua. Kalian dapat menonton trailer-nya di sini.

***

My Dress-Up Darling
Season 1

(2022-on going)

Judul

:

My Dress-Up Darling

Sutradara

:

Shinohara Keisuke

Penulis

:

Tomita Yorika

Musim/Episode

:

1 Musim/12 episode (on going)

Pemeran

:

Ishige Shouya, Suguta Hina

Genre

:

Potongan kehidupan, komedi romantis, coming of age, seinen, josei

My Dress-Up Darling (disingkat MDUD) adalah sebuah serial anime yang diadaptasi dari manga karya Fukuda Shinichi. Judul orisinal dari manga-nya adalah Sono Bisuku Douru wa Koi o Suru (That Bisque Doll Can Fall in Love). Manga-nya pertama kali terbit pada Januari 2018 dan kini sudah mencapai sembilan volume pada Maret 2022. Pada Juni 2022, ada lebih dari tujuh juta salinan manga MDUD di peredaran.

Gojo Wakana (Ishige Shouya), seorang anak laki-laki yatim piatu, sejak kecil tinggal bersama kakeknya yang berprofresi sebagai pengerajin boneka hina, sejenis boneka tradisional Jepang yang memilki makna khusus dalam kepercayaan Shinto. Karena terpesona dengan kecantikan boneka hina sejak kecil, Wakana bercita-cita menjadi pengerajin boneka seperti kakeknya. Setiap hari, selain bersekolah, dia menghabiskan waktunya untuk mengasah kemampuannya membuat boneka. Namun akibatnya, dia tidak pernah memiliki teman.

Wakana sangat canggung dalam bersosialisasi. Dia tidak memiliki seorang teman pun. Dia juga tidak percaya diri karena hobinya terhadap boneka hina terkesan feminin dan berbeda sekali dari hobi remaja kebanyakan.

Di sekolah, dia terpesona dengan teman sekelasnya, Kitagawa Marin (Suguta Hina) yang cantik dan percaya diri serta punya banyak teman. Marin seperti hidup di dunia yang berbeda sekali dengannya.

Hingga pada suatu hari, Marin mendapati Wakana yang sedang menjahit baju boneka hina di ruang menjahit sekolah. Namun, tak terduga olehnya, Marin tidak menghakiminya dan malah meminta bantuannya untuk membuatkannya kostum untuk cosplay. Walaupun Wakana tak memiliki pengalaman membuat pakaian untuk ukuran manusia, karena terinspirasi kepercayaan diri dan kegigihan Marin, dia setuju untuk membuatkannya kostum tersebut. Dari situlah pertemanan keduanya bermula.

MDUD is unexpectedly very good. Ya, aku punya prasangka bahwa anime ini hanya menjual fan service. Namun ternyata, MDUD juga memiliki premis dan storyline yang bagus. Karakter Wakana yang tidak percaya diri dengan kegemarannya sangatlah relatable, termasuk bagiku pribadi. Banyak remaja yang menyembunyikan kegemarannya dari teman-teman sekolah mereka karena takut dianggap aneh, seperti yang terjadi pada Wakana.

Apalagi, dalam kasus Wakana, hal tersebut juga turut menyinggung norma gender di masyarakat. Anak laki-laki dinilai tidak seharusnya menggemari boneka. Padahal, setiap orang bebas menggemari apapun yang dia gemari, tanpa peduli itu maskulin atau feminin. Kegemaran seseorang tidak seharusnya terbatasi oleh gendernya.

Pesan tentang kebebasan tersebut direpresentasikan oleh karakter Marin. Dia sosok perempuan yang biasa kita lihat di sekolah—cantik, populer, dan percaya diri. Namun, dia tidak sombong dan egois; justru sebaliknya, Marin sangat ramah dan pengertian. Aku sangat suka ketika dia tidak menghakimi hobi Wakana dan malah mengapresiasinya. Marin memiliki prinsip moral yang mengagumkan. Aku setuju dengannya bahwa kita bertanggung jawab pada diri sendiri untuk mengungkapkan perasaan kita, dan kita harus menghormati kegemaran orang lain. Tidak akan sulit bagi penonton untuk menyukai karakter Wakana dan Marin.

Walaupun Marin dan Wakana memiliki karakter yang berbeda, mereka terlihat sangat menggemaskan. Wakana yang kikuk dan canggung bertemu dengan Marin yang ceria dan begitu percaya diri. Selain itu, perbedaan karakter keduanya tidak hanya tampak dari perilaku mereka, tetapi juga dari penampilannya. Wakana selalu tampak sederhana dengan mengenakan samue, sedangkan Marin selalu tampak gaul dengan pakaian dan aksesoris hebohnya.

Perbedaan karakter tersebutlah yang menjadi salah satu hal menyenangkan dari serial ini. Pertemanan mereka yang lambat laun menumbuhkan rasa suka di antara keduanya dapat membuat penonton gemas sendiri, hahaha. Untung saja perkembangan hubungan mereka tidak dibuat terburu-buru dan tetap sebagai teman saja sejauh ini. Maka dari itu, MDUD adalah tontonan yang menggemaskan dan menghangatkan hati, tidak sekadar mengandalkan fan service.

Akan tetapi, aku merasa alurnya di beberapa episode terakhir terasa terburu-buru. Awalnya sedang ini, lalu berganti menjadi itu—terasa cepat sekali lompatan sekuensnya, meski diwarnai dengan adegan-adegan manis antara Marin dan Wakana. Akan tetapi, aku lebih suka jika itu diceritakan lebih perlahan, seperti di awal-awal. Aku lebih menikmati alur yang pelan tapi pasti untuk cerita slice of life.

Meksipun begitu, MDUD tetap bisa menghibur kalian dengan visualnya yang memukau. Selain visual karakternya yang oke, visual latarnya tidak kalah bagus. Mulai dari suasana sekolah, festival kembang api di musim panas, sampai hamparan laut yang berkilauan akan memanjakan mata kalian dan menambah atmosfer romantis di antara Wakana dan Marin. Kemudian, karena tema anime ini adalah cosplay, visual karakter-karakter yang di-cosplay oleh Marin juga oke sekali—terlihat seperti tokoh dari anime lain, tetapi kelakuannya masih Marin, hahaha.

Berikutnya, hal yang aku suka dari serial ini adalah semangat kebebasannya. MDUD secara tersirat menyuarakan pesan bahwa setiap orang bebas menjadi apapun. Hal tersebut tampak dari karakter Marin yang begitu bebas dan percaya diri pada apa yang dia suka dan yakini. Hobinya ber-cosplay dapat dibilang adalah metafora yang tepat karena seseorang bebas menjadi tokoh apapun yang dia inginkan ketika ber-cosplay, tanpa peduli gender, warna kulit, atau apapun itu.

Ditambah lagi, Wakana dan Marin masih SMA yang terkenal sebagai fase mencari jati diri. Maka dari itu, konteksnya sesuai sekali. MDUD ingin mengatakan, khususnya kepada para remaja yang sedang beranjak dewasa, bahwa apapun hobimu, kegemaranmu tidak ada yang salah dengan itu. Kamu juga bebas menentukan ingin menjadi apapun yang kamu sukai. Gendermu tidak harus menghalangimu mengekspresikan dirimu.

Di samping itu, soundtrack-nya juga enak didengar. Aku pribadi suka lagu tema pembukanya, yakni Sun Sun Daysoleh Spira Spica. Sejauh ini, belum ada informasi mengenai kapan musim keduanya tayang, maka kalian harus bersabar ya. Kalian dapat menonton trailer-nya di sini.

***

Extraordinary Attorney Woo

(2022—on going)

Judul

:

Extraordinary Attorney Woo

Sutradara

:

Yoo In Sik

Penulis

:

Moon Ji Won

Musim/Episode

:

1 Musim/16 episode (on going)

Pemeran

:

Park Eun Bin, Kang Tae Oh, Kang Ki Young, Ha Yoon Kyung, Joo Jong Hyuk

Genre

:

Drama hukum, komedi romantis, drama

Extraordinary Attorney Woo (disingkat EAW) adalah salah satu drakor yang hype-nya paling fenomenal di tahun 2022. Perkembangan popularitasnya begitu drastis hingga mampu menjadi salah satu drama Korea dengan rating tertinggi di sejarah pertelevisian kabel Korea. EAW tayang di saluran TV ENA dan menjadi drakor dengan rating tertinggi di sepanjang sejarah saluran TV tersebut. Kalian bisa menonton EAW di platform Netflix.

EAW bercerita tentang seorang pengacara pengidap autisme (istilah resminya adalah autism spectrum disorder/gangguan spektrum autisme) yang pertama di Korea Selatan. Namanya adalah Woo Young Woo (Park Eun Bin). Sejak kecil, Young Woo adalah anak istimewa—dia mampu menghafal peraturan perundang-undangan. Maka dari itu, dia belajar di sekolah hukum dan berhasil menjadi lulusan terbaik di kampus ternama.

Namun, karena gangguan autisme yang dia miliki, Young Woo tidak mendapat panggilan kerja, sampai akhirnya Firma Hukum Hanbada menerimanya. Di dunia kerja, Young Woo menemui banyak orang, mulai dari rekan kerja sampai klien, yang memiliki berbagai karakter. Rupanya orang-orang tidak bertingkah laku sebagaimana yang diamanatkan hukum, dan itu mengejutkannya. Bagaimanakah Young Woo akan menghadapi dunia kerja?

EAW adalah drama hukum yang sangat ringan dan heart-warming, berbeda sekali dengan kebanyakan tontonan drama hukum lainnya yang terkesan berat dan suram. Ketika menonton EAW, penonton akan dibuat tertawa oleh tingkah Young Woo yang menggemaskan, seperti (spoiler alert) ketika dia takut mau masuk pintu putar atau ketika dia bertemu temannya, Dong Geu Ra Mi (Joo Hyun Young).

Yang menarik sekali dari karakter Young Woo adalah perkembangannya. Di episode awal, dia seperti anak kecil yang lugu dan naif. Saking naifnya, dia tidak mengira orang-orang akan mencurangi hukum. Kemudian, dia belajar tentang kehidupan dari tiap kasus yang dia tangani. Ketika sedang menangani suatu kasus, dia kerap berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan, seperti dia ingin menjadi pengacara seperti apa atau apakah dia membela orang yang benar. Walaupun tidak semua kasus dia menangkan, yang penting dia belajar dari itu semua untuk menjadi dewasa dan menjadi pengacara yang baik.  

Oh iya, Young Woo itu suka sekali paus. Dia tahu segala hal tentang paus. Nah, menariknya ialah setiap kali Young Woo mendapat solusi atas suatu kasus, ada momen yang kusebut “whale moment.” Di momen itu, Young Woo berimajinasi melihat paus, dan efek visual pausnya itu keren banget! Terkadang, paus tersebut juga menjadi metafora dari kasus yang sedang ditangani Young Woo.

Selain itu, EAW menggunakan konsep “satu kasus satu episode” yang berarti setiap episode akan membahas kasus yang berbeda, walaupun ada beberapa kasus yang dibahas selama dua episode. Dengan konsep seperti itu, drakor ini dapat mengeksplorasi banyak sekali kasus dan isu sosial. Di sisi lain, konsep tersebut juga bisa membuat penonton jenuh. Namun, yang menarik ialah drakor ini mengangkat isu-isu yang sederhana, bukan seperti pembunuhan atau korupsi dengan konspirasi politik besar di baliknya. Kasus-kasus yang dibahas di drakor ini biasanya lebih ringan, tentang orang kecil dan termarjinalkan, seperti lansia, anak-anak, orang dengan disabilitas, dan kaum perempuan.

Ada beberapa kasus yang sangat aku suka. (Spoiler alert) pertama, aku suka kasus tentang pembunuhan oleh seorang pengidap autisme. Di episode itu, penonton akan dibuat tersentak oleh fakta kekejaman terhadap orang-orang autisme. Bahkan, ketika perlakuan masyarakat kepada mereka saat ini sudah lebih baik, tetap saja mereka mengalami diskriminasi. Kedua, aku suka kasus tentang Children Liberation Army. Episode tersebut termasuk cerdas karena bisa mengemas isu penting di Korea dengan cara seperti itu. Pesannya jelas sekali, yakni mengkritik eksploitasi anak-anak atas nama pendidikan. Ketiga, aku suka dengan episode tentang hak pekerja perempuan. Di episode itu, penonton dapat melihat yang dimaksud dengan women support women. Selain itu, episode tersebut juga menjadi wake-up call bagi para pengacara agar tidak lupa untuk membela HAM.

Selain dari segi ceritanya, tokoh-tokoh selain Young Woo dalam drakor ini juga loveable banget. Misal, Lee Jun Ho (Kang Tae Oh) yang menjadi love interest Young Woo. Dia manis sekali dengan hati malaikat, tetapi dia juga tidak sesempurna itu. Ada saat dia ngambek, marah, dan kecewa sehingga menambah warna pada karakternya. Kemudian, ada pula Jung Myung Suk alias Pengacara Jung (Kang Ki Young), atasannya Young Woo. Dia adalah sosok atasan yang keren banget, bijaksana, dan mau mengakui kesalahan—panutan banget. Selain mereka berdua, masih ada lagi tokoh-tokoh yang akan menarik perhatian penonton, seperti Choi Su Yeon (Ha Yoon Kyung) dan Kwon Min Woo (Joo Jong Hyuk), rekan-rekan kerja Young Woo.

Di samping tentang perkembangan karakter Young Woo dan kasus-kasusnya, plot menarik dari drakor ini adalah kisah cinta Young Woo dan Jun Ho. Mereka menggemaskan sekali dengan segala keluguan masing-masing. Penonton pasti akan mudah jatuh hati kepada pasangan tersebut. Itu sangat menarik karena jarang sekali karakter dengan disabilitas dibuatkan cerita cinta. Begitu akhirnya mereka mengungkapkan perasaan satu sama lain, wah… penonton pasti akan puas banget. Namun, alur cerita cinta mereka di beberapa episode terakhir agak klise.

Tidak hanya itu, di beberapa episode terakhir pun terasa ada perkembangan plot yang aneh. Misal, perkembangan karakter Kwon Min Woo yang tadinya menyebalkan, lalu mendadak menjadi baik dan manis. Ditambah lagi, dia mendadak juga punya cerita cinta dengan Choi Su Yeon, walaupun masih tipis-tipis sejauh ini. Itu semua terlalu tiba-tiba dan menjadi twist yang aneh.

Oh iya, EAW sudah dikonfirmasi akan berlanjut ke musim kedua yang direncanakan tayang tahun 2024, menunggu aktor Kang Tae Oh selesai wajib militer. Kalian dapat menonton trailer-nya di sini.

***

Never Have I Ever 
Season 3

(2022—on going)

Judul

:

Never Have I Ever

Pencipta

:

Mindy Kaling, Lang Fisher

Produser eksekutif

:

Mindy Kaling, Lang Fisher, Howard Klein, David Miner, Tristram Shapeero

Musim/Episode

:

3 Musim/30 episode (on going)

Pemeran

:

Maitreyni Ramakrishnan, Poorna Jagannathan, Richa Moorjani, Darren Barnet, Jaren Lewison, Ramona Young, Lee Rodriguez, Megan Suri, Anirudh Pisharody

Genre

:

Drama komedi, coming of age, komedi romantis, drama remaja

Never Have I Ever (disingkat menjadi NHIE) merupakan sebuah serial drama remaja ciptaan Mindy Kaling dan Lang Fisher. Mindy Kaling mengatakan bahwa serial ini diciptakannya berdasarkan pengalaman masa kecilnya di Boston. NHIE telah menjadi serial yang sangat berpengaruh dalam mematahkan stereotip orang-orang Asia Selatan. Kalian dapat menonton NHIE di Netflix.

NHIE bercerita tentang kehidupan seorang gadis remaja keturunan India, bernama Devi Vishwakumar (Maitreyi Ramakrishnan), yang harus menghadapi masa remaja yang rumit setelah dia kehilangan ayahnya secara mendadak. Kematian sang ayah sangat mengguncang Devi sampai dia sempat mengalami kelumpuhan kaki dan permasalahan psikis selama beberapa bulan. Itu semua menghancurkan reputasi Devi di sekolah.

Devi pun ingin membangun kembali reputasinya. Dengan bantuan kedua sahabatnya, Eleanor Wong (Ramona Young) dan Fabiola Torres (Lee Rodriguez), Devi berusaha mendekati anak laki-laki paling ganteng di sekolahnya, Paxton Hall-Yoshida (Darren Barnet). Namun, dia juga harus berurusan dengan rivalnya di sekolah, Benjamin “Ben” Gross (Jaren Lewison), yang tak pernah berhenti mengganggunya dan teman-temannya. Di sisi lain, Devi harus membangun hubungan harmonis dengan ibunya, padahal mereka tidak pernah akur.

Kalau kalian belum pernah menonton NHIE, sebaiknya kalian berhenti di sini karena setelah ini ada banyak spoiler. Kalian dapat menonton trailer musim pertamanya di sini.

Setelah dua musim sebelumnya tayang, NHIE kembali dengan musim ketiganya yang rilis di Netflix pada 12 Agustus 2022. Di musim ketiga ini, NHIE kembali menceritakan Devi, keluarganya, dan teman-temannya. Setelah akhirnya Devi dan Paxton resmi berpacaran, mereka menjadi pasangan paling terkenal di sekolah. Semua mata memandang mereka, baik dengan tatapan senang maupun tatapan benci.

Devi begitu bahagia karena akhirnya dia bisa bersama laki-laki yang selama ini dia suka. Namun, ada banyak anak perempuan yang menggosipkan mereka sampai membuat Devi insecure. Ditambah lagi, Devi merasa cemburu tiap kali melihat Paxton bersama teman-teman perempuannya. Akankah Devi bisa mempertahankan hubungannya dengan Paxton?

Sebenarnya, NHIE bukanlah serial favoritku meskipun aku sudah mengikuti serial ini sejak musim pertama. Penyebabnya adalah karakter Devi yang begitu tidak dewasa dan impulsif—itu sangat menyebalkan. Namun, sejak musim kedua, perkembangan karakter Devi sudah lebih baik, dan bahkan lebih baik lagi di musim ketiga.

Pada tiap musim, NHIE membahas satu hal penting tentang pengembangan karakter Devi. Di musim pertama, yang dibahas adalah penyangkalan (denial), sementara di musim kedua adalah tentang permintaan maaf dan tanggung jawab. Kemudian, di musim ketiga, topiknya adalah tentang insecurity.

Sejak berpacaran dengan Paxton, Devi merasa bahagia, tetapi juga insecure. Dia merasa dirinya yang payah tidak pantas bersama Paxton yang begitu populer. Dia terus terpengaruh perkataan buruk orang-orang tentangnya. Itu memengaruhi kepercayaan dirinya hingga mengganggu hubungannya dengan Paxton. Devi jadi mudah cemburu dengan perempuan manapun karena merasa mereka lebih baik daripada dirinya dan khawatir Paxton akan meninggalkannya demi perempuan-perempuan itu. Sepertinya, itu permasalahan yang relatable, bukan?

Saat cerita masih di bagian tersebut, aku kesal terhadap Devi. Lagi-lagi dia bersikap kekanak-kanakan. Namun, (spoiler alert) pada akhirnya dia mengalami perkembangan diri yang luar biasa sejak berpacaran dengan Nirdesh “Des” (Anirudh Pishadory). Meskipun hubungan Devi dan Des kandas, ada perubahan luar biasa pada diri Devi kali ini.

Jadi, (spoiler alert) Des memutuskan hubungan dengan Devi karena permintaan ibunya Des yang menanggap Devi memiliki banyak kekurangan dan problematik. Dicap buruk dan tidak layak seperti itu seharusnya membuat Devi makin insecure, tetapi rupanya tidak. Sebelumnya, dia putus dengan Paxton karena merasa tidak pantas, tetapi kali ini, dia putus dengan Des—yang telah merendahkan dirinya—tanpa merasa hancur. She finally knew her worth.

Selain tentang insecurity, perkembangan karakter mengesankan pada diri Devi adalah (spoiler alert) ketika dia bisa move on dari Paxton. Setelah dua musim Devi terlalu terobsesi pada Paxton, akhirnya dia bisa melupakannya. Dia belajar banyak hal berkat Paxton, seperti bahwa dia harus bisa mencintai dirinya dulu sebelum memulai hubungan dengan orang lain. Di akhir episode 10, ketika Devi tidak lagi merasa berbunga-bunga saat Paxton menyebut namanya, aku sangat bangga padanya.

Di sisi lain, perkembangan karkater Paxton juga begitu bagus di musim ini. Sebelumnya, Paxton telah banyak berubah di musim kedua, tetapi di musim ketiga, dia telah menunjukkan perkembangan karkater yang lebih mantap. Dibandingkan dengan Devi, Paxton jauh lebih dewasa dalam menjalani hubungan. Dibalik citra dirinya yang seksi, rupanya Paxton juga berhati lembut dan baik. Agak sulit untuk tidak menyukai karkaternya di musim ketiga ini.

Hal lain yang membanggakan dari para tokoh NHIE di musim ketiga ini adalah (spoiler alert) ketika melihat Devi, Ben, dan Paxton dapat berteman. Itu sungguh menakjubkan. Hubungan ketiganya tidak pernah akur sejak musim kedua. Namun, pada akhirnya mereka dapat berteman dengan normal—mengobrol di kantin, saling bantu mengerjakan PR, dan curhat tentang hubungan satu sama lain. Itu sangat memuaskan.

Tokoh lain yang patut disorot ialah ibunya Devi, Dr. Nalini Vishwakumar (Poorna Jagannathan). Hubungannya dengan Devi di musim ketiga sudah lebih baik—jauh lebih baik—berbeda banget dengan waktu di musim pertama. Walaupun di musim ketiga ini hampir tidak ada konflik antara Devi dan ibunya, momen kebersamaan mereka selalu bisa membuat hati tersentuh.

Akan tetapi, tokoh-tokoh lain di serial ini sayangnya mendapatkan konflik yang kurang menarik. Dibandingkan dengan musim kedua, sebenarnya itu agak timpang—di musim kedua, para tokoh pendukung memiliki subplot yang sama penting dengan plotnya Devi; di musim ketiga, subplot mereka kalah menarik. Subplot Eleanor, Fabiola, Aneesa Qureshi (Megan Suri), dan Kamala Nandiwadal (Richa Moorjani) tidak telalu menarik perhatian. Bahkan, screentime Aneesa dan Kamala sepertinya jadi lebih sedikit daripada musim-musim sebelumnya.

Ya, meskipun demikian, aku yakin penonton pasti akan tetap menyukai serial ini. Dengan ceritanya yang relatable serta perkembangan karkater yang memuaskan, NHIE musim ketiga akan menjadi tontonan yang menyentuh hati sekaligus mengundang tawa. Oh iya, musim keempat NHIE akan tayang pada 2023 loh. Kalian dapat menonton trailer NHIE musim ketiga di sini. 

Sebelumnya

Selanjutnya

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!

Komentar