The Sandman merupakan serial TV yang diadaptasi dari serial komik yang
ditulis oleh Neil Gaiman pada 1989–1996, yang diterbitkan oleh DC Comics—perusahaan
yang sama yang menaungi pahlawan super Justice League, seperti Superman,
Batman, dan Wonder Woman. Sebenarnya, usaha untuk mengadaptasi cerita Sandman
menjadi format tontonan sudah ada sejak tahun 1991, tetapi mengalami berbagai
kendala hingga pada akhirnya berhasil. Sekarang, kalian dapat menonton The Sandman di Netflix.
The Sandman menceritakan tentang perjalanan Dream, salah satu dari Endless,
untuk membangun kembali kerajaannya. Endless adalah entitas-entitas yang
memiliki fungsi sebagai aspek-aspek kehidupan manusia. Ada tujuh Endless, yakni
Destiny, Death, Dream, Destruction, Desire, Despair, dan Delirium. Mereka semua
bersaudara, tetapi tak akur. Mereka menguasai alamnya dan memiliki fungsinya
masing-masing dalam melayani manusia.
Dream (Tom Sturridge) adalah Endless yang menguasai mimpi dan
imajinasi. Dia menguasai dunia mimpi yang disebut the Dreaming, tempat semua
manusia yang sedang tidur pergi. Dream dikenal dengan nama lain, seperti Raja
Mimpi, Morpheus, dan Sandman. Di dunia Dreaming, terdapat makhluk-makhluk
ciptaan Dream yang disebut Mimpi Indah dan Mimpi Buruk. Mereka bertugas untuk
memberikan mimpi kepada manusia yang sedang tidur.
Akan tetapi, salah satu Mimpi Buruk dari Dreaming, yakni sang
Corinthian (Boyd Holbrook), kabur ke dunia manusia dan membunuh orang-orang. Ketika
Dream ingin menjemputpaksanya untuk kembali, Dream ditangkap oleh sekelompok
penyihir amatir yang dipimpin oleh pria bernama Roderick Burgess (Charles
Dance). Roderick Burgess mengambil barang-barang milik Dream sehingga melemahkannya,
lalu dia memenjarakan Dream tanpa menyadari kekacauan yang dia buat.
Setelah 106 tahun berlalu, Dream akhirnya dapat melepaskan
diri dari penjara tersebut. Namun, kerusakan yang terjadi di dunia Dreaming dan
dunia manusia akibat ketidakhadirannya sudah terlalu banyak. Dia juga harus
menemukan kembali barang-barangnya agar kekuatannya dapat pulih seutuhnya. Mampukah
Dream memperbaiki semuanya dan kembali berkuasa?
Yang paling menonjol dari The
Sandman adalah efek visualnya yang memukau. Sebagai sebuah cerita high fantasy, kunci agar The Sandman dapat membuat penonton
terkesan adalah visualnya, dan serial ini sukses besar. Visual latarnya begitu
megah dan tampak nyata, mulai dari negeri Dreaming sampai neraka. Dreaming
terlihat bak negeri dongeng, cocok sekali sebagai dunia mimpi. Sementara itu,
neraka di serial ini tidak digambarkan sebagai tempat yang panas dan
berapi-api, tetapi tempat yang suram, berkabut, mencekam, dan terkesan dingin—agak
jauh dari bayangan kebanyakan orang tentang neraka.
Selain visual tempat-tempatnya, visual dari karakternya juga
keren, dan menarik. Selain Dream, ada juga Endless lain yang muncul di serial
ini, yakni Death (Kirby Howell-Baptiste). Jika biasanya sosok pencabut nyawa
digambarkan seagai Grim Reaper yang
menyeramkan, Death tampil sebagai wanita cantik dengan tatapan penuh simpati
dan senyum yang menenangkan—jauh sekali dari persepsi mengerikan orang-orang
tentang kematian. Bahkan, proses Death menjemput jiwa orang mati pun tidak
terasa menakutkan, malah terasa indah dan menyentuh. Di sisi lain, Dream justru
berpenampilan suram dengan kulit putih pucat dan pakaian serba hitamnya—cocok
untuk menjadi pencabut nyawa.
Tokoh lainnya dengan desain yang menarik perhatian adalah
Lucifer Morningstar (Gwendoline Christie). Sebelumnya, karakter Lucifer
Morningstar dari DC Comics pernah diadaptasi ke layer dalam serial Lucifer dan pemerannya adalah Tom
Ellis. Namun, berbeda dengan Lucifer versi Tom Ellis yang mesum, Lucifer di The Sandman tampak berwibawa dan penuh
ambisi, benar-benar seperti Pemerintah Neraka. Selain perbedaan pada
karakternya, aku juga tertarik karena Lucifer di The Sandman adalah perempuan, sebuah hal baru yang belum pernah
kulihat. Itu memperlihatkan betapa luasnya kreativitas Neil Gaiman dalam
membuat serial ini.
Kemudian, untuk storyline-nya
sendiri, 10 episode The Sandman dapat
dibagi menjadi dua bagian: pertama, cerita tentang Dream membangun kembali
kerajaannya; dan kedua, cerita tentang Dream Vortex (kalian harus tonton
sendiri untuk tahu itu apa). Secara keseluruhan, The Sandman memiliki pace
yang lambat, tetapi pace untuk cerita
bagian pertama lebih lambat dan tidak se-thrilling
yang kedua, sehingga mungkin bisa membuat beberapa orang bosan. Akan
tetapi, menurutku The Sandman memang
sebuah tontonan yang dibuat untuk dinikmati pelan-pelan, bukan ditonton
sekaligus semua.
Akan tetapi, aku merasa tahap resolusi di episode terakhir
terasa biasa saja, hambar. Padahal, sang Corinthian adalah antagonis yang
licik, tetapi kalah begitu saja. Pemecahan masalahnya pun tampak mudah sekali
ditemukan sehingga semua masalah selesai begitu saja.
Salah satu momen favoritku dari serial ini adalah pertarungan
Dream melawan Lucifer. Pertarungan mereka bukanlah baku hantam seperti pada
film superhero kebanyakan, juga bukan
adu mantra seperti di film Harry Potter. Pertarungan mereka terasa mind-bending, filosofis, dan puitis.
Ditambah dengan visual yang ciamik, sensasinya semakin sureal.
Selain itu, aku suka semua momen di episode 6, The Sound of Her Wings. Di episode
itu, penonton bisa mendapatkan insight menarik
tentang kematian dan kehidupan. Keduanya bukanlah hal yang menakutkan
sebagaimana yang banyak orang kira. Kematian sama alaminya dengan kelahiran,
tidak lebih dari proses alam dan merupakan sebuah awal petualangan baru.
Kehidupan pun tidak selalu dipenuhi derita dan kesengsaraan karena ada banyak
hal dalam hidup yang layak diperjuangkan.
Bukan hanya soal kehidupan dan kematian, karena tokoh utama
dari serial ini adalah Dream, serial ini pun membicarakan makna lebih mendalam
tentang mimpi bagi kehidupan manusia. Mimpi tidak hanya sekadar bunga tidur,
tetapi dapat menjadi motivasi hidup dan cerminan isi hati. Dalam salah satu
episode, Dream menunjukkan bahwa mimpi dapat mempertahankan keseimbangan dalam
kehidupan manusia, baik secara individual maupun bermasyarakat.
Namun, serial ini juga menyampaikan pesan tentang tujuan
hidup. Ada momen ketika Dream merasa kehilangan arah dan mempertanyakan tujuan
keberadaannya. Kemudian, ada juga momen ketika salah satu Mimpi Buruk, yakni
Gault (Ann Ogbomo) mengatakan bahwa semua orang dapat bebas menentukan
tujuannya dan bahwa semua orang dapat berubah.
Terakhir, kalian jangan sampai lupa untuk menonton episode
bonus The Sandman (episode 11). Itu
terdiri atas dua cerita: A Dream of a
Thousand Cats dan Calliope. Keduanya
bagus banget dan memiliki insight
yang menarik. A Dream of a Thousand
Cats memberi insight bahwa
realitas kita dapat dibentuk oleh imajinasi kolektif, yang disebut sebagai
realitas fiksi. Kemudian, Calliope memberi
insight tentang memaafkan kesalahan
orang, sekalipun itu berat sekali.
Sejauh ini, belum dapat dipastikan kapan musim kedua The Sandman akan tayang. Namun, setelah
melihat akhir musim pertamanya, besar kemungkinan akan ada musim kedua. Kalian
dapat menonton trailer-nya di sini.
***
My Dress-Up
Darling
Season 1
(2022-on going)
Judul
|
:
|
My Dress-Up Darling
|
Sutradara
|
:
|
Shinohara Keisuke
|
Penulis
|
:
|
Tomita Yorika
|
Musim/Episode
|
:
|
1 Musim/12 episode (on going)
|
Pemeran
|
:
|
Ishige Shouya, Suguta Hina
|
Genre
|
:
|
Potongan kehidupan,
komedi romantis, coming of age, seinen,
josei
|
My Dress-Up Darling (disingkat MDUD) adalah sebuah serial anime yang diadaptasi
dari manga karya Fukuda Shinichi. Judul orisinal dari manga-nya adalah Sono Bisuku Douru wa Koi o Suru (That Bisque Doll Can Fall in Love). Manga-nya
pertama kali terbit pada Januari 2018 dan kini sudah mencapai sembilan volume
pada Maret 2022. Pada Juni 2022, ada lebih dari tujuh juta salinan manga MDUD
di peredaran.
Gojo
Wakana (Ishige Shouya), seorang anak laki-laki yatim piatu, sejak kecil tinggal
bersama kakeknya yang berprofresi sebagai pengerajin boneka hina,
sejenis boneka tradisional Jepang yang memilki makna khusus dalam kepercayaan
Shinto. Karena terpesona dengan kecantikan boneka hina sejak kecil, Wakana bercita-cita menjadi pengerajin boneka seperti
kakeknya. Setiap hari, selain bersekolah, dia menghabiskan waktunya untuk
mengasah kemampuannya membuat boneka.
Namun akibatnya, dia tidak pernah memiliki teman.
Wakana
sangat canggung dalam bersosialisasi. Dia tidak memiliki seorang teman pun. Dia
juga tidak percaya diri karena hobinya terhadap boneka hina terkesan feminin dan berbeda sekali dari hobi remaja
kebanyakan.
Di
sekolah, dia terpesona dengan teman sekelasnya, Kitagawa Marin (Suguta Hina)
yang cantik dan percaya diri serta punya banyak teman. Marin seperti hidup di
dunia yang berbeda sekali dengannya.
Hingga
pada suatu hari, Marin mendapati Wakana yang sedang menjahit baju boneka hina di ruang menjahit sekolah. Namun,
tak terduga olehnya, Marin tidak menghakiminya dan malah meminta bantuannya untuk
membuatkannya kostum untuk cosplay. Walaupun
Wakana tak memiliki pengalaman membuat pakaian untuk ukuran manusia, karena
terinspirasi kepercayaan diri dan kegigihan Marin, dia setuju untuk
membuatkannya kostum tersebut. Dari situlah pertemanan keduanya bermula.
MDUD is unexpectedly very good. Ya, aku punya
prasangka bahwa anime ini hanya menjual fan service. Namun ternyata, MDUD juga memiliki premis dan storyline yang bagus. Karakter Wakana
yang tidak percaya diri dengan kegemarannya sangatlah relatable, termasuk bagiku pribadi. Banyak remaja yang
menyembunyikan kegemarannya dari teman-teman sekolah mereka karena takut
dianggap aneh, seperti yang terjadi pada Wakana.
Apalagi,
dalam kasus Wakana, hal tersebut juga turut menyinggung norma gender di
masyarakat. Anak laki-laki dinilai tidak seharusnya menggemari boneka. Padahal,
setiap orang bebas menggemari apapun yang dia gemari, tanpa peduli itu maskulin
atau feminin. Kegemaran seseorang tidak seharusnya terbatasi oleh gendernya.
Pesan
tentang kebebasan tersebut direpresentasikan oleh karakter Marin. Dia sosok
perempuan yang biasa kita lihat di sekolah—cantik, populer, dan percaya diri.
Namun, dia tidak sombong dan egois; justru sebaliknya, Marin sangat ramah dan
pengertian. Aku sangat suka ketika dia tidak menghakimi hobi Wakana dan malah
mengapresiasinya. Marin memiliki prinsip moral yang mengagumkan. Aku setuju
dengannya bahwa kita bertanggung jawab pada diri sendiri untuk mengungkapkan
perasaan kita, dan kita harus menghormati kegemaran orang lain. Tidak akan
sulit bagi penonton untuk menyukai karakter Wakana dan Marin.
Walaupun
Marin dan Wakana memiliki karakter yang berbeda, mereka terlihat sangat
menggemaskan. Wakana yang kikuk dan canggung bertemu dengan Marin yang ceria
dan begitu percaya diri. Selain itu, perbedaan karakter keduanya tidak hanya
tampak dari perilaku mereka, tetapi juga dari penampilannya. Wakana selalu
tampak sederhana dengan mengenakan samue,
sedangkan Marin selalu tampak gaul dengan pakaian dan aksesoris hebohnya.
Perbedaan
karakter tersebutlah yang menjadi salah satu hal menyenangkan dari serial ini.
Pertemanan mereka yang lambat laun menumbuhkan rasa suka di antara keduanya
dapat membuat penonton gemas sendiri, hahaha. Untung saja perkembangan hubungan
mereka tidak dibuat terburu-buru dan tetap sebagai teman saja sejauh ini. Maka
dari itu, MDUD adalah tontonan yang menggemaskan dan menghangatkan hati, tidak
sekadar mengandalkan fan service.
Akan
tetapi, aku merasa alurnya di beberapa episode terakhir terasa terburu-buru.
Awalnya sedang ini, lalu berganti menjadi itu—terasa cepat sekali lompatan
sekuensnya, meski diwarnai dengan adegan-adegan manis antara Marin dan Wakana.
Akan tetapi, aku lebih suka jika itu diceritakan lebih perlahan, seperti di
awal-awal. Aku lebih menikmati alur yang pelan tapi pasti untuk cerita slice of life.
Meksipun
begitu, MDUD tetap bisa menghibur kalian dengan visualnya yang memukau. Selain
visual karakternya yang oke, visual latarnya tidak kalah bagus. Mulai dari
suasana sekolah, festival kembang api di musim panas, sampai hamparan laut yang
berkilauan akan memanjakan mata kalian dan menambah atmosfer romantis di antara
Wakana dan Marin. Kemudian, karena tema anime ini adalah cosplay, visual karakter-karakter yang di-cosplay oleh Marin juga oke sekali—terlihat seperti tokoh dari
anime lain, tetapi kelakuannya masih Marin, hahaha.
Berikutnya,
hal yang aku suka dari serial ini adalah semangat kebebasannya. MDUD secara
tersirat menyuarakan pesan bahwa setiap orang bebas menjadi apapun. Hal tersebut
tampak dari karakter Marin yang begitu bebas dan percaya diri pada apa yang dia
suka dan yakini. Hobinya ber-cosplay
dapat dibilang adalah metafora yang tepat karena seseorang bebas menjadi tokoh
apapun yang dia inginkan ketika ber-cosplay,
tanpa peduli gender, warna kulit, atau apapun itu.
Ditambah
lagi, Wakana dan Marin masih SMA yang terkenal sebagai fase mencari jati diri.
Maka dari itu, konteksnya sesuai sekali. MDUD ingin mengatakan, khususnya
kepada para remaja yang sedang beranjak dewasa, bahwa apapun hobimu,
kegemaranmu tidak ada yang salah dengan itu. Kamu juga bebas menentukan ingin
menjadi apapun yang kamu sukai. Gendermu tidak harus menghalangimu
mengekspresikan dirimu.
Di samping itu, soundtrack-nya
juga enak didengar. Aku pribadi suka lagu tema pembukanya, yakni “Sun Sun Days” oleh
Spira Spica. Sejauh ini, belum ada informasi mengenai kapan musim keduanya
tayang, maka kalian harus bersabar ya. Kalian dapat menonton trailer-nya di sini.
***
(2022—on going)
Judul
|
:
|
Extraordinary Attorney Woo
|
Sutradara
|
:
|
Yoo In Sik
|
Penulis
|
:
|
Moon Ji Won
|
Musim/Episode
|
:
|
1 Musim/16 episode (on going)
|
Pemeran
|
:
|
Park Eun Bin, Kang Tae Oh, Kang Ki Young,
Ha Yoon Kyung, Joo Jong Hyuk
|
Genre
|
:
|
Drama hukum,
komedi romantis, drama
|
Extraordinary Attorney Woo (disingkat EAW) adalah salah satu drakor yang hype-nya paling fenomenal di tahun 2022.
Perkembangan popularitasnya begitu drastis hingga mampu menjadi salah satu
drama Korea dengan rating tertinggi
di sejarah pertelevisian kabel Korea. EAW tayang di saluran TV ENA dan menjadi
drakor dengan rating tertinggi di
sepanjang sejarah saluran TV tersebut. Kalian bisa menonton EAW di platform Netflix.
EAW
bercerita tentang seorang pengacara pengidap autisme (istilah
resminya adalah autism spectrum disorder/gangguan
spektrum autisme) yang pertama di Korea Selatan. Namanya adalah Woo Young Woo
(Park Eun Bin). Sejak kecil, Young Woo adalah anak istimewa—dia mampu menghafal
peraturan perundang-undangan. Maka dari itu, dia belajar di sekolah hukum dan
berhasil menjadi lulusan terbaik di kampus ternama.
Namun,
karena gangguan autisme yang dia miliki, Young Woo tidak mendapat panggilan
kerja, sampai akhirnya Firma Hukum Hanbada menerimanya. Di dunia kerja, Young
Woo menemui banyak orang, mulai dari rekan kerja sampai klien, yang memiliki berbagai
karakter. Rupanya orang-orang tidak bertingkah laku sebagaimana yang
diamanatkan hukum, dan itu mengejutkannya. Bagaimanakah Young Woo akan menghadapi
dunia kerja?
EAW
adalah drama hukum yang sangat ringan dan heart-warming,
berbeda sekali dengan kebanyakan tontonan drama hukum lainnya yang terkesan
berat dan suram. Ketika menonton EAW, penonton akan dibuat tertawa oleh tingkah
Young Woo yang menggemaskan, seperti (spoiler
alert) ketika dia takut mau masuk pintu putar atau ketika dia bertemu
temannya, Dong Geu Ra Mi (Joo Hyun Young).
Yang
menarik sekali dari karakter Young Woo adalah perkembangannya. Di episode awal,
dia seperti anak kecil yang lugu dan naif. Saking naifnya, dia tidak mengira
orang-orang akan mencurangi hukum. Kemudian, dia belajar tentang kehidupan dari
tiap kasus yang dia tangani. Ketika sedang menangani suatu kasus, dia kerap
berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan, seperti dia ingin menjadi pengacara
seperti apa atau apakah dia membela orang yang benar. Walaupun tidak semua
kasus dia menangkan, yang penting dia belajar dari itu semua untuk menjadi
dewasa dan menjadi pengacara yang baik.
Oh
iya, Young Woo itu suka sekali paus. Dia tahu segala hal tentang paus. Nah,
menariknya ialah setiap kali Young Woo mendapat solusi atas suatu kasus, ada
momen yang kusebut “whale moment.” Di
momen itu, Young Woo berimajinasi melihat paus, dan efek visual pausnya itu keren banget! Terkadang, paus tersebut
juga menjadi metafora dari kasus yang sedang ditangani Young Woo.
Selain
itu, EAW menggunakan konsep “satu kasus satu episode” yang berarti setiap
episode akan membahas kasus yang berbeda, walaupun ada beberapa kasus yang
dibahas selama dua episode. Dengan konsep seperti itu, drakor ini dapat
mengeksplorasi banyak sekali kasus dan isu sosial. Di sisi lain, konsep tersebut
juga bisa membuat penonton jenuh. Namun, yang menarik ialah drakor ini
mengangkat isu-isu yang sederhana, bukan seperti pembunuhan atau korupsi dengan
konspirasi politik besar di baliknya. Kasus-kasus yang dibahas di drakor ini
biasanya lebih ringan, tentang orang kecil dan termarjinalkan, seperti lansia,
anak-anak, orang dengan disabilitas, dan kaum perempuan.
Ada
beberapa kasus yang sangat aku suka. (Spoiler
alert) pertama, aku suka kasus
tentang pembunuhan oleh seorang pengidap autisme. Di episode itu, penonton akan
dibuat tersentak oleh fakta kekejaman terhadap orang-orang autisme. Bahkan,
ketika perlakuan masyarakat kepada mereka saat ini sudah lebih baik, tetap saja
mereka mengalami diskriminasi. Kedua,
aku suka kasus tentang Children
Liberation Army. Episode tersebut termasuk cerdas karena bisa mengemas isu
penting di Korea dengan cara seperti itu. Pesannya jelas sekali, yakni mengkritik
eksploitasi anak-anak atas nama pendidikan. Ketiga,
aku suka dengan episode tentang hak pekerja perempuan. Di episode itu, penonton
dapat melihat yang dimaksud dengan women
support women. Selain itu, episode tersebut juga menjadi wake-up call bagi para pengacara agar tidak
lupa untuk membela HAM.
Selain
dari segi ceritanya, tokoh-tokoh selain Young Woo dalam drakor ini juga loveable banget. Misal, Lee Jun Ho (Kang
Tae Oh) yang menjadi love interest
Young Woo. Dia manis sekali dengan hati malaikat, tetapi dia juga tidak
sesempurna itu. Ada saat dia ngambek,
marah, dan kecewa sehingga menambah warna pada karakternya. Kemudian, ada pula
Jung Myung Suk alias Pengacara Jung (Kang Ki Young), atasannya Young Woo. Dia
adalah sosok atasan yang keren banget, bijaksana, dan mau mengakui
kesalahan—panutan banget. Selain mereka berdua, masih ada lagi tokoh-tokoh yang
akan menarik perhatian penonton, seperti Choi Su Yeon (Ha Yoon Kyung) dan Kwon
Min Woo (Joo Jong Hyuk), rekan-rekan kerja Young Woo.
Di
samping tentang perkembangan karakter Young Woo dan kasus-kasusnya, plot menarik
dari drakor ini adalah kisah cinta Young Woo dan Jun Ho. Mereka menggemaskan
sekali dengan segala keluguan masing-masing. Penonton pasti akan mudah jatuh
hati kepada pasangan tersebut. Itu sangat menarik karena jarang sekali karakter
dengan disabilitas dibuatkan cerita cinta. Begitu akhirnya mereka mengungkapkan
perasaan satu sama lain, wah… penonton pasti akan puas banget. Namun, alur
cerita cinta mereka di beberapa episode terakhir agak klise.
Tidak
hanya itu, di beberapa episode terakhir pun terasa ada perkembangan plot yang
aneh. Misal, perkembangan karakter Kwon Min Woo yang tadinya menyebalkan, lalu
mendadak menjadi baik dan manis. Ditambah lagi, dia mendadak juga punya cerita
cinta dengan Choi Su Yeon, walaupun masih tipis-tipis sejauh ini. Itu semua
terlalu tiba-tiba dan menjadi twist yang
aneh.
Oh iya, EAW sudah dikonfirmasi akan berlanjut ke musim kedua
yang direncanakan tayang tahun 2024, menunggu aktor Kang Tae Oh selesai wajib
militer. Kalian dapat menonton trailer-nya
di sini.
***
Never Have I
Ever
Season
3
(2022—on going)
Judul
|
:
|
Never Have I Ever
|
Pencipta
|
:
|
Mindy Kaling, Lang Fisher
|
Produser eksekutif
|
:
|
Mindy Kaling, Lang Fisher, Howard Klein,
David Miner, Tristram Shapeero
|
Musim/Episode
|
:
|
3 Musim/30 episode (on going)
|
Pemeran
|
:
|
Maitreyni Ramakrishnan, Poorna
Jagannathan, Richa Moorjani, Darren Barnet, Jaren Lewison, Ramona Young, Lee
Rodriguez, Megan Suri, Anirudh Pisharody
|
Genre
|
:
|
Drama komedi, coming of age,
komedi romantis, drama remaja
|
Never Have I Ever (disingkat menjadi NHIE) merupakan sebuah serial drama remaja
ciptaan Mindy Kaling dan Lang Fisher. Mindy Kaling mengatakan bahwa serial ini
diciptakannya berdasarkan pengalaman masa kecilnya di Boston. NHIE telah
menjadi serial yang sangat berpengaruh dalam mematahkan stereotip orang-orang
Asia Selatan. Kalian dapat menonton NHIE di Netflix.
NHIE
bercerita tentang kehidupan seorang gadis remaja keturunan India, bernama Devi
Vishwakumar (Maitreyi Ramakrishnan), yang harus menghadapi masa remaja yang
rumit setelah dia kehilangan ayahnya secara mendadak. Kematian sang ayah sangat
mengguncang Devi sampai dia sempat mengalami kelumpuhan kaki dan permasalahan
psikis selama beberapa bulan. Itu semua menghancurkan reputasi Devi di sekolah.
Devi
pun ingin membangun kembali reputasinya. Dengan bantuan kedua sahabatnya,
Eleanor Wong (Ramona Young) dan Fabiola Torres (Lee Rodriguez), Devi berusaha mendekati
anak laki-laki paling ganteng di sekolahnya, Paxton Hall-Yoshida (Darren
Barnet). Namun, dia juga harus berurusan dengan rivalnya di sekolah, Benjamin “Ben”
Gross (Jaren Lewison), yang tak pernah berhenti mengganggunya dan
teman-temannya. Di sisi lain, Devi harus membangun hubungan harmonis dengan
ibunya, padahal mereka tidak pernah akur.
Kalau
kalian belum pernah menonton NHIE, sebaiknya kalian berhenti di sini karena
setelah ini ada banyak spoiler. Kalian
dapat menonton trailer musim
pertamanya di sini.
Setelah
dua musim sebelumnya tayang, NHIE kembali dengan musim ketiganya yang rilis di
Netflix pada 12 Agustus 2022. Di musim ketiga ini, NHIE kembali menceritakan Devi,
keluarganya, dan teman-temannya. Setelah akhirnya Devi dan Paxton resmi
berpacaran, mereka menjadi pasangan paling terkenal di sekolah. Semua mata
memandang mereka, baik dengan tatapan senang maupun tatapan benci.
Devi
begitu bahagia karena akhirnya dia bisa bersama laki-laki yang selama ini dia
suka. Namun, ada banyak anak perempuan yang menggosipkan mereka sampai membuat
Devi insecure.
Ditambah lagi, Devi merasa cemburu tiap kali melihat Paxton bersama teman-teman
perempuannya. Akankah Devi bisa mempertahankan hubungannya dengan Paxton?
Sebenarnya,
NHIE bukanlah serial favoritku meskipun aku sudah mengikuti serial ini sejak
musim pertama. Penyebabnya adalah karakter Devi yang begitu tidak dewasa dan
impulsif—itu sangat menyebalkan. Namun, sejak musim kedua, perkembangan karakter
Devi sudah lebih baik, dan bahkan lebih baik lagi di musim ketiga.
Pada tiap
musim, NHIE membahas satu hal penting tentang pengembangan karakter Devi. Di
musim pertama, yang dibahas adalah penyangkalan (denial), sementara di musim kedua adalah tentang permintaan maaf
dan tanggung jawab. Kemudian, di musim ketiga, topiknya adalah tentang insecurity.
Sejak
berpacaran dengan Paxton, Devi merasa bahagia, tetapi juga insecure. Dia merasa dirinya yang payah tidak pantas bersama Paxton
yang begitu populer. Dia terus terpengaruh perkataan buruk orang-orang tentangnya.
Itu memengaruhi kepercayaan dirinya hingga mengganggu hubungannya dengan
Paxton. Devi jadi mudah cemburu dengan perempuan manapun karena merasa mereka
lebih baik daripada dirinya dan khawatir Paxton akan meninggalkannya demi
perempuan-perempuan itu. Sepertinya, itu permasalahan yang relatable, bukan?
Saat
cerita masih di bagian tersebut, aku kesal terhadap Devi. Lagi-lagi dia
bersikap kekanak-kanakan. Namun, (spoiler
alert) pada akhirnya dia mengalami perkembangan diri yang luar biasa sejak
berpacaran dengan Nirdesh “Des” (Anirudh Pishadory). Meskipun hubungan Devi dan
Des kandas, ada perubahan luar biasa pada diri Devi kali ini.
Jadi,
(spoiler alert) Des memutuskan
hubungan dengan Devi karena permintaan ibunya Des yang menanggap Devi memiliki
banyak kekurangan dan problematik. Dicap buruk dan tidak layak seperti itu
seharusnya membuat Devi makin insecure,
tetapi rupanya tidak. Sebelumnya, dia putus dengan Paxton karena merasa tidak
pantas, tetapi kali ini, dia putus dengan Des—yang telah merendahkan
dirinya—tanpa merasa hancur. She finally
knew her worth.
Selain
tentang insecurity, perkembangan
karakter mengesankan pada diri Devi adalah (spoiler
alert) ketika dia bisa move on dari
Paxton. Setelah dua musim Devi terlalu terobsesi pada Paxton, akhirnya dia bisa
melupakannya. Dia belajar banyak hal berkat Paxton, seperti bahwa dia harus bisa
mencintai dirinya dulu sebelum memulai hubungan dengan orang lain. Di akhir
episode 10, ketika Devi tidak lagi merasa berbunga-bunga saat Paxton menyebut
namanya, aku sangat bangga padanya.
Di
sisi lain, perkembangan karkater Paxton juga begitu bagus di musim ini.
Sebelumnya, Paxton telah banyak berubah di musim kedua, tetapi di musim ketiga,
dia telah menunjukkan perkembangan karkater yang lebih mantap. Dibandingkan
dengan Devi, Paxton jauh lebih dewasa dalam menjalani hubungan. Dibalik citra
dirinya yang seksi, rupanya Paxton juga berhati lembut dan baik. Agak sulit
untuk tidak menyukai karkaternya di musim ketiga ini.
Hal
lain yang membanggakan dari para tokoh NHIE di musim ketiga ini adalah (spoiler alert) ketika melihat Devi, Ben,
dan Paxton dapat berteman. Itu sungguh menakjubkan. Hubungan ketiganya tidak
pernah akur sejak musim kedua. Namun, pada akhirnya mereka dapat berteman
dengan normal—mengobrol di kantin, saling bantu mengerjakan PR, dan curhat
tentang hubungan satu sama lain. Itu sangat memuaskan.
Tokoh
lain yang patut disorot ialah ibunya Devi, Dr. Nalini Vishwakumar (Poorna
Jagannathan). Hubungannya dengan Devi di musim ketiga sudah lebih baik—jauh lebih baik—berbeda banget dengan
waktu di musim pertama. Walaupun di musim ketiga ini hampir tidak ada konflik
antara Devi dan ibunya, momen kebersamaan mereka selalu bisa membuat hati
tersentuh.
Akan
tetapi, tokoh-tokoh lain di serial ini sayangnya mendapatkan konflik yang kurang
menarik. Dibandingkan dengan musim kedua, sebenarnya itu agak timpang—di musim
kedua, para tokoh pendukung memiliki subplot yang sama penting dengan plotnya
Devi; di musim ketiga, subplot mereka kalah menarik. Subplot Eleanor, Fabiola,
Aneesa Qureshi (Megan Suri), dan Kamala Nandiwadal (Richa Moorjani) tidak
telalu menarik perhatian. Bahkan, screentime
Aneesa dan Kamala sepertinya jadi lebih sedikit daripada musim-musim sebelumnya.
Ya,
meskipun demikian, aku yakin penonton pasti akan tetap menyukai serial ini.
Dengan ceritanya yang relatable serta
perkembangan karkater yang memuaskan, NHIE musim ketiga akan menjadi tontonan
yang menyentuh hati sekaligus mengundang tawa. Oh iya, musim keempat NHIE akan
tayang pada 2023 loh. Kalian dapat menonton trailer
NHIE musim ketiga di sini.
Sebelumnya
Selanjutnya
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar