Gila!
Mentang-mentang abis valentine, makin banyak aja orang berzina.
Ada apa sih? Seru banget
kayaknya.
Ini nih, banyak
banget berita pasangan belom nikah yang digerebek di hotel. Apa mereka gak
takut dosa ya? Bahkan, ada juga loh yang udah kakek-kakek nenek-nekek.
Gak tau sih. Tapi semisal aku
lagi berduaan dengan orang yang aku cinta banget, aku mungkin juga akan berbuat
seperti mereka, asalkan dianya juga mau. Justru aneh kenapa polisi ganggu dan
ikut campur.
Loh? Kamu kok
malah mendukung perzinaan?
Memangnya apa yang salah dari
itu?
Zina itu kan
perbuatan yang gak bermoral – bisa merusak masa depan anak muda.
Kok dibilang gak bermoral? Moral
itu terkait dengan menentukan perbuatan apa yang baik dan buruk. Ditambah
lagi, tidak ada pedoman moral yang sama atau berlaku universal. Itu sebabnya,
ketika sepasang kekasih bercinta atas kemauan satu sama lain, ada yang
menyebutnya tidak bermoral jika menggunakan standar moral agama dan ada yang
menyebutnya bermoral jika menggunakan standar moral lainnya.
Tapi terkadang
orang bisa jadi trauma, apalagi kalau dipaksa.
Itu lain cerita. Pada dasarnya,
zina itu adalah hubungan seksual di luar ikatan pernikahan. Sekarang, kita
pisahkan antara zina yang konsensual dengan zina yang tidak konsensual, dan
kita akan fokus bahas yang pertama. Kita definisikan zina konsensual sebagai
persetubuhan tanpa pernikahan yang dilakukan secara konsensual, mau sama mau,
tanpa paksaan. Keduanya harus sama-sama mau dalam kondisi sadar penuh,
tidak dalam pengaruh drugs atau chemical substances lain ataupun
pengaruh lainnya.
Sementara kalau bicara pemerkosaan atau
zina tanpa konsensus, itu jelas tidak bermoral. Salah
satu pihak dalam persetubuhan dipaksa melakukannya. Ada subordinasi yang
dilakukan oleh si pemerkosa. Selain itu, pemerkosa telah melanggar otonomi tubuh korban
yang artinya ada pelanggaran hak atas tubuh. Terkait ini, ajaran agama juga melarangnya.
Namun, apabila zina dilakukan
dengan konsensus, itu bisa menjadi bermoral atau tidak bermoral tergantung standar moral yang digunakan. Kalau pendapatku, zina yang konsensual itu bukan perbuatan yang tidak bermoral sebab keduanya saling memberi
izin untuk pasangannya--tidak ada yang disubordinasi, tidak ada pelanggaran
otonomi tubuh.
Kemudian, dalam ranah hukum, pada dasarnya hubungan seksual yang dilakukan dengan consent tidak dilarang oleh hukum yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi, ada beberapa pengecualian, seperti hubungan seksual dengan anak-anak.
Tapi, zina tetap
tidak baik. Zina merusak masa depan. Perempuan bisa hamil di luar nikah dan karirnya
terhambat karena harus mengurusi anaknya sendirian. Jadi wajar kalau zina itu perlu dilarang.
Yang namanya hubungan seks pasti punya potensi kehamilan. Entah perempuan itu sudah menikah atau belum, dia bisa
hamil kalau dia berhubungan seks. Pencegahan kehamilan itu dilakukan dengan
memakai alat kontrasepsi, bukan dengan melarang hubungan seks sama sekali. Perempuan tersebut tetap bisa mengejar
karir, sekalipun dia dan pasangannya berhubungan seksual dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Perlu diketahui juga untuk
perempuan, ketika melakukan hubungan seks dan pasangan dia tidak mau memakai kondom,
misalkan, dia selalu punya hak untuk berkata tidak. Consent dapat dibatalkan
di tengah-tengah hubungan seks.
Oke, aku paham.
Namun, bukankah zina juga berpotensi buruk untuk kesehatan? Seks bebas dapat
menyebabkan penyakit pada organ reproduksi. Ini bisa jadi alasan untuk melarang
zina secara hukum.
Itu benar, karena memang segala
bentuk hubungan seksual berpotensi menimbulkan penyakit pada organ reproduksi.
Penyakit tersebut tidak eksklusif terjadi pada orang-orang yang berzina saja.
Pasangan yang sudah menikah pun bisa mengalaminya.
Oleh sebab itu, untuk
mencegah penularan penyakit seksual, cara yang dilakukan adalah mempraktikkan hubungan seks yang sehat dan aman, bukan melarang hubungan seks sama sekali. Penyakit tersebut tidak melihat apakah pasangan yang berhubungan seks itu punya buku nikah atau tidak.
Lagi pula aneh kalau kita mempidanakan
zina karena alasan kesehatan. Kenapa pemerintah tidak sekalian mempidanakan merokok
kalau begitu? Orang yang sakit kenapa mau dipidana dan bukannya diberi pelayanan kesehatan?
Loh, terus kenapa
polisi menggerebek hotel-hotel dan kos-kosan?
Hahaha… Sebenarnya penggerebekan
itu dilakukan untuk razia pasangan yang melakukan perzinaan yang dilarang dalam peraturan perundang-undangan yang ada, seperti praktik pelacuran dan seks anak. Jadi, hubungan seks konsensual yang tidak melanggar pidana itu tidak
diapa-apakan. Namun, media suka membuat heboh walaupun mereka tidak melanggar
apa-apa. Kasihan juga sih, tidak melanggar hukum apa-apa tapi jadi sorotan berita.
Kalau zina bukan
diatur dalam hukum pidana, terus dia diatur dalam hukum apa?
Zina masuk ranah privat. Hukum
privat atau hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan perseorangan
dengan perseorangan lainnya. Dalam perzinaan, orang yang terlibat ialah pelaku
zina itu sendiri.
Dalam ranah privat, peraturan
dibentuk oleh pihak-pihak yang terlibat, maka sanksinya pun, apabila salah
satu pihak melakukan pelanggaran, ditentukan oleh kedua pihak yang terikat dalam kesepakatan. Di dalam ranah privat, negara tidak bisa ikut campur, kecuali
diminta pihak yang berikatan.
Kalau memang zina
bukan sesuatu yang tidak bermoral dan tidak dilarang hukum, what’s the point
of getting married?
Kalau kita lihat dari kaca mata
hukum, pernikahan tidak lebih adalah legalisasi persetubuhan. Pasangan yang
menikah menjadi legal untuk bersetubuh. Lain lagi ketika kita melihat
dari kaca mata agama yang memandang pernikahan sebagai bentuk ibadah dan
sebagainya. Tapi sekarang ini, mari fokus ke kaca mata hukum dulu.
Memang, sekilas perbedaan antara berzina
dan menikah adalah persoalan dokumen legal saja. Namun, sebenarnya ketika sepasang
kekasih menikah, mereka telah menyertakan negara dalam kehidupan privasi mereka
dan fungsi negara di situ adalah membantu pasangan tersebut--dengan catatan negara
tetap tidak bisa mengintervensi tanpa diminta pasangan suami-istri tersebut. Negara
bisa membantu pasangan suami-istri tersebut dalam beberapa urusan, seperti
perceraian, hak asuh anak, hak waris, KDRT, dan lain sebagainya sesuai yang ada
di peraturan perundang-undangan terkait.
Maksudnya negara tidak dapat
mengintervensi tanpa diminta pasangan tersebut adalah aparat hukum tidak dapat
langsung bertindak tanpa ada laporan dari si suami atau istri yang terlibat.
Sementara itu, jika pasangan memilih tinggal bersama tanpa melakukan pernikahan, segala urusan
tergantung pada mereka. Apabila terjadi tindak kekerasan fisik atau verbal,
tidak dapat dikategorikan sebagai KDRT, tapi tindak pidana kekerasan biasa. Jika
mereka berpisah, mereka tinggal berpisah tanpa perlu ada proses hukum atau perceraian. Namun,
kalau mereka punya anak, hal itu akan menjadi repot dan mereka harus menentukan sendiri siapa yang mendapat hak asuh anak. Oleh sebab itu,
pernikahan dalam beberapa cara memiliki banyak manfaat secara hukum, selain sebagai bentuk ibadah.
Eh tunggu, kamu
lupa ya ada aturan agama? Zina itu haram. Itu cukup untuk menjadikan zina dilarang secara hukum.
Jika berbicara soal agama dalam
persoalan semacam ini, perlu ditekankan bahwa agama adalah perkara masing-masing
individu. Maksudnya adalah agama merupakan urusan pribadi individu dengan
Tuhannya. Benar agama itu juga mengatur urusan antarmanusia, tapi bukan berarti
kita bisa memaksakan itu ke orang lain karena keimanan adalah sesuatu yang bersifat personal.
Agama dan
kepercayaan di Indonesia ada banyak sekali, bahkan enam agama besar di
Indonesia terbagi menjadi beberapa aliran. Ditambah lagi, setiap orang punya cara
sendiri dalam menginterpretasikan ajaran agamanya. Negara harus mengakui
keberagaman interpretasi agama dan kepercayaan tersebut, bahkan sampai ke tingkat individu. Oleh sebab itu, negara
tidak berhak menjadikan nilai kepercayaan yang diyakini sekelompok orang
sebagai peraturan pidana yang wajib dipatuhi semua orang.
Eh, memangnya ada
agama yang membolehkan zina?
Kalau mengenai itu, aku juga
kurang tahu karena ada banyak banget agama dan kepercayaan di Indonesia. Tapi
kembali lagi ke perkataanku tadi, bahwa negara harus mengakui keberagaman
beragama dan berkepercayaan sampai ke tingkat individu Bisa saja di luar sana
ada orang yang meyakini bahwa berzina bukanlah perbuatan melanggar agama. Kemudian, ada orang-orang ateis dan agnostik yang moralitas mereka tidak tunduk pada ajaran agama dan hal-hal yang bersifat ilahiah. Intinya, apapun kepercayaan mereka, itu tetap harus dipertimbangkan.
Bahkan, kalau tidak salah, ada beberapa kebudayaan lokal di Indonesia yang menoleransi praktik kumpul kebo atau tinggal bersama.
Bukankah itu terlalu
ekstrem? Masa hanya karena di luar sana ada orang yang percaya zina itu tidak
melanggar agama, negara sampai tidak boleh membuat aturan yang melarang itu,
sementara banyak sekali orang yang setuju untuk melarangnya?
Tentu itu tidak ekstrem. Peraturan
pidana merupakan peraturan yang akan dikenakan ke semua orang di negara ini
tanpa kecuali. Maka dari itu, hukum pidana harus tidak boleh berdasasrkan hal yang subjektif, seperti keimanan yang bervariasi bagi setiap individu. Hukum pidana harus berdasarkan bukti (evidence) yang dapat divalidasi.
Jadi, kalau kita
berzina, kita tidak dosa?
Siapa bilang begitu? Aku
mencoba menjelaskan bahwa zina itu seharusnya tidak memiliki konsekuensi hukum.
Hal itu tidak sama dengan mengatakan zina tidak berakibat dosa. Dosa
merupakan sanksi karena melanggar aturan agama, dan aturan agama dibuat oleh
Tuhan. Maka, hanya Tuhan yang berhak menghukum perbuatan dosa, bukan manusia.
Zina itu tidak dilarang hukum,
tapi tetap menimbulkan dosa tergantung kepercayaan kita masing-masing. Peran
kita sebagai umat beragama, terutama umat muslim, adalah mengingatkan orang lain bahwa zina itu dosa,
tetapi bukan menghukum dan menghakimi.
Hal itu dikecualikan di beberapa daerah yang
menerapkan agama dalam peraturan daerahnya, seperti Aceh dengan praktik syariat Islam
(hukum Islam) mereka. Di daerah istimewa seperti Aceh, pemerintah daerahnya
memiliki kewenangan untuk mempidanakan zina.
Aku penasaran,
kenapa zina bukan masuk ke ranah publik?
Hukum pidana itu mengatur
hubungan perseorangan dengan negara. Hukum pidana mengatur apa-apa saja yang
dilarang dan diperbolehkan untuk dilakukan seorang warga negara demi kepentingan
umum. Jadi, yang ditekankan di sini adalah kepentingan masyarakat secara umum.
Kita ambil contoh tindak pidana
pembunuhan. Pembunuhan itu menjadi tindak pidana sebab kalau si pembunuh tidak dihukum,
dia bisa saja membunuh lagi. Di samping itu, tindak pembunuhan mengamcam
kepentingan dan ketentraman masyarakat umum.
Mari bandingkan dengan
perzinaan. Ketika sepasang kekasih berzina di dalam kamar, apakah ada orang di
sekitar situ yang dirugikan, baik secara materi maupun imateri? Atau apakah
perbuatan itu mengganggu kedamaian dan ketentraman lingkungan sekitar? Mungkin
bagi tetangga-tetangga yang suka mencampuri urusan orang lain, iya itu
mengganggu kedamaian mereka.
Kemudian, kita tidak bisa
menjadikan alasan communal sin, ‘dosa komunal’, yang ada dalam
ajaran Islam sebagai basis untuk menjadikan perbuatan zina masuk tindak pidana.
Alasannya sudah jelas di penjelasanku sebelumnya. Oleh karena itu, tidak ada
alasan untuk menjadikan zina sebagai tindak pidana.
Akan tetapi, kalau sepasang kekasih berhubungan seksual di tempat umum, itu tentu mengganggu ketertiban umum sehingga wajar digolongkan tindak pidana. Baik sepasang kekasih itu sudah menikah maupun tidak, kalau mereka berhubungan seks di tempat umum, mereka tetap harus dihukum.
Apakah orang tua boleh melarang anak-anaknya berzina?
Ini agak rumit ya. Pada
dasarnya, ketika seorang anak sudah terhitung dewasa secara hukum yang artinya dia
bertanggung jawab atas segala konsekeunsi hukum dari tindakan dia. Kemudian, terkait perzinaan, apabila anak
itu belum dewasa, orang tuanya berhak melarang anaknya berzina sebab anaknya masih tanggung jawabnya. Akan tetapi, apabila anaknya
sudah lewat 18 tahun, orang tuanya tidak lagi berhak melarang anaknya berzina sebab anaknya sudah menjadi subjek hukum.
Namun, daripada hanya fokus pada hak orang tua melarang anaknya berzina, sebaiknya kita juga fokus pada kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya dalam membuat keputusan yang tepat dan bertanggung jawab. Di samping melarang anaknya berzina, sewajarnya orang tua memberikan anaknya pendidikan agama dan pendidikan seks yang tepat. Orang tua wajib mendidik anaknya untuk bisa membuat keputusan yang paling baik serta bertanggung jawab atas keputusannya itu, termasuk dalam hal perzinaan.
Loh tunggu,
berarti ada zina yang dapat dipidana sekalipun konsensual dong? Itu tadi kalau
pezinanya di bawah 18 tahun contohnya.
Oke, memang ada beberapa
tindakan zina yang dilarang. Itu nanti coba kita bahas di lain kesempatan.
Oke kalau begitu. Lantas,
gimana tuh rencana mempidanakan zina dalam RKUHP itu?
Ya kalau itu, mari kita kritisi
dan sama-sama doakan semoga para anggota DPR dan pihak-pihak lain yang terlibat
mau mempertimbangkan hal ini.
Selanjutnya
Komentar
Posting Komentar