Zina yang bisa Dipidana
Risiko itu tidak hanya ada pada pelaku zina, tetapi juga pada pasangan yang sudah menikah
Kita lanjutin yuk
pembahasan soal zina kemarin.
Oke, ayo.
Kemarin, kamu
bilang mau ngomongin tentang kondisi apa saja yang menjadikan zina bisa
dipidana. Ayo bahas sekarang!
Baiklah, baiklah. Kita akan
mengacu pada hukum positif di Indonesia. Hukum positif itu adalah hukum yang
saat ini berlaku.
Pertama, zina yang dapat
dipidanakan adalah yang berupa perkosaan. Itu diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 285, yang mana perkosaan yang
dimaksud adalah pemaksaan hubungan seks dengan ancaman dan kekerasan. Pelakunya
dapat dipenjara paling lama 12 tahun.
Hal ini jelas dilarang
karena terjadi pelanggaran otonomi tubuh si korban. Di samping itu, korban
melakukan hubungan seks tanpa ada konsensus. Jelas itu melanggar moral.
KUHP
Pasal
285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan,
diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
Oke, aku paham
kalau itu. Apa ada lagi?
Di pasal 286 KUHP,
dilarang juga untuk melakukan hubungan seks ketika pasangan kita sedang
pingsan atau tidak berdaya. Jadi, kalau pacar kamu sedang mabuk berat,
pingsan, atau tidak sadarkan diri – termasuk juga sedang tidur – kamu tidak
boleh menyetubuhinya, sekalipun dia itu pacar kamu. Hukuman pidananya adalah
penjara paling lama 9 tahun. Tapi, kalau sampai menyebabkan luka-luka, dapat
dipidana penjara sampai dengan 12 tahun.
Dalam
keadaan seperti tadi (mabuk, pingsan, tidur, tidak sadarkan diri, dan
semacamnya) pasangan kamu tidak dapat memberikan konsensus. Walaupun dia pacar
kamu, tidak selamanya dia setuju untuk berhubungan seks dengan mu. Tidak setiap
saat dia mau untuk melakukan itu. Makanya, kalau kamu menyetubuhinya ketika dia
pingsan atau tidak berdaya, sama saja kamu memperkosanya.
KUHP
Pasal
286
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita
di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan
atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Baiklah. Itu tadi
kan dua contoh zina tanpa konsesnsus dan wajar kalau itu dilarang dalam hukum.
Tapi, apa ada zina konsensual yang dilarang hukum?
Pada dasarnya, zina yang
konsensual itu tidak dilarang secara hukum atau tidak memiliki konsekuensi
hukum (legal consequences), kecuali pada dua kondisi.
Kondisi pertama adalah zina
dilakukan oleh orang yang sudah menikah atau perselingkuhan. Jika seorang
suami atau istri berselingkuh (berhubungan seks), dia bisa dipidana. Hal ini diatur
dalam pasal 284 KUHP.
Suami
atau istri yang diselingkuhi harus melakukan tuntutan yang disertai bukti yang
cukup kuat agar dapat mempidanakan pasangannya.
Penuntutan itu pun harus diikuti permohonan perceraian dalam kurun waktu
3 bulan.
KUHP
Pasal
284
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan:
1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel),
padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b.
seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa
pasal 27 BW berlaku baginya,
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b.
seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW
berlaku baginya.
Kamu sebelumnya
bilang bahwa pernikahan itu ranah privat. Namun, kenapa negara bisa ikut campur
di kondisi tersebut?
Dalam ranah privat seperti
perkawinan, negara hanya bisa ikut campur kalau diminta pihak-pihak yang
terlibat. Berdasarkan pasal 284 ayat (2) KUHP, penuntutan dilakukan jika
ada pengaduan dari istri atau suami yang diselingkuhi. Itu disebut delik aduan.
Mr.
Drs. E. Utrecht dalam bukunya, Hukum Pidana II, mengatakan bahwa
penuntutan dalam delik aduan bergantung pada persetujuan korban, yang mana
dalam hal ini adalah istri atau suami yang diselingkuhi. Artinya polisi tidak
dapat bertindak tanpa ada pengaduan dari korban.
KUHP
Pasal
284
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang
tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu
tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang
karena alasan itu juga.
Baiklah. Tadi kamu
bilang ada dua kondisi zina konsensual yang bisa dipidana. Lalu, yang satu lagi
apa?
Yang kedua adalah zina dengan
anak-anak. Hal ini diatur dalam UU No. 35 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Di dalam
undang-undang tersebut yang dimaksud dengan anak-anak adalah orang yang
belum berusia 18 tahun.
Di dalam pasal 26,
dikatakan bahwa orang tua harus mencegah perkawinan anak. Artinya, perkawinan
konsensual yang dilakukan oleh anak-anak (orang yang belum 18 tahun) itu
dilarang. Itu merupakan kewajiban dan tangung jawab orang tua untuk
mencegahnya.
Kemudian, di pasal 76D
ada larangan melakukan perkosaan terhadap anak-anak. Semua pemaksaan hubungan
seks, baik dengan kekerasan dan ancaman, terhadap anak-anak memiliki
konsekuensi pidana.
Sanksi pidananya diatur dalam pasal
81 yaitu pidana penjara 5 sampai 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 M.
Akan tetapi, jika pelakunya itu adalah orang tua, wali, pengasuh anak,
pendidik, atau tenaga kependidikan, hukumannya dapat ditambah sepertiga dari
yang seharusnya tersebut.
UU No.
35 Tahun 2014
Pasal 26
(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk:
a.
mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
b.
menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
c.
mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
d.
memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
Pasal
76D
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan
atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain.
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula
bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Tunggu…Artinya kalau aku punya pacar yang masih 17 tahun lalu
aku sama dia berhubungan seks, mau sama mau, itu tetap bisa dipidana?
Betul, kamu tetap bisa dipidana.
Anak-anak dinilai belum bisa memberikan konsensus untuk berhubungan seks.
Anak-anak di bawah 18 tahun banyak yang belum mengetahui dan mengerti betul
risiko berhubungan seksual. Itu sebabnya hubungan seks dengan anak-anak
dilarang untuk menghindari risiko serta konsekuensi yang dapat terjadi.
Barusan kamu
bilang ada risiko dan konsekuensi dari berhubungan seks. Kenapa tidak sekalian
saja negara mengaturnya untuk mencegah risiko dan konsekuensi tersebut?
Begini, perlu diperhatikan
dengan lebih cermat bahwa risiko yang dimaksud adalah risiko berhubungan seks. Maka,
risiko itu tidak hanya ada pada pelaku zina, tetapi juga pada pasangan yang
sudah menikah.
Ambil contoh risiko kesehatan,
misalkan penularan penyakit seksual. Untuk mencegah penularan penyakit seksual
tersebut, negara membuat aturan yang melarang hubungan seks di luar pernikahan.
Hukum tersebut tidak akan efektif. Kenapa? Sebab pasangan menikah tetap akan terkena
penyakit seksual tersebut lantaran mereka tetap berhubungan seksual. Maka dari
itu, aturan tersebut jadi tidak tepat sasaran.
Kalau begitu,
bukan kah cukup dengan ikut melarang hubungan seks pasangan suami-istri – jadi yang
dilarang itu pelaku zina dan pasangan menikah?
Hahaha…Itu tidak bisa dilakukan.
Perkawinan itu adalah ranah perdata, bukan pidana. Kemudian, gak mungkin juga
negara melarang pasangan suami-istri untuk tidak berhubungan badan.
Oh iya hahaha…Aku
lupa. Tapi kalau gitu, gimana caranya supaya kita bisa menghindari risiko
hubungan seks tadi?
Wah kalau soal itu, kita lanjut
lain waktu aja ya.
Sebelumnya
Selanjutnya
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar