Identitas Film
Judul |
: |
13 Bom di Jakarta |
Sutradara |
: |
Angga Dwimas Sangsoko |
Produser |
: |
Taufan Adryan |
Tanggal rilis |
: |
2 Desember 2023 (JAFF), 28
Desember 2023 (Indonesia) |
Rumah produksi |
: |
Visinema Pictures, Indodax,
Legacy Pictures, Volix Pictures, Folkative, INFIA, Barunson E&A |
Penulis naskah |
: |
Angga Dwimas Sasongko, Mohammad
Irfan Ramly |
Durasi tayang |
: |
2 jam 23 menit |
Pemeran |
: |
Chicco Kurniawan, Ardhito
Pramono, Rio Dewanto, Putri Ayudya, Ganindra Bimo, Lutesha, Muhammad Khan,
Rukman Rosadi, Niken Anjani, Andri Mashadi |
Genre |
: |
Crime, thriller, action |
Sinopsis
Jakarta diserang kelompok
teroris. Siang itu, ada serangan terhadap sebuah truk yang sedang membawa uang
tunai, tetapi para penyerang tak mengambil uang tersebut dan membiarkan warga
sekitar yang melakukannya—seakan-akan ingin menjadi Robin Hood. Namun, itu baru
permulaan.
Setelahnya, beredar video yang
mengatakan bahwa ada tiga belas bom yang sudah dipasang di Jakarta. Kelompok
teroris tersebut berencana meledakkannya jika pemerintah tidak mengirimkan uang
kepada mereka dalam bentuk aset kripto melalui Indodax.
Setelah melihat video tersebut,
Badan Kontra Terorisme Indonesia, sebuah lembaga yang bertugas melawan aksi
terorisme di negeri ini, bertindak cepat. Mereka lalu menyelidiki apakah ada
koneksi antara Indodax dengan kelompok tersebut. Dua perintis Indodax, Oscar
Darmawan (Chicco Kurniawan) dan William Sutanto (Ardhito Pramono) dibawa ke
kantor Badan Kontra Terorisme Indonesia untuk diinterogasi.
Mereka semua berpacu dengan
waktu. Jika mereka tak dapat melacak dan menghentikan teror tersebut, akan ada
banyak nyawa yang menjadi korban. Namun, siapakah sebenarnya pemimpin kelompok
teroris ini dan apa hubungan mereka dengan Oscar dan William?
Kelebihan
Setelah
Mencuri
Raden Saleh
(2022, silakan baca reviunya di sini) yang begitu ramai—salah satu film lokal favoritku, tentu
saja—Visinema merilis film laga lainnya yang tak kalah seru: 13 Bom
di Jakarta.
Oleh karena juga disutradarai dan ditulis oleh Angga Dwimas Sasongko, kalian
boleh berekspektasi tinggi, walau jangan terlalu tinggi, hahaha. Secara
keseluruhan, 13 Bom di Jakarta adalah film laga yang rapih dan
oke dari berbagai aspek cerita dan teknis. Tidak kalah dari film-film laga di
luar negeri kok.
Ide
cerita ini menarik karena menampilkan perlawanan terhadap terorisme di Jakarta.
Aku jadi teringat pada peristiwa bom di Sarinah pada tahun 2016 lalu, yang merupakan aksi teror di Jakarta yang kuingat. Sewaktu
menonton ini, aku jadi terpikir bahwa ternyata semenegangkan dan semengerikan
ini ya teror bom di Sarinah dulu. Kejar-kejaran dengan waktu, nyawa-nyawa tak
bersalah melayang, dan keruwetan birokrasi mewarnai rangkaian usaha
menghentikan teror ini.
Oh
iya, terkait keruwetan birokrasi tadi, ini terasa seperti sindiran ya. Di film
ini, beberapa kali terlihat Badan Kontra Terorisme Indonesia blunder dalam
menangani teror tersebut. Bahkan, sering kali kesalahannya itu sederhana dan
tak seharusnya terjadi—bikin geregetan sendiri, hahaha. Maksudku, kok bisa
blunder ketika melawan kelompok teroris yang mengancam banyak nyawa? Sungguh
bikin menghadeh. Itu seperti menyindir pemerintah kita yang suka
ceroboh dan lalai ketika bertindak.
Meskipun
begitu, mungkin kalau tidak blunder ceritanya tidak jalan ya, hahaha. Itu
karena kelanjutan cerita ini berangkat dari blunder tersebut. (Spoiler
alert)
setelah Oscar dan William diinterogasi Badan Kontra Terorisme Indonesia, mereka
dibiarkan pulang untuk mengambil peralatan untuk membantu penyelidikan, tetapi
mereka berdua malah kabur dan melacak keberadaan teroris tersebut sendiri. Dari
situlah bagiku pribadi ceritanya jadi menarik. Dari titik itu, Oscar, William,
serta Agnes (Lutesha)—pacarnya William—mulai beraksi.
Omong-omong,
aku suka sekali dengan penampilan Lutesha di film ini. Tokoh yang ia perankan,
Agnes, menjadi scene-stealer. Agnes selalu mencuri perhatian, mulai dari
dialognya sampai sikapnya. Dia bisa loh bucin di situasi semenegangkan itu,
yang entah bagaimana mampu membawa warna pada cerita. Ada humor-humor ringan
dan segar yang dibawakan karakter Agnes pada adegan-adegan serius di film ini,
tetapi tak mengurangi ketegangan yang sedang berjalan.
Selain
Lutesha, pemeran lain yang mencuri perhatianku adalah Rio Dewanto dan Ardhito
Pramono. Rio Dewanto berperan sebagai Arok si pemimpin kelompok teroris. Dengan
tampilannya yang gagah dan cool, ia dapat menjadi sosok penjahat yang karismatik
dan garang. Di sisi lain, aku melihat akting Ardhito Pramono sebagai William
menjadi lebih baik. Sebelumnya, aku pernah melihat Ardhito sebagai Kale di film
Nanti
Kita Cerita Tentang Hari Ini (2019). Dibandingkan dengan perannya tersebut,
akting Ardhito sudah berkembang lebih baik di film ini.
Selain
akting pemeran-pemerannya, keunggulan film ini juga terletak pada efek visualnya.
Belum apa-apa sudah langusng disuguhi adegan menembak dengna bazoka—mengerikan ya?
Aku kurang tahu apakah ledakan yang ada merupakan efek CGI atau efek praktis.
Namun yang pasti, aku suka sekali melihatnya, hehehe.
Berikutnya,
hal lain yang kusuka dari film ini adalah isu kejahatan keuangan yang
disinggungnya. Kejahatan keuangan (financial crime)[1]
saat ini marak terjadi, meskipun sebenarnya sudah banyak kejadiannya sejak
dulu. Contohnya yang sedang populer ialah kasus asuransi bodong atau pinjaman online
ilegal.
Kasus-kasus tersebut telah banyak sekali memakan korban dan menimbulkan
kerugian bernilai tinggi. Bahkan, tak sedikit orang meregang nyawa karena kasus
kejahatan keuangan. Mungkin banyak yang berpikir bahwa itu kesalahan si korban
sendiri karena tertipu, tetapi jika kita melihat gambaran lebih besarnya,
tekanan ekonomilah yang “mendorong” mereka hingga tertipu seperti itu.
Kemudian, seperti yang ingin disampaikan film ini, seharusnya pemerintah dapat
mencegah terjadinya kejahatan keuangan seperti itu serta menciptakan dunia
keuangan yang lebih berkeadilan.
Kelemahan
Secara umum, film ini merupakan
film laga yang oke, bahkan di atas rata-rata untuk ukuran film Indonesia, yang
jarang melahirkan film laga. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan film-film
laga dari luar negeri, masih kurang ya. Ketegangan, dialog, serta adegan
pertarungan dan pertempurannya masih di bawah film-film laga luar negeri. Jika
ingin dibandingkan dengan film laga lokal supaya lebih adil, dan megambil The
Raid (2011) sebagai contoh, tetap saja film ini masih di bawah.
Tidak buruk memang, tapi masih bisa dikembangkan.
Salah satu yang menyebabkan
dialog film ini kurang bagus adalah unsur kritik mengenai kejahatan
keuangannya. Entah mengapa, dialog para tokoh yang menceritakan diri mereka
sebagai korban kejahatan keuangan malah menjadikan film ini terkesan SJW (social
justice warrior) banget. Muatan kritiknya itu bagus, tetapi penyampaiannya
masih kurang, sehingga masih terkesan memaksakan dan kurang mulus. Justru di Mencuri
Raden Saleh, pesan yang menyiratkan perlawanan rakyat kecil terhadap
orang-orang berkuasa dapat disampaikan dengan lebih baik dan kreatif.
Kemudian, hal lain yang aku
kurang suka dari film ini adalah plot twist-nya. Dari awal memang sudah
diberikan petunjuk bahwa akan ada plot twist, yang justru membuatku
mengantisipasinya. Bahkan, aku bisa menebaknya. Aku tak terlalu masalah jika
itu dapat dieksekusi dengan baik, tetapi film ini tidak begitu. Aku justru
heran karena plot twist-nya tidak mengejutkan dan kurang berpengaruh
pada cerita ternyata.
Kesimpulan
13 Bom di Jakarta adalah sebuah film laga tentang terorisme yang menegangkan dan seru. Walaupun jika dibandingkan dengan film-film sejenis, film ini masih di bawah, aku tetap menikmati ceritanya secara keseluruhan. Aku menyukai aksi para tokoh dalam film ini, terutama karena diperankan oleh aktor-aktor yang keren, seperti Lutesha dan Rio Dewanto. Oh iya, selain kedua nama tersebut, penampilan Ardhito Pramono juga menarik perhatian loh. Kekurangan film ini terletak pada plot twist-nya yang kurang dieksekusi dengan baik serta dialognya yang kurang kuat dan terlalu terkesan SJW. Akan tetapi, muatan kritik sosialnya memberikan nilai plus tersendiri terhadap film ini. Terlebih lagi, film ini dapat menjadi tontonan yang seru bagi sewaktu kumpul bersama keluarga ataupun teman—dengan catatan semuanya sudah cukup umur ya. Jadi, entah apakah ini film action terbesar di tahun 2023, tapi bagiku film ini termasuk cukup walau bukan kategori luar biasa. Skorku untuk film ini adalah 7/10.
Film 13 Bom di Jakarta bisa kalian tonton di Netflix. Silakan menyaksikan trailer-nya di bawah ini supaya lebih yakin untuk menontonnya, hehehe.
[1] Kejahatan keuangan adalah kegiatan kriminal yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan finansial pribadi. Beberapa contoh kejahatan keuangan adalah: pencucian uang, pendanaan terorisme, penipuan, penghindaran pajak, dan pencurian identitas (sumber: OJK Institute).
Komentar
Posting Komentar