A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

The Ship of the Dead: Puncak Petualangan Magnus Chase, Akhirnya Terasa Seperti Petualangan Viking Sungguhan

 

Identitas Buku

Judul

:

Magnus Chase and the Gods of Asgard #3: The Ship of the Dead

Penulis

:

Rick Riordan

Penerjemah

:

Reni Indardini

Penyunting

:

Yuli Pritania

Penerbit

:

Penerbit Noura Books PT Mizan Publika

Tahun terbit

:

2017

Cetakan

:

I

Tebal

:

501 halaman

Harga

:

Rp89.000,-

ISBN

:

9786023853

Genre

:

Fantasi urban, high fantasy, mitologi, petualangan, komedi

 

Tentang Penulis

Rick Riordan adalah seorang penulis #1 New York Times Best-Selling di Amerika Serikat. Dia terkenal dengan serial best-seller-nya, yaitu Percy Jackson and the Olympians yang bertemakan mitologi Yunani yang digabungkan dengan peradaban modern. Dia kemudian melanjutkan serial ini dengan melahirkan dua serial baru yaitu The Heroes of Olympus dan The Trials of Apollo.

Di samping dua serial tersebut, Rick Riordan juga menulis beberapa serial best-seller lainnya: The Kane Chronicles yang yang  mengombinasikan mitologi Mesir dan peradaban modern serta Magnus Chase and the Gods of Asgard yang mengombinasikan mitologi Nordik dan peradaban modern. Keunikan dari setiap novelnya adalah mereka semua terjadi di satu universe, meskipun berdasarkan pada mitologi yang berbeda-beda.

Karya-karya hebat Rick Riordan tersebut semuanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk di Indonesia. Karya terbarunya adalah The Daughter of the Deep.

Sekarang ini, Rick Riordan tinggal di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat bersama istri dan kedua putranya.  Jika kalian ingin mengenalnya lebih dekat, kalian bisa melihatnya di www.rickriordan.com atau follow twitternya di @camphalfblood.

 

Sinopsis

Magnus Chase, Putra Frey,
Dewa Musim Panas
Setelah bebasnya Loki sang Dewa Kejahilan, Magnus dan teman-temannya memiliki misi baru untuk mencegah Ragnarok, kiamat dalam mitologi Nordik. Loki sekarang sedang bersiap dengan mengumpulkan pasukan kaum mati dari Helheim (Dunia Orang Mati Tak Terhormat) serta para raksasa dari Jotunheim (Dunia Kaum Raksasa) dan Niflheim (Dunia Es) untuk menaiki Kapal Naglfar[1], Kapal Kaum Mati.

Magnus bersama teman-temannya: Sam, Hearth, Blitz, Alex, T.J., Mallory, dan Halfborn harus menghentikan Loki sebelum Kapal Naglfar siap berlayar. Mereka harus melakukan pelayaran lintas Sembilan Dunia serta menghadapi raksasa, naga, serta dewa-dewi laut yang marah yang ingin menghentikan mereka. Berhasilkah Magnus dan teman-temannya mencegah Ragnarok terjadi?

 

Kelebihan

Baiklah, aku akan memulai kelebihan buku ini dengan spoiler besar. Ada Percy Jackson di buku ini! Di bab pertamanya, Percy Jackson muncul untuk mengajari Magnus cara berlayar. Itu seru sekali karena aku kangen banget sama Percy, hahaha.

T.J., Putra Tyr,
Dewa Tantangan Personal
Kemudian, omong-omong soal berlayar, suasana petualangan dalam buku The Ship of the Dead terasa berbeda dari dua buku sebelumnya (The Sword of Summer (2015) dan The Hammer of Thor (2016)). Petualangan Magnus dan teman-temannya kali ini dilakukan dengan berlayar lintas negara dan lintas dunia. Itu sedikit membuatku teringat pada serial The Heroes of Olympus yang juga karya Rick Riordan. Selain itu, pelayaran tersebut juga membuat petualangan Magnus kali ini terasa lebih Viking-vibes.

Alur ceritanya pun lebih menarik dibandingkan The Hammer of Thor. Rick Riordan menebus kekurangannya dengan tidak membuat alur yang repetitif dan polanya tertebak. Di buku ini, tantangannya kembali bervariasi seperti pada buku The Sword of Summer, tetapi dengan lebih banyak adegan pertarungan. Adegan pertarungan di awal dan di klimaks buku ini keren sekali karena semua tokoh ada dan terlibat bertarung sehingga kehebatan mereka semua tampak diapresiasi. Pokoknya, seru banget! Kemudian, alur ceritanya juga diselingi flashbacks atau kilas balik-kilas balik yang sangat menarik untuk pendalaman karakter.

Mallory Keen, Putri Frigg,
Dewi Pernikahan
Akan tetapi, keunggulan yang paling terasa pada petualangan Magnus kali ini adalah kehadiran T.J., Mallory, dan Halfborn dalam grup. Mereka bertiga sebelumnya cuma tokoh pendamping, tetapi kali ini mereka menjadi tokoh utama. Di The Ship of the Dead, karakter mereka bertiga lebih diperdalam lagi dan itu sangat menarik! Bagiku pribadi, itu adalah sesuatu yang sudah aku tunggu-tunggu sejak buku pertama. Aku selalu penasaran dengan mereka bertiga.

Yang mengejutkan ialah (lagi-lagi) Alex. Aku tidak menyangka ternyata masih ada lapisan lain dari karakternya yang bisa dikupas. Dalam petualangan ini, Alex lagi-lagi memiliki sesuatu untuk diceritakan dan itu sangat menarik, membuatku semakin suka pada karakternya. Kemudian, (spoiler alert) perkembangan hubungannya dengan Magnus pun terlihat menggemaskan di sini. Itu jugalah yang menjadikan buku ini semakin terasa inklusif, dan menggemaskan.

Oh iya, kali ini dewa-dewi Nordik tampak berguna ya. Dewa-dewi Nordik yang muncul di buku ini memang ada yang masih konyol, tetapi mereka berguna dalam arti mereka membantu Magnus dan teman-temannya. Mereka terlihat sedikit lebih bijaksana.

Kemudian, penyelesaian dalam buku ini termasuk menarik. Ini adalah spoiler besar lainnya, jadi bisa kalian lewati kalau belum membaca bukunya. Magnus dan teman-teman tidak mengalahkan Loki dengan adu kekuatan, melainkan adu hinaan. Ritual adu menghina itu disebut flyting[2]. Itu adalah cara yang begitu menarik untuk menjadi sebuah resolusi, apalagi dengan lawan seperti Loki yang kekuatan utamanya adalah di kata-katanya, bukan ototnya. Itu sungguh kreatif. Sepertinya itu adalah keunikan serial Magnus Chase and the Gods of Asgard, yaitu memiliki tantangan yang unik yang tidak harus selalu diselesaikan dengan pertarungan.

 

Kelemahan

Biarpun adegan pertarungan dalam buku ini terasa lebih seru dan epik sebagaimana yang telah kutulis sebelumnya, tetap saja masih ada yang bisa ditingkatkan. Kalau menurutku, akan jadi lebih epik seandainya di akhir dewa-dewi Nordik turut memantu Magnus dan teman-temannya untuk membantai pasukan yang telah Loki kumpulkan, seperti ketika Kru Argo II bertarung bersisian dengan dewa-dewi Yunani untuk membantai pasukan para raksasa di buku The Blood of Olympus (2014). Namun, lagi-lagi kita tidak dapat melihat kesaktian para dewa Nordik dalam bertarung, dan itu sebenarnya ironis karena dewa-dewi Nordik terkenal suka berperang.

Halfborn Gunderson si Berserker
Kemudian, bagian ketika (spoiler alert) Magnus, Hearth, dan Blitz harus kembali ke Alfheim (Dunia Kaum Peri) untuk menuntaskan urusan mereka dengan ayahnya Hearth itu terasa agak aneh. Aku tidak mengerti alasan Magnus harus ikut. Pokoknya, Hearth dan Blitz sangat menekankan bahwa mereka membutuhkan Magnus untuk misi tersebut. Akan tetapi, ternyata dari yang aku lihat, itu tidak harus Magnus, bisa siapapun dalam kelompok tersebut.

Terakhir, biarpun Halfborn lebih disorot dalam buku ini seperti halnya T.J. dan Mallory, dia tidak mendapatkan porsi yang sama dengan mereka berdua. T.J. dan Mallory bahkan mendapatkan adegan kilas balik (flashback) untuk memperdalam karakter mereka, tetapi Halfborn tidak. Bahkan, kehebatannya hanya sekadar diceritakan sekilas, bukan diceritakan rinci—lagi-lagi itu karena kelompok mereka terpencar dan kebetulan Halfborn dan Magnus tidak sekelompok sehingga Magnus melewatkan aksi hebat Halfborn. Itu sungguh disayangkan. Halfborn jadi seperti disia-siakan.

 

Kesimpulan

The Ship of the Dead, sebagai buku pamungkas trilogi Magnus Chase and the Gods of Asgard, menyuguhkan pembaca dengan petualangan yang terasa lebih Viking sekaligus lebih epik. Dengan tokoh utama yang lebih banyak, alur cerita buku ini diwarnai dengan berbagai drama yang menarik. Kali ini, dewa-dewi Nordik pun tampak berguna dan berperan penting dalam misi Magnus dan teman-temannya. Meskipun demikian, terdapat beberapa kekurangan yang untungnya tidak terlalu mengurangi keseruan cerita. Pokoknya, sebagai penutup, The Ship of the Dead sudah sangat bagus dan aku beri skor 9,3/10.

Sebelumnya (The Hammer of Thor)

***






***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!



[1] Naglfar adalah kapal yang seluruhnya terbuat dari kuku jari dan kuku kaki orang-orang mati. Pada saat Ragnarok, Naglfar akan berlayar membawa pasukan raksasa, monster, serta orang mati dari Helheim ke Vigridr untuk melawan pasukan pada dewa.

[2] Flyting adalah kontes menghina antara dua pihak yang biasanya dilakukan dengan syair.

Komentar