Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1] (2017) yang lalu menjadi buku best-...
Turning Red: Ketika Pubertas Juga Berarti Kutukan
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Identitas
Film
Judul
:
Turning Red
Sutradara
:
Domee Shi
Produser
:
Lindsey Collins
Tanggal rilis
:
11 Maret 2022
Rumah produksi
:
Walt Disney Pictures,
Pixar Animations Studios
Penulis naskah
:
Domee Shi (story by), Julia Cho (story by), Sarah Streicher (story by)
Durasi tayang
:
1 jam 40 menit
Pengisi suara
:
Rosalie Chiang, Sandra
Oh, Ava Morse, Hyein Park, Maitreyi Ramakrishnan, Orion Lee
Meilin
“Mei” Lee (Rosalie Chiang) adalah seorang anak perempuan keturunan
Tionghoa-Kanada yang tinggal di Toronto. Sebagaimana keluarga Tionghoa
biasanya, Mei hidup dengan kebiasaan untuk mendedikasikan dirinya untuk
keluarga. Dia selalu menuruti kata ibunya, Ming Lee (Sandra Oh), yang
menuntutnya untuk selalu menjadi sempurna. Meskipun begitu, Mei melakukannya
dengan senang hati.
Akan
tetapi, di usianya yang menginjak 13 tahun, Mei merasa ibunya terlalu
berlebihan. Dia ingin menentang perkataan ibunya, tapi dia juga tidak ingin
mengecewakannya. Keadaan menjadi makin buruk ketika Mei secara ajaib berubah
wujud menjadi panda merah besar setiap kali dia merasakan emosi yang terlalu
kuat dan tak terkendali. Tentu saja itu menakutkan baginya. Dia baru menginjak
usia 13 tahun yang berarti dia beranjak dewasa, tetapi mengapa semua ternyata
sekacau dan semengerikan ini?
Kelebihan
Turning Red adalah film panjang pertama karya sutradara Domee Shi dan ia
terbilang berhasil melakukannya. Sekadar informasi, Domee Shi sebelumnya pernah
membuat film pendek berjudul “Bao” (2018)
yang juga diproduksi oleh Disney-Pixar.
Di
film Turning Red, Domee Shi seperti
ingin mengangkat pengalaman pribadinya sebagai keturunan Tionghoa-Kanada yang
hidup di Kanada. Film ini menghadirkan Mei yang berasal dari keluarga
Tionghoa yang sangat memegang teguh nilai-nilai keluarga Tionghoa. Ibunya
selalu menuntut kesempurnaan dari Mei. Mei selalu diharuskan untuk
mendedikasikan dirinya kepada keluarga. Itu semua khas sekali tipikal keluarga
Asia dan itu mengingatkanku pada film “Mulan”
(2020).
Di
sisi lain, Mei yang beranjak remaja mulai memiliki keinginan dan pendapatnya
sendiri. Dia senang bermain dengan teman-temannya, naksir cowok, menggemari boyband dan lagu pop, dan lain
sebagainya. Itu semua khas ABG banget sehingga penonton bisa relate pada Mei. Pertentangan antara
tuntutan Ibunya dengan hasrat Mei tersebut menjadi sebuah konflik menarik
antara kepatuhan dan kebebasan yang disajikan dengan ringan sehingga cocok
untuk anak-anak seumuran Mei.
Di
film ini, memang Mei dan ibunya tampak lebih dominan, tetapi tokoh-tokoh lainnya
juga tidak kalah berperan. Ayahnya Mei, Jin Lee (Orion Lee), tampak sebagai
penyeimbang dalam keluarga—aku jadi teringat film “Losmen Bu Broto” (2021) (kalian bisa baca reviu filmnya di sini). Kemudian,
teman-temannya Mei juga memberi banyak warna pada film ini. Persahabatan mereka
yang begitu murni dan saling mendukung itu lucu sekali.
Untuk
unsur fantasinya sendiri, yaitu “kutukan” panda merah, itu sebenarnya tidak
terlalu istimewa karena film-film Disney-Pixar lain kerap menggunakan unsur
fantasi dalam cerita-ceritanya. Btw, panda merah itu sungguhan ada dan itu
bukan makhluk mitos, untuk yang belum tahu ya. Yang menarik adalah bahwa
kutukan tersebut menjadi metafora menstruasi yang dialami perempuan.
Panda Merah (sumber: Matthias Apple/Wikipedia)
Bagi
perempuan, menstruasi merupakan penanda fase kedewasaan atau pubertas. Ketika
memasuki fase menstruasi, perempuan cenderung menjadi lebih emosional yang
merupakan gejala PMS
(premenstrual syndrome ‘sindrom
prahaid’).[1]
Itu terlihat dari sikap Mei yang lebih emosional sejak dia dapat berubah
menjadi panda merah. Dengan menggunakan metafora kutkan panda merah tersebut, fase
pubertas yang seharusnya terasa agak serius dapat menjadi guyonan yang menghibur
dan tetap berbobot.
Kemudian,
lesson menarik lainnya tentang
pendewasaan yang dapat dipetik dari film ini adalah waktu Mei dan ayahnya
berdialog. (Spoiler alert) ayahnya Mei mengatakan bahwa orang-orang
memiliki berbagai sisi diri dan terkadang itu adalah sisi yang dianggap buruk. Namun,
solusinya bukan berusaha mengenyahkannya, melainkan menerimanya sebagai bagian
dari diri kita. Itu nasihat yang cukup relatable
bagi para remaja, karena biasanya mereka mulai membentuk kepribadian “versi di
rumah” dan “versi di luar rumah.” Selain itu, nasihat tersebut juga mengajarkan
kita untuk menerima diri kita apa adanya—atau sekarang disebut self-acceptance.[2]
Berikutnya,
bagi para orang tua, film ini dapat menjadi masukan bagi mereka untuk bisa lebih
memahami anak mereka. Film ini menunjukkan bahwa para orang tua sewaktu masih ABG
tidak jauh berbeda dengan anak-anak mereka waktu ABG—sama-sama rebel, misalnya. Maka dari itu, Turning Red seperti
mengajarkan para orang tua agar dapat lebih go
easy terhadap anak-anak mereka, berikan anak-anak mereka sedikit kebebasan
untuk membentuk jati diri mereka.
Kelemahan
Untuk
sebuah film animasi anak-anak sekaligus debut film panjang, Turning Red sebenarnya sudah cukup baik,
walau ada beberapa kelemahan. Salah satunya adalah (spoiler alert)waktu Mei dan teman-temannya
memutuskan untuk mengapitalkan[3]
kutukan panda merah tersebut. Anak-anak usia 13 tahun berjualan merchandise di sekolah ketika mereka
belum punya uang sama sekali untuk modal itu tidak masuk akal, agak dipaksakan.
Kemudian, (spoiler alert) adegan ketika ayahnya Mei tidak sengaja menemukan handycam itu juga terlalu dipaksakan.
Itu kebetulan yang terlalu
dipaksakan. Namun, untung saja itu kelemahan yang minor sehingga tidak terlalu
berpengaruh pada keseluruhan film.
Kesimpulan
Turning Red adalah film animasi coming
of age yang relatable dan
menyenangkan untuk ditonton. Alurnya tidaklah rumit, tetapi penuh dengan
pembelajaran tentang keluarga, baik dari sisi anak maupun orang tua. Selain
itu, ada banyak pembelajaran tentang pendewasaan yang cocok untuk para ABG. Aku
memberi skor 7,6/10 untuk Turning Red.
Sebaiknya, kalian menonton film ini bareng sekeluarga ya!
Kalian bisa menonton Turning Red di Disney+ Hotstar. Kalau kalian tertarik pada filmnya, silakan tonton trailer-nya di bawah ini!
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
[1] Premenstrual
syndrome (PMS) atau sindrom pramenstruasi adalah gejala-gejala yang dialami
wanita sebelum memasuki masa bulanan (menstruasi). Gejala tersebut berupa
perubahan fisik, perubahan perilaku, dan perubahan emosi (sumber: Alodokter).
[2]Self-acceptance (penerimaan diri)
berarti mengakui, menerima, dan menghargai pencapaian maupun keterbatasan diri
(sumber: Satu Persen)
[3] Menjadikan
kapital (sumber: KBBI). Kapital adalah modal (pokok) dalam perniagaan (sumber:
KBBI).
Komentar
Posting Komentar