Identitas Buku
Tentang Penulis
Tere Liye adalah seorang penulis novel ternama dari
Indonesia. Dia lahir di pedalaman Sumatera pada tanggal 21 Mei 1979. Dia adalah
lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Tere
Liye sudah menciptakan banyak karya bestseller,
seperti Hafalan Shalat Delisa (2005),
Moga Bunda Disayang Allah (2005), Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (2010),
dan Pulang (2015). Novel Si Putih sendiri adalah novel kesebelas dari serial Petualangan Dunia Paralel, menyusul Bumi (2014), Bulan
(2015), Matahari (2016), Bintang (2017), Ceros dan Batozar (2018), Komet
(2018), Komet Minor (2019), Selena (2020), Nebula (2020), dan Lumpu
(2021).
Sinopsis
Si Putih adalah
sebuah cerita spin-off dari serial
“Petualangan Dunia Paralel” karya Tere Liye. Buku ini menceritakan masa lalu Si
Putih, kucing peliharaan Raib, sebelum dia dipelihara oleh Raib. Buku ini juga
menceritakan klan dunia paralel baru, yaitu Klan Polaris. Klan Polaris
merupakan dunia paralel yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Ada miliaran spesies hewan, tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya di sana.
Namun,
keanekaragaman hayati tersebut membawa risikonya sendiri. Makhluk-makhluk
pembawa penyakit, seperti virus dan bakteri, juga berkembang pesat di sana
sehingga berpotensi menimbulkan pandemi. Bahkan, pandemi merupakan hal yang terbilang
biasa terjadi dalam sejarah Klan Polaris, seperti sebuah siklus. Kali ini pun
pandemi kembali terjadi dan membuat kota-kota modern gelagapan. Orang-orang
yang belum terinfeksi akan dievakuasi ke sisi lain Klan Polaris, yang terlindungi
oleh tembok transparan berteknologi canggih, tak tertembus; sedangkan mereka
yang sudah terinfeksi akan ditinggal, dibiarkan bertahan hidup sendiri.
N-ou,
seorang anak berusia 12 tahun terpisah dari kedua orang tuanya. Dia tidak dapat
ikut dievakuasi karena telah tertular penyakit mematikan yang sedang menyebar
tersebut. Di tengah malam, dia harus bertahan hidup dari penyakit itu
sendirian. Di situlah dia bertemu dengan seekor kucing berbuntut panjang, yang
lalu ia namai Si Putih. Kucing itulah yang menemani N-ou berjuang melawan
penyakit tersebut.
Dengan keajaiban, N-ou selamat ketika jutaan orang lain mati. Setelah itu, dia mencoba
pergi ke sisi lain Klan Polaris agar bisa berkumpul kembali dengan keluarganya.
Akan tetapi, setelah lima tahun mencari cara melewati tembok transparan
tersebut, usahanya sia-sia. N-ou lalu memutuskan untuk berhenti dan mencoba
menemukan penyintas pandemi lainnya. N-ou dan Si Putih pun berangkat memulai
petualangannya menjelajahi alam liar Klan Polaris.
Kelebihan
Novel
“Petualangan Dunia Paralel” yang kali ini memiliki ide yang sama sekali baru,
tokoh-tokoh baru, klan baru, dan petualangan baru. Beda dari buku-buku sebelumnya,
Si Putih mengandung unsur genre post-apocalyptic. Apalagi, apocalyptic event-nya berupa pandemi
sehingga relate banget untuk para
pembaca.
Kemudian,
Tere Liye juga menyisipkan pesan-pesan kepada para pembaca mengenai cara
menyikapi pandemi ini. Di dalam buku ini, Tere Liye menceritakan bagaimana
mungkin suatu pandemi terjadi, yaitu melalui eksploitasi alam. Ketika manusia
mengeksploitasi alam, kehidupan alam liar jadi lebih dekat dengan manusia
sehingga memungkinkan penularan penyakit dari hewan ke manusia, sampai menjadi
pandemi. Dia juga menceritakan bahwa virus itu terus bermutasi sehingga pandemi
baru akan terus terjadi sepanjang waktu, meskipun siklusnya terjadi ratusan
tahun sekali. Selain itu, Tere Liye juga berpesan melalui buku ini agar kita
tidak percaya pada teori-teori konspirasi pandemi, seperti yang mengatakan
virus adalah konspirasi pemerintah. Jadi, melalui buku ini, Tere Liye dengan
cerdik menyampaikan kepada pembaca, yang umumnya adalah remaja, framework berpikir yang logis dan saintifik
dalam melihat fenomena pandemi.
Hal
menarik lainnya adalah tokoh utamanya. Tere Liye masih menggunakan formula tiga
tokoh utama seperti buku-buku sebelumnya. Hanya saja, kali ini formasinya bukan
dua remaja perempuan dan satu remaja laki-laki, tetapi seorang remaja laki-laki
(N-ou), seekor kucing (Si Putih), dan seorang lansia (Pak Tua). Trio
petualangan mereka unik sekali dengan karakternya masing-masing. Interaksi mereka
sepanjang cerita pun menyenangkan. Apalagi ikatan antara N-ou dan Si Putih, bukan
lagi majikan dan hewan peliharaan, tetapi dua sahabat sejati.
N-ou
sebagai tokoh utama pun menarik sekali, langsung mencuri hati sejak bab-bab
pertama. Nasibnya yang terpisah dari ayah ibunya sungguh memilukan, apalagi
saat itu dia masih berusia dua belas tahun. Aku tidak bisa membayangkan betapa
sedihnya dia selama lima tahun mencoba melewati tembok pemisah tersebut,
walaupun dia sendiri tahu itu sia-sia. Untung saja ada Si Putih bersamanya.
Maka, tidak heran ikatan mereka berdua itu istimewa.
Selanjutnya,
aku menyukai penggambaran tempat-tempat yang mereka kunjungi dalam petualangan
ini. Kalau di buku-buku sebelumnya, kebanyakan tempat yang dimunculkan adalah
kota atau desa yang sudah berteknologi canggih. Namun di Si Putih, tempat-tempatnya adalah alam liar dan kota-kota kecil
serta desa-desa tanpa teknologi, atau setidaknya dengan teknologi sederhana. Tere
Liye pun memberikan penggambaran yang rinci dan indah terhadap tempat-tempat
tersebut, membuatku terpesona dengan bentang alam Klan Polaris, yang padahal
tidak ada ilustrasinya. Walaupun alur ceritanya tidak semendebarkan novel “Matahari”,
“Komet Minor”, “Lumpu”, dan bahkan “Bumi”, pesona bentang alam Klan Polaris dapat
menebusnya.
Kemudian,
buku Si Putih memperkenalkan teknik
bertarung baru, (spoiler alert) yaitu teknik berbicara dengan hewan.
Para penggunanya disebut Pengendali Hewan dan N-ou salah satunya. Walaupun
lagi-lagi ada teknik pukulan berdentum, tameng transparan, dan teleportasi, teknik
berbicara dengan hewan tersebut membuat suasana pertarungan jadi berbeda. Pertarungan-pertarungan
yang ada di buku ini melibatkan hewan-hewan, mengingatkanku pada Pokemon. Jadi,
suasana adegan bertarung di buku ini ikut terasa berbeda karena ada kerja sama
manusia dengan hewan partnernya.
Akan
tetapi, buku ini tampaknya belum jelas benang merahnya dengan buku-buku
sebelumnya yang menceritakan petualangan trio Raib, Seli, dan Ali. Ceritanya
pun masih bersambung. Meskipun demikian, kemunculan seorang tokoh istimewa di
buku ini dapat memantik rasa penasaran dan semangat pembaca, apalagi di bagian epilognya. Mungkin, tokoh tersebutlah
yang akan menjadi benang merah Si Putih dengan Raib. Siapa sih tokohnya? Kalian
harus baca sendiri!
Kelemahan
Sebelumnya,
aku sudah bilang bahwa di novel ini Tere Liye menyisipkan pesan-pesan kepada
kita tentang cara menyikapi pandemi. Salah satunya adalah agar tidak percaya
pada teori konspirasi bahwa pandemi itu disengaja oleh pemerintah. Akan tetapi,
di bagian klimaks cerita, (spoiler alert)
ternyata terbongkar bahwa pandemi di Klan Polaris kali ini sengaja dilepas oleh
Raja Gunung Timur peradaban lama Klan Polaris. In other words, pandemi adalah hasil konspirasi pemerintah. Itu
menjadi kontraproduktif dengan pesan yang sudah disampaikan Tere Liye
sebelumnya.
Kemudian,
aku merasa perkembangan kekuatan N-ou dan Si Putih terlalu dipaksakan dan
janggal. N-ou baru menyadari bahwa dia memiliki teknik bertarung saat melakukan
petualangannya, yang baru dimulai beberapa hari. Namun, di tahap resolusi
cerita, level teknik bertarung N-ou melampaui petarung-petarung hebat Klan
Polaris yang sudah berlatih ratusan tahun. Itu tidak masuk akal karena dia baru
beberapa hari mempelajari teknik bertarungnya. Raib yang seorang putri Klan
Bulan saja tidak mengalami perkembangan secepat itu.
Selain
itu, ada detail yang kurang dalam novel ini, yaitu tentang satuan panjang klik
di Klan Polaris yang tidak jelas sama dengan berapa meter. Sekadar informasi,
Klan Polaris menggunakan satuan panjang bernama klik. Namun, di dalam buku tidak
ada keterangan satu klik sama dengan berapa meter. Akibatnya, pembaca jadi
tidak bisa membayangkan dengan jelas tempat-tempat di Klan Polaris yang
dijelaskan menggunakan satuan klik tersebut.
Kesimpulan
Si Putih adalah
cerita spin-off dari serial “Petualangan
Dunia Paralel” yang menyegarkan. Petualangan baru dengan tokoh baru dan dunia
paralel baru bisa menghilangkan kejenuhan pembaca terhadap petualangan yang
itu-itu saja. Ide ceritanya pun terbilang unik karena ada unsur post-apocalyptic fiction-nya. Dengan
menghadirkan peristiwa pandemi, cerita Si
Putih jadi lebih relate bagi pembaca.
Aku memberikan skor 7,8/10 untuk Si Putih.
Oh iya, cerita N-ou dan Si Putih tidak berhenti di sini, tapi akan berlanjut ke
buku berikutnya.
Sebelumnya (Lumpu)
Selanjutnya (Bibi Gill)
***
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar