Identitas
Buku
Judul
|
:
|
Magnus Chase and the Gods of Asgard #2: The
Hammer of Thor
|
Penulis
|
:
|
Rick Riordan
|
Penerbit
|
:
|
Disney Hyperion
|
Tahun terbit
|
:
|
2016
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
471 halaman
|
Harga
|
:
|
Rp152.000,- (paperback), Rp553.000,- (hardcover)
|
ISBN
|
:
|
9781423160922
|
Genre
|
:
|
Fantasi urban, high fantasy,
mitologis,
petualangan, komedi
|
Tentang
Penulis
Rick Riordan adalah seorang penulis #1 New York Times Best-Selling di Amerika Serikat. Dia terkenal dengan serial best-seller-nya, yaitu Percy Jackson and the Olympians yang bertemakan mitologi Yunani yang digabungkan dengan peradaban modern. Dia kemudian melanjutkan serial ini dengan melahirkan dua serial baru yaitu The Heroes of Olympus dan The Trials of Apollo.
Di samping dua serial tersebut, Rick Riordan juga menulis beberapa serial best-seller lainnya: The Kane Chronicles yang yang mengombinasikan mitologi Mesir dan peradaban modern serta Magnus Chase and the Gods of Asgard yang mengombinasikan mitologi Nordik dan peradaban modern. Keunikan dari setiap novelnya adalah mereka semua terjadi di satu universe, meskipun berdasarkan pada mitologi yang berbeda-beda.
Karya-karya hebat Rick Riordan tersebut semuanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk di Indonesia. Karya terbarunya adalah The Daughter of the Deep.
Sekarang ini, Rick Riordan tinggal di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat bersama istri dan kedua putranya. Jika kalian ingin mengenalnya lebih dekat, kalian bisa melihatnya di www.rickriordan.com atau follow twitternya di @camphalfblood.
Sinopsis
Enam
pekan telah berlalu sejak misinya melawan Fenris Serigala dan para raksasa api.
Magnus Chase sekarang berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya
di Hotel Valhalla, alam baka untuk para kesatria pilihan Odin sang Raja
Dewa-Dewi Asgard. Memang agak susah untuk bisa berbaur dengan tempat baru, tapi
untungnya Magnus memiliki rekan-rekan baik yang menerimanya dengan ramah.
 |
Thor, Dewa Guntur, dan Palu Mjolnir |
Akan
tetapi, ada masalah lain yang membuatnya gelisah. Kedua temannya, Hearthstone
si peri dan Blitzen si kurcaci, menghilang tanpa kabar. Dia juga memiliki
tetangga baru di Valhalla, yang tampaknya sangat
tidak ramah. Orang-orang memanggilnya argr
(baca: ARR-ger), entah apa
artinya. Kemudian, temannya yang lain, Samirah “Sam” Al-Abbas, terlibat dalam
perjodohan gila dengan raksasa, yang merupakan gagasan ayahnya, Loki sang Dewa
Kejahilan.
Namun,
yang lebih genting daripada itu semua adalah kabar dari seekor kambing bahwa “sesuatu”
(baca: Palu Sakti) milik Thor masih menghilang.
Itu berita buruk, apalagi ketika sekarang para raksasa bumi sedang mengumpulkan
pasukannya untuk menginvasi Midgard (Dunia Kaum Manusia). Tanpa “sesuatu” itu,
Thor tidak cukup kuat untuk mengalahkan para raksasa. Maka dari itu, Magnus dan
teman-temannya harus sesegera mungkin menemukan palu tersebut sebelum pasukan
raksasa menghancurkan dunia manusia.
Kelebihan
Hal
pertama yang aku suka dari buku ini adalah komedinya. Komedinya kocak banget,
dan lebih kocak daripada buku sebelumnya. Otis si kambing bicara berhasil membuat
pembukaan buku ini terasa menghibur. Apalagi, waktu dia bilang ini: “Shhh. I’m incognito. Call me… Otis” (“Shhh. Aku sedang menyamar. Panggil
aku… Otis”). Itu baru awal, nantinya
akan ada lebih banyak kelucuan dalam petualangan ini.
Kemudian,
seperti buku sebelumnya, The Hammer of
Thor juga memperlihatkan inklusivitas yang menarik. Di buku ini, ada adegan
ketika Sam melaksanakan salat, yakni ibadah harian umat Islam. Aku menyukai
detail tersebut karena itu makin menguatkan karakter Sam sebagai gadis remaja
Muslim dan itu berarti Rick Riordan serius ingin mengangkat citra remaja
Muslim.
 |
Alex Fierro, Putra/Putri Loki, Dewa Kejahilan |
Inklusivitas
dalam buku ini pun lebih menarik lagi karena menghadirkan tokoh baru, (spoiler alert) yaitu Alex Fiero. Alex
adalah seorang gender fluid, yaitu orang yang identitas gendernya tidak tetap dan
dapat berubah sepanjang waktu. Alex adalah tokoh gender fluid pertama yang pernah kubaca/kutonton, dan itu
menjadikannya menarik bagiku. Aku jadi dapat lebih memahami orang gender fluid melalui dia, meskipun
sebaiknya tidak semua orang gender fluid disamaratakan
dengannya. Kemudian, selain seorang gender
fluid, Alex juga memiliki karakter yang keren sebagai seorang petarung. Dia
sangat badass! Kalian pasti akan suka!
Selain
itu, referensi untuk problem utama buku ini pun sangat menarik. Buku kedua dari
serial Magnus Chase and the Gods of
Asrgard ini mengambil referensi utama dari cerita hilangnya Palu Mjolnir
yang dicuri oleh para raksasa bumi. Namun, aku pribadi lebih terkesan dengan problem
yang dihadapi Hearthstone dan keluarganya yang terinspirasi dari cerita Cincin Andvari. Sekadar informasi, kisah Cincin Andvari adalah kisah yang
menginspirasi The Hobbit dan Lord of the Rings. Bahkan, di awal
buku ini, Rick Riordan mengucapkan terima kasihnya kepada J. R. R. Tolkien,
penulis The Hobbit dan Lord of the Rings.
Yang
menariknya lagi dari konflik keluarga Hearthstone ialah bahwa ternyata
konfliknya itu “besar” sekali. Yang terjadi di masa lalunya begitu memilukan. Padahal,
di buku sebelumnya, masalah tersebut sama sekali tidak disinggung—ya, ada
disinggung tapi sedikit sekali. Aku sampai
ikut kasihan pada Hearth.
 |
Loki, Dewa Kejahilan dan Tipuan |
Selanjutnya,
kalau dibandingkan dengan buku sebelumnya, aku melihat ada perkembangan pada
buku ini. Kali ini, Magnus dan teman-temannya lebih tidak sering terpencar.
Memang, masih ada momen ketika mereka terpisah, tetapi biasanya itu terjadi
karena tim yang tidak ada Mangus-nya harus beristirahat atau semacamnya. Di
buku ini, tim yang tidak ada Magnus-nya tidak punya petualangan sendiri.
Misalnya, (spoiler alert) setelah
petualangan Magnus, Hearth, dan Blitz di Alfheim (Dunia Kaum Peri), Hearth dan
Blitz berpisah dengan Magnus untuk beristirahat dan memulihkan diri, sementara
Magnus berkumpul dengan Sam untuk melanjutkan misi mereka.
Terakhir,
buku ini menarik sekali karena menghadirkan sosok Loki, Dewa Kejahilan yang
sungguhan licik dan manipulatif. Zaman sekarang, orang-orang banyak tahu Loki
dari film-film Marvel Cinematic Universe (MCU), tapi sayangnya Loki digambarkan
agak payah di film-film tersebut. Akan tetapi, di buku ini, Loki digambarkan
begitu jahat dan licik, sebagaimana citranya dalam kisah-kisah mitologi Nordik.
Loki di The Hammer of Thor mengingatkanku
pada Sosuke Aizen, antagonis utama dari manga/anime “Bleach.” Loki di buku ini sempurna sekali untuk menjadi antagonis
yang penuh kelicikan.
Kelemahan
Jika
dibandingkan dengan buku sebelumnya, tantangan di buku ini agak membosankan. Di
The Sword of Summer (2015),
tantangan dalam petualangan Magnus dan teman-temannya bervariasi; tetapi di The Hammer of Thor, itu biasa saja. Ditambah
lagi, bagian pertarungannya sangat sedikit, yang kalau tidak salah, itu hanya
ada di awal sekali dan di akhir sekali.
Omong-omong
soal final battle di akhir buku ini,
aku sebenarnya agak kecewa. Aku berharap dewa-dewi Nordik, terutama Thor, bisa
turut membantu dalam pertarungan. Namun, sungguh mengecewakan itu tidak terjadi.
Yang lebih mengecewakan lagi adalah dewa-dewi Nordik malah digambarkan konyol
dan seperti bahan candaan—berbeda sekali dengan dewa-dewi Yunani yang ada di
serial Percy Jackson and the Olympians. Setidaknya, aku berharap dewa-dewi Nordik diberi kesempatan untuk unjuk
kesaktian mereka di sini.
Kemudian,
aku merasa buku ini terlalu “mirip” dengan buku sebelumnya, terutama di bagian
alurnya. Alurnya tidak ada yang istimewa, malah cenderung terlalu repetitif.
Alur The Hammer of Thor seperti
memiliki pola: Magnus dan teman-teman bertemu seorang dewa atau sosok penting
lain (entah raksasa, kurcaci, atau peri), lalu mereka mendapatkan tantangan agar
bisa memperoleh informasi atau barang yang mereka butuhkan, lalu mereka
menyelesaikan tantangan, lalu mereka melanjutkan petualangan dengan mencari
dewa atau sosok penting berikutnya. Ulangi terus pola itu sampai akhirnya tiba
di klimaks cerita. Tentu saja, itu akan membuat pembaca agak bosan.
Kesimpulan
The Hammer of Thor menyajikan petualangan yang lebih lucu dengan konflik yang
lebih menarik dibandingkan buku sebelumnya. Dia juga lebih inklusif dengan
memberikan detail tentang Sam melakukan salat serta dengan memperkenalkan Alex
Fiero yang seorang gender fluid. Namun,
cerita yang tampak menjanjikan tersebut disajikan dengan alur yang repetitif
sehingga memberikan kesan bosan. Meskipun demikian, buku ini masih tetaplah
buku yang menarik sehingga aku beri skor 8,2/10.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Mjolnir adalah nama Palu Sakti milik Thor, Dewa Guntur. Berbeda dengan yang
digambarkan di film-film Marvel Cinematic Unvierse, Mjolnir dapat diangkat oleh
siapa saja yang cukup kuat. Mjolnir tidak dimantrai secara khusus agar hanya
dapat diangkat oleh orang yang layak. Maka dari itu, palu tersebut dapat dicuri
oleh para raksasa.
Komentar
Posting Komentar