A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Untuk Apa Negara Mengurusi Perzinaan?


Untuk Apa Negara Mengurusi Perzinaan?

 Zina itu seharusnya tidak memiliki konsekuensi hukum. Hal itu tidak sama dengan mengatakan zina tidak berakibat dosa




Gila! Mentang-mentang abis valentine, makin banyak aja orang berzina.

Ada apa sih? Seru banget kayaknya.

 

Ini nih, banyak banget berita pasangan belom nikah yang digerebek di hotel. Apa mereka gak takut dosa ya? Bahkan, ada juga loh yang udah kakek-kakek nenek-nekek.

Gak tau sih. Tapi semisal aku lagi berduaan dengan orang yang aku cinta banget, aku mungkin juga akan berbuat seperti mereka, asalkan dianya juga mau. Justru aneh kenapa polisi ganggu dan ikut campur.

 

Loh? Kamu kok malah mendukung perzinaan?

Memangnya apa yang salah dari itu?

 

Zina itu kan perbuatan yang gak bermoral – bisa merusak masa depan anak muda.

Kok dibilang gak bermoral? Moral itu terkait dengan menentukan perbuatan apa yang baik dan buruk. Ditambah lagi, tidak ada pedoman moral yang sama atau berlaku universal. Itu sebabnya, ketika sepasang kekasih bercinta atas kemauan satu sama lain, ada yang menyebutnya tidak bermoral jika menggunakan standar moral agama dan ada yang menyebutnya bermoral jika menggunakan standar moral lainnya.

 

Tapi terkadang orang bisa jadi trauma, apalagi kalau dipaksa.

Itu lain cerita. Pada dasarnya, zina itu adalah hubungan seksual di luar ikatan pernikahan. Sekarang, kita pisahkan antara zina yang konsensual dengan zina yang tidak konsensual, dan kita akan fokus bahas yang pertama. Kita definisikan zina konsensual sebagai persetubuhan tanpa pernikahan yang dilakukan secara konsensual, mau sama mau, tanpa paksaan. Keduanya harus sama-sama mau dalam kondisi sadar penuh, tidak dalam pengaruh drugs atau chemical substances lain ataupun pengaruh lainnya.

Sementara kalau bicara pemerkosaan atau zina tanpa konsensus, itu jelas tidak bermoral. Salah satu pihak dalam persetubuhan dipaksa melakukannya. Ada subordinasi yang dilakukan oleh si pemerkosa. Selain itu, pemerkosa telah melanggar otonomi tubuh korban yang artinya ada pelanggaran hak atas tubuh. Terkait ini, ajaran agama juga melarangnya.

Namun, apabila zina dilakukan dengan konsensus, itu bisa menjadi bermoral atau tidak bermoral tergantung standar moral yang digunakan. Kalau pendapatku, zina yang konsensual itu bukan perbuatan yang tidak bermoral sebab keduanya saling memberi izin untuk pasangannya--tidak ada yang disubordinasi, tidak ada pelanggaran otonomi tubuh. 

Kemudian, dalam ranah hukum, pada dasarnya hubungan seksual yang dilakukan dengan consent tidak dilarang oleh hukum yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi, ada beberapa pengecualian, seperti hubungan seksual dengan anak-anak. 


Tapi, zina tetap tidak baik. Zina merusak masa depan. Perempuan bisa hamil di luar nikah dan karirnya terhambat karena harus mengurusi anaknya sendirian. Jadi wajar kalau zina itu perlu dilarang.

Yang namanya hubungan seks pasti punya potensi kehamilan. Entah perempuan itu sudah menikah atau belum, dia bisa hamil kalau dia berhubungan seks. Pencegahan kehamilan itu dilakukan dengan memakai alat kontrasepsi, bukan dengan melarang hubungan seks sama sekali. Perempuan tersebut tetap bisa mengejar karir, sekalipun dia dan pasangannya berhubungan seksual dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Perlu diketahui juga untuk perempuan, ketika melakukan hubungan seks dan pasangan dia tidak mau memakai kondom, misalkan, dia selalu punya hak untuk berkata tidak. Consent dapat dibatalkan di tengah-tengah hubungan seks.

 

Oke, aku paham. Namun, bukankah zina juga berpotensi buruk untuk kesehatan? Seks bebas dapat menyebabkan penyakit pada organ reproduksi. Ini bisa jadi alasan untuk melarang zina secara hukum.

Itu benar, karena memang segala bentuk hubungan seksual berpotensi menimbulkan penyakit pada organ reproduksi. Penyakit tersebut tidak eksklusif terjadi pada orang-orang yang berzina saja. Pasangan yang sudah menikah pun bisa mengalaminya. 

Oleh sebab itu, untuk mencegah penularan penyakit seksual, cara yang dilakukan adalah mempraktikkan hubungan seks yang sehat dan aman, bukan melarang hubungan seks sama sekali. Penyakit tersebut tidak melihat apakah pasangan yang berhubungan seks itu punya buku nikah atau tidak. 

Lagi pula aneh kalau kita mempidanakan zina karena alasan kesehatan. Kenapa pemerintah tidak sekalian mempidanakan merokok kalau begitu? Orang yang sakit kenapa mau dipidana dan bukannya diberi pelayanan kesehatan?

 

Loh, terus kenapa polisi menggerebek hotel-hotel dan kos-kosan?

Hahaha… Sebenarnya penggerebekan itu dilakukan untuk razia pasangan yang melakukan perzinaan yang dilarang dalam peraturan perundang-undangan yang ada, seperti praktik pelacuran dan seks anak. Jadi, hubungan seks konsensual yang tidak melanggar pidana itu tidak diapa-apakan. Namun, media suka membuat heboh walaupun mereka tidak melanggar apa-apa. Kasihan juga sih, tidak melanggar hukum apa-apa tapi jadi sorotan berita.


Kalau zina bukan diatur dalam hukum pidana, terus dia diatur dalam hukum apa?

Zina masuk ranah privat. Hukum privat atau hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan perseorangan dengan perseorangan lainnya. Dalam perzinaan, orang yang terlibat ialah pelaku zina itu sendiri.

Dalam ranah privat, peraturan dibentuk oleh pihak-pihak yang terlibat, maka sanksinya pun, apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran, ditentukan oleh kedua pihak yang terikat dalam kesepakatan. Di dalam ranah privat, negara tidak bisa ikut campur, kecuali diminta pihak yang berikatan.

 

Kalau memang zina bukan sesuatu yang tidak bermoral dan tidak dilarang hukum, what’s the point of getting married?

Kalau kita lihat dari kaca mata hukum, pernikahan tidak lebih adalah legalisasi persetubuhan. Pasangan yang menikah menjadi legal untuk bersetubuh. Lain lagi ketika kita melihat dari kaca mata agama yang memandang pernikahan sebagai bentuk ibadah dan sebagainya. Tapi sekarang ini, mari fokus ke kaca mata hukum dulu.

Memang, sekilas perbedaan antara berzina dan menikah adalah persoalan dokumen legal saja. Namun, sebenarnya ketika sepasang kekasih menikah, mereka telah menyertakan negara dalam kehidupan privasi mereka dan fungsi negara di situ adalah membantu pasangan tersebut--dengan catatan negara tetap tidak bisa mengintervensi tanpa diminta pasangan suami-istri tersebut. Negara bisa membantu pasangan suami-istri tersebut dalam beberapa urusan, seperti perceraian, hak asuh anak, hak waris, KDRT, dan lain sebagainya sesuai yang ada di peraturan perundang-undangan terkait. 

Maksudnya negara tidak dapat mengintervensi tanpa diminta pasangan tersebut adalah aparat hukum tidak dapat langsung bertindak tanpa ada laporan dari si suami atau istri yang terlibat.

Sementara itu, jika pasangan memilih tinggal bersama tanpa melakukan pernikahan, segala urusan tergantung pada mereka. Apabila terjadi tindak kekerasan fisik atau verbal, tidak dapat dikategorikan sebagai KDRT, tapi tindak pidana kekerasan biasa. Jika mereka berpisah, mereka tinggal berpisah tanpa perlu ada proses hukum atau perceraian. Namun, kalau mereka punya anak, hal itu akan menjadi repot dan mereka harus menentukan sendiri siapa yang mendapat hak asuh anak. Oleh sebab itu, pernikahan dalam beberapa cara memiliki banyak manfaat secara hukum, selain sebagai bentuk ibadah.

 

Eh tunggu, kamu lupa ya ada aturan agama? Zina itu haram. Itu cukup untuk menjadikan zina dilarang secara hukum.

Jika berbicara soal agama dalam persoalan semacam ini, perlu ditekankan bahwa agama adalah perkara masing-masing individu. Maksudnya adalah agama merupakan urusan pribadi individu dengan Tuhannya. Benar agama itu juga mengatur urusan antarmanusia, tapi bukan berarti kita bisa memaksakan itu ke orang lain karena keimanan adalah sesuatu yang bersifat personal.

Agama dan kepercayaan di Indonesia ada banyak sekali, bahkan enam agama besar di Indonesia terbagi menjadi beberapa aliran. Ditambah lagi, setiap orang punya cara sendiri dalam menginterpretasikan ajaran agamanya. Negara harus mengakui keberagaman interpretasi agama dan kepercayaan tersebut, bahkan sampai ke tingkat individu. Oleh sebab itu, negara tidak berhak menjadikan nilai kepercayaan yang diyakini sekelompok orang sebagai peraturan pidana yang wajib dipatuhi semua orang.  


Eh, memangnya ada agama yang membolehkan zina?

Kalau mengenai itu, aku juga kurang tahu karena ada banyak banget agama dan kepercayaan di Indonesia. Tapi kembali lagi ke perkataanku tadi, bahwa negara harus mengakui keberagaman beragama dan berkepercayaan sampai ke tingkat individu Bisa saja di luar sana ada orang yang meyakini bahwa berzina bukanlah perbuatan melanggar agama. Kemudian, ada orang-orang ateis dan agnostik yang moralitas mereka tidak tunduk pada ajaran agama dan hal-hal yang bersifat ilahiah. Intinya, apapun kepercayaan mereka, itu tetap harus dipertimbangkan.   

Bahkan, kalau tidak salah, ada beberapa kebudayaan lokal di Indonesia yang menoleransi praktik kumpul kebo atau tinggal bersama. 

Bukankah itu terlalu ekstrem? Masa hanya karena di luar sana ada orang yang percaya zina itu tidak melanggar agama, negara sampai tidak boleh membuat aturan yang melarang itu, sementara banyak sekali orang yang setuju untuk melarangnya?

Tentu itu tidak ekstrem. Peraturan pidana merupakan peraturan yang akan dikenakan ke semua orang di negara ini tanpa kecuali. Maka dari itu, hukum pidana harus tidak boleh berdasasrkan hal yang subjektif, seperti keimanan yang bervariasi bagi setiap individu. Hukum pidana harus berdasarkan bukti (evidence) yang dapat divalidasi.  


Jadi, kalau kita berzina, kita tidak dosa?

Siapa bilang begitu? Aku mencoba menjelaskan bahwa zina itu seharusnya tidak memiliki konsekuensi hukum. Hal itu tidak sama dengan mengatakan zina tidak berakibat dosa. Dosa merupakan sanksi karena melanggar aturan agama, dan aturan agama dibuat oleh Tuhan. Maka, hanya Tuhan yang berhak menghukum perbuatan dosa, bukan manusia.

Zina itu tidak dilarang hukum, tapi tetap menimbulkan dosa tergantung kepercayaan kita masing-masing. Peran kita sebagai umat beragama, terutama umat muslim, adalah mengingatkan orang lain bahwa zina itu dosa, tetapi bukan menghukum dan menghakimi.

Hal itu dikecualikan di beberapa daerah yang menerapkan agama dalam peraturan daerahnya, seperti Aceh dengan praktik syariat Islam (hukum Islam) mereka. Di daerah istimewa seperti Aceh, pemerintah daerahnya memiliki kewenangan untuk mempidanakan zina. 


Aku penasaran, kenapa zina bukan masuk ke ranah publik?

Hukum pidana itu mengatur hubungan perseorangan dengan negara. Hukum pidana mengatur apa-apa saja yang dilarang dan diperbolehkan untuk dilakukan seorang warga negara demi kepentingan umum. Jadi, yang ditekankan di sini adalah kepentingan masyarakat secara umum.

Kita ambil contoh tindak pidana pembunuhan. Pembunuhan itu menjadi tindak pidana sebab kalau si pembunuh tidak dihukum, dia bisa saja membunuh lagi. Di samping itu, tindak pembunuhan mengamcam kepentingan dan ketentraman masyarakat umum.

Mari bandingkan dengan perzinaan. Ketika sepasang kekasih berzina di dalam kamar, apakah ada orang di sekitar situ yang dirugikan, baik secara materi maupun imateri? Atau apakah perbuatan itu mengganggu kedamaian dan ketentraman lingkungan sekitar? Mungkin bagi tetangga-tetangga yang suka mencampuri urusan orang lain, iya itu mengganggu kedamaian mereka.

Kemudian, kita tidak bisa menjadikan alasan communal sin, ‘dosa komunal’, yang ada dalam ajaran Islam sebagai basis untuk menjadikan perbuatan zina masuk tindak pidana. Alasannya sudah jelas di penjelasanku sebelumnya. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menjadikan zina sebagai tindak pidana.

 Akan tetapi, kalau sepasang kekasih berhubungan seksual di tempat umum, itu tentu mengganggu ketertiban umum sehingga wajar digolongkan tindak pidana. Baik sepasang kekasih itu sudah menikah maupun tidak, kalau mereka berhubungan seks di tempat umum, mereka tetap harus dihukum.


Apakah orang tua boleh melarang anak-anaknya berzina?

Ini agak rumit ya. Pada dasarnya, ketika seorang anak sudah terhitung dewasa secara hukum yang artinya dia bertanggung jawab atas segala konsekeunsi hukum dari tindakan dia. Kemudian, terkait perzinaan, apabila anak itu belum dewasa, orang tuanya berhak melarang anaknya berzina sebab anaknya masih tanggung jawabnya. Akan tetapi, apabila anaknya sudah lewat 18 tahun, orang tuanya tidak lagi berhak melarang anaknya berzina sebab anaknya sudah menjadi subjek hukum.

Namun, daripada hanya fokus pada hak orang tua melarang anaknya berzina, sebaiknya kita juga fokus pada kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya dalam membuat keputusan yang tepat dan bertanggung jawab. Di samping melarang anaknya berzina, sewajarnya orang tua memberikan anaknya pendidikan agama dan pendidikan seks yang tepat. Orang tua wajib mendidik anaknya untuk bisa membuat keputusan yang paling baik serta bertanggung jawab atas keputusannya itu, termasuk dalam hal perzinaan.


Loh tunggu, berarti ada zina yang dapat dipidana sekalipun konsensual dong? Itu tadi kalau pezinanya di bawah 18 tahun contohnya.

Oke, memang ada beberapa tindakan zina yang dilarang. Itu nanti coba kita bahas di lain kesempatan.


Oke kalau begitu. Lantas, gimana tuh rencana mempidanakan zina dalam RKUHP itu?

Ya kalau itu, mari kita kritisi dan sama-sama doakan semoga para anggota DPR dan pihak-pihak lain yang terlibat mau mempertimbangkan hal ini. 


Selanjutnya


***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 


Komentar