A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Enola Holmes 2: Lebih Seru, Menggemaskan, dan Mengesankan daripada Film Sebelumnya



Judul

:

Enola Holmes 2

Sutradara

:

Harry Bradbeer

Produser

:

Mary Parent, Alex Garcia, Ali Mendes, Millie Bobby Brown, Robert Brown

Tanggal rilis

:

4 November 2022

Rumah produksi

:

Legendary Pictures, PCMA Productions

Penulis naskah

:

Jack Thorne (screenplay), Harry Bradbeer (cerita), Nancy Springer (penulis versi orisinal novel)

Durasi tayang

:

2 jam 9 menit

Pemeran

:

Millie Bobby Brown, Henry Cavill, Louis Partridge, Helena Bonham Carter, David Thewlis

Genre

:

Misteri, petualangan, crime, action, drama sejarah, coming of age, fiksi ilmiah feminis, romantis

 

Sinopsis

Enola Holmes (Millie Bobby Brown) memutuskan untuk membuka agensi detektifnya sendiri setelah sebelumnya berhasil memecahkan kasus pertamanya. Akan tetapi, bisnisnya tak selaris bisnis kakaknya, Sherlock Holmes (Henry Cavill) yang tersohor itu. Ketika dia hampir saja menutup bisnisnya, seorang gadis muncul meminta bantuannya untuk menemukan saudarinya, Sarah Chapman (Hannah Dodd) yang telah menghilang berhari-hari. Di tengah penyelidikannya, Enola menemukan bahwa kasus tersebut lebih besar dari yang dia duga.

 

Kelebihan

Enola Holmes 2 adalah kelanjutan dari film Enola Holmes (2020), yang termasuk film orisinal Netflix yang sukses. Aku pribadi suka sekali dengan film pertamanya dan film kedua ini ternyata mengalami peningkatan daripada film pertamanya.

Karakter Enola si tokoh utama masih seperti sebelumnya: lucu, ceria, kreatif, pemberani, tangguh, dan menyenangkan. Tidak sulit untuk menyukai karakternya. Apalagi, dia merepresentasikan perempuan modern di era 1800-an yang masih sangat mengekang perempuan. Enola dapat menjadi contoh bagi perempuan-perempuan muda di luar sana untuk berani mendobrak batasan norma budaya yang menghalangi diri untuk tumbuh.

Kemudian, dari segi cerita, film ini lebih menonjolkan elemen genre misterinya sehingga film ini dapat menjadi film detektif yang lebih baik daripada film pertamanya. Kalau di film pertama, petualangan Enola utamanya adalah untuk mencari ibunya, tetapi di film keduanya, petualangan Enola murni untuk memecahkan sebuah kasus.

Alurnya pun disajikan dengan menyenangkan dengan diselingi humor dan teka-teki ruwet. Di film ini pun usaha Enola untuk memecahkan kasus juga lebih terlihat. Maka dari itu, tiap petunjuk yang berhasil Enola dapatkan membuat cerita makin menarik, makin membuat penasaran sampai terungkap bahwa kasus ini lebih besar daripada yang Enola kira. Oh iya, tapi konspirasi besar di balik kasus menghilangnya Sarah Chapman tersebut tidak lebay, masih masuk ke alurnya. Di samping itu, sekuens dan adegan di film ini lebih absurd dan kocak, dengan menampilkan adegan-adegan yang agak ekstrem.

 Berikutnya, seperti pada film pertama, Enola Holmes 2 juga memuat konten feminisme. Aku lebih suka elemen feminisme di film ini daripada film sebelumnya baik dari segi konten maupun cara penyampaiannya. Pada film pertama, kritik-kritik feminisme disampaikan dengan sangat eksplisit, tetapi dalam film ini, penyampaiannya dilakukan secara implisit dan subtle tapi tetap vokal.

Di Enola Holmes 2, penonton mendapatkan insight menarik tentang perjuangan pekerja perempuan demi mendapatkan hak atas tempat kerja yang layak. Isu tersebut sangat relevan hingga kini karena masih terdapat perusahaan-perusahaan yang mengabaikan hak-hak pekerja perempuan.

Sekadar informasi, Enola Holmes 2 mengadaptasi peristiwa sejarah nyata sebagai bagian dari ceritanya, yaitu peristiwa mogok kerja yang dipimpin Sarah Chapman pada tahun 1888. Mogok kerja tersebut adalah gerakan perempuan pertama di dunia untuk memperjuangkan hak-hak pekerja perempuan. Menurutku, mengadaptasi peristiwa bersejarah tersebut adalah langkah yang sangat kreatif.

Selain itu, peristiwa mogok kerja yang dipimpin Sarah Chapman juga memberikan insight mengenai kerja sama dan kolaborasi dalam gerakan perempuan. Gerakan tersebut dapat terwujud dan berhasil berkat kerja sama buruh-buruh perempuan. Dalam film ini pun Enola belajar bahwa menjadi mandiri bukan berarti melakukan segala-galanya sendiri. Untuk mencapai sesuatu yang besar, terkadang seseorang harus bekerja sama dengan orang lain, tidak bisa hanya berjuang sendirian. Jadi, pemberdayaan perempuan tidak sebatas soal kemerdekaan individual, tapi juga tentang persatuan dan kolaborasi.

Oh iya, insight kerja sama tersebut tak hanya dipelajari Enola, tetapi juga oleh Sherlock Holmes, kakaknya. Sosok Sherlock Holmes selalu digambarkan sebagai sosok karismatik nan arogan yang bekerja sendiri. Namun, Enola telah menularkan apa yang ia pelajari kepada kakaknya—membuka hati Sherlock untuk membiarkan orang lain masuk ke “dunianya.” Contohnya, Sherlock mau membagi kasusnya dengan Enola. Itu menjadikan sosok Sherlock yang diperankan Henry Cavill terkesan menarik, karena walau hanya tokoh pendukung, dia juga mengalami perkembangan karakter.

Omong-omong soal Sherlock Holmes, screentime-nya di film ini lebih banyak dibandingkan film pertamanya. Aku paham bahwa itu adalah fan service untuk “menjual” film ini. Awalnya, aku sedikit khawatir dengan itu, takut fokus cerita akan lebih banyak ke Sherlock. Namun, ternyata hal tersebut tidak terjadi—Enola masih menjadi pusat cerita, juga kesayangan penonton.

Terakhir, tidak lengkap jika tidak membicarakan momen romantis Enola dan Viscount Tewkesbury (Louis Partridge). Mereka tampak menggemaskan sekali di film ini. Cerita cinta mereka disusun dengan baik, tidak terlalu mendominasi film tapi tetap menarik perhatian penonton. Siapa yang tidak puas ketika Enola mengakui perasaannya ke Tewkesbury? Apalagi, mereka pun melawan norma gender maskulin-feminin yang umum ketika Tewkesbury sebagai laki-laki mengajari Enola berdansa, sedangkan Enola sebagai perempuan mengajari Tewkesbury bertarung. Ah, mereka berdua itu lucu sekali, hahaha.


Kelemahan

Sebenarnya, film Enola Holmes 2 mengalami peningkatan dibandingkan film pertamanya, tetapi bukan berarti tidak ada kekurangan. Menurutku pribadi, bagian yang kurang adalah drama personal Enola. Pada film pertamanya, cerita adalah tentang Enola yang mencari ibunya, tetapi film ini menceritakan sebuah kasus yang sedang Enola pecahkan. Kasus tersebut sebenarnya tidak melibatkan Enola secara personal, maka ceritanya kurang terkesan sebagai ceritanya Enola.

 

Kesimpulan

Enola Holmes 2 adalah sekuel yang berhasil melampaui film pertamanya. Film ini dikemas dengan lebih asik dan seru, dengan menyuguhkan misteri penuh intrik yang akan membuat penonton terus penasaran. Film ini juga masih tentang feminisme, tetapi pesan yang disampaikannya lebih vokal, yakni tentang kerja sama dan kolaborasi untuk membuat perubahan.  Ada perasaan merinding dan terkesan ketika selesai menonton film ini. Walau konflik utamanya bukan lagi melibatkan Enola secara personal, perkembangan karakter Enola—juga Sherlock—tetap memuaskan. Apalagi perkembangan hubungan Enola dan Viscount Tewkesbury, hahaha. Oleh karena itu, aku beri skor 8,8/10. 

Tonton trailer filmnya di bawah ini.


***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 

Komentar