Dua Hati Biru: Sebuah Sekuel yang Lebih Dewasa dan Mendidik (Cocok Ditonton Pasangan yang Ingin Menikah)

Identitas Film Judul : Dua Hati Biru Sutradara : Dinna Jasanti, Gina S. Noer Produser : Chand Parwez Servia, Gina S. Noer, Riza, Sigit Pratama Tanggal rilis : 17 April 2024 Rumah produksi : Starvision, Wahana Kreator Penulis naskah : Gina S. Noer Durasi tayang : 1 jam 46 menit Pemeran : Angga Yunanda, Aisha Nurra Datau, Farrell Rafisqy, Cut Mini Theo, Arswendy Bening Swara, Lulu Tobing, Keanu AGL, Maisha Kanna Genre : Drama keluarga, romantis   Sinopsis Setelah empat tahun berkuliah dan bekerja di Korea, Dara (Aisha Nurra Datau) kembali ke Indonesia demi bisa tinggal bersama suaminya, Bima (Angga Yunanda), dan putranya yang masih kecil, Adam (Farrell Rafisqy). Namun, kedatang

Not Friends: Surat Cinta Manis dan Hangat untuk Film dan Persahabatan

 

Identitas Film

Judul

:

Not Friends

Sutradara

:

Atta Hemwadee

Produser

:

Vanridee Pongsittisak, Baz Poonpiriya

Tanggal rilis

:

26 Oktober 2023 (Thailand), 24 Januari 2024 (Indonesia)

Rumah produksi

:

Houseton Films

Penulis naskah

:

Atta Hemwadee

Durasi tayang

:

2 jam 10 menit

Pemeran

:

Anthony Buisseret, Pisitpol Ekaphongpisit, Thitiya Jirapornsilp

Genre

:

Coming of age, komedi, drama remaja

 

Sinopsis

Pae (Anthony Buisseret) adalah murid baru di sekolahnya. Sebelumnya dia terpaksa pindah pada semester terakhir di masa SMA-nya karena suatu masalah. Pae tidak berencana untuk berteman dengan siapa-siapa, tetapi teman sebangkunya baru, Joe (Pisitpol Ekaphongpisit) terus mengusiknya dan ingin mengajaknya berteman.

Akan tetapi, tak lama sejak Pae pindah, Joe meninggal karena kecelakaan. Namun, suasana duka di sekolah tak berlangsung lama, dan orang-orang melanjutkan hidup seperti biasa—termasuk Pae.

Kemudian, Pae menemukan ada tawaran beasiswa kuliah dengan syarat membuat film pendek orisinal sebagai portofolio. Pae lalu ingin membuat film pendek tentang Joe karena tahu itu pasti akan menjadi film yang menyentuh. Dia mengajak seluruh sekolah untuk berpartisipasi dengan dalih mengenang teman mereka yang telah tiada. Padahal, Pae dan Joe tidak berteman sedekat itu.

Hanya satu orang yang tahu rahasia Pae tersebut: Bokeh (Thitiya Jirapornsilp), teman lama Joe. Dapatkah Pae menyelesaikan filmnya dan memastikan Bokeh tidak memberi tahu siapa-siapa?

 

Kelebihan

Aku adalah penggemar film komedi Thailand—hampir semua judul film komedi Thailand yang kutonton aku suka, tak terkecuali yang satu ini. Malahan, Not Friends menjadi salah satu yang terbaik di antaranya.

Ada dua hal yang menjadi tema utama Not Friends: film dan persahabatan. Sesuai premisnya, para tokoh dalam film ini berusaha membuat film pendek. Yang menarik bagiku ialah film ini menunjukkan betapa serunya proses pembuatan film itu. Aku sangat senang menyaksikan semangat Pae dan teman-teman mengekspresikan imajinasi liar mereka untuk film tersebut. Not Friends mampu memperlihatkan bahwa pembuatan film merupakan aktivitas yang menyenangkan dan seru, bukan yang njlimet. Ya, sesuai tagline-nya: “Filmmaking is friend-making”.

Selain itu, film ini juga mengambil referensi dari beberapa film-film dan budaya pop terkenal. Tidak semuanya ditunjukkan secara gamblang, beberapa secara tersirat. Beberapa kali One Piece disebutkan karena Joe adalah maniak One Piece. Kemudian, dalam pembuatan film pendeknya, mereka meniru Mission: Impossible dan Tenet. Film ini juga sedikit mengambil referensi dari Doraemon dan film Korea Parasite.

Kemudian, tema keduanya, yakni persahabatanlah yang paling aku suka. Film ini mengeksplorasi berbagai konflik persahabatan masa SMA—membuatku merindukan kembali masa-masa tersebut. Yang paling berkesan bagiku adalah betapa konfliknya sangat lekat dan sederhana, serta penyajiannya pun tidak terlalu dramatis ataupun berlebihan.

Dalam film ini, kalian tidak hanya akan melihat pertemuan dengan teman baru dan keseruan menghabiskan waktu bersama teman-teman, tetapi juga teman dikhianati teman, teman dikecewakan oleh teman, dan teman yang saling bertengkar sampai saling mendiamkan untuk waktu yang lama. Aku secara pribadi merasa relate dengan konflik itu. Aku juga pernah merasa dikecawakan teman, marah dengan teman sampai tak bicara untuk waktu yang lama, juga kehilangan teman. Maka, ketika melihat itu semua ada di film ini, aku tidak mungkin tidak terbawa perasaan.

Oh iya, tidak perlu khawatir ya kalau kalian merasa tidak relate dengan konfliknya. Menurutku, film ini pun tetap dapat dinikmati penonton yang tak pernah mengalami masalah-masalah persahabatan seperti itu. Mereka tetap bisa terbawa suasana saat menonton karena film ini mampu menampilkan emosi-emosinya dengan baik dalam setiap adegannya.

Namun, bagi kalian yang cengeng sepertiku, bersiap-siaplah untuk menangis menonton film ini. Ada banyak adegan yang bisa membuat kalian menangis karena walau genrenya komedi, film ini juga memperlihatkan proses orang menghadapi duka atas kehilangan sahabat. Aku ikut merasa sesak saat menyaksikan Bokeh melihat foto-foto lamanya dengan Joe. Aku pun ikut merasa sedih ketika Pae mengenang masa-masanya mengenal Joe yang singkat itu. “Joe, dunia paralel, aku berharap itu benar ada. Dan aku berharap ada dunia di mana kamu dan aku benar-benar berteman dekat,” saat Pae mengatakannya, air mataku menetes.

Berikutnya, aku suka sekali dengan ketiga tokoh utamanya: Pae, Joe, dan Bokeh. Mereka adalah jantung film ini. Dinamika pertemanan merekalah yang membuat jalan cerita ini menarik. Apalagi, beberapa interaksi Pae dan Bokeh sengaja dibuat paralel dengan interaksi antara Pae dan Joe maupun Bokeh dan Joe. Ada kesan yang hangat dari adegan-adegan tersebut, di sisi lain aku juga berandai-andai dapatkah ketiganya menjadi teman karib, apalagi mengingat bahwa Pae dan Bokeh bertemu setelah Joe meninggal. Aku merasa sedih bahwa mereka berdua berteman karena kehilangan seorang teman lainnya; padahal seharusnya mereka bertiga bisa bersama-sama.

Perkembangan karakter Pae juga menjadi hal yang aku sukai. Di awal, kita tahu bahwa Pae tak berniat membuat teman baru dan dirinya cenderung menutup diri. Namun, seiring berjalannya cerita kita melihat Pae berteman dengan Bokeh, Ping (Tanakorn Tiyanont), dan yang lainnya. Terlihat jelas bahwa Pae senang memiliki teman di sekolahnya itu. Dia pun turut berterima kasih kepada Joe karena telah menginspirasi dirinya untuk mengejar sesuatu. Memang teman yang baik adalah teman yang membuatmu menjadi orang yang lebih baik.

Untuk adegan favorit, aku punya beberapa—dan itu adalah adegan-adegan yang membuatku meneteskan air mata. Aku suka dengan visualisasi cerpen Joe. Aku suka ketika Bokeh mengenang foto-foto dia dan Joe semasa SMP. Aku suka adegan flashback Joe ketika hari karyawisata, hari terakhirnya. Aku suka ketika Pae berandai-andai dunia paralel itu ada dan di sana dia dan Joe berteman sungguhan. Aku suka ketika film pendek tentang Joe ditayangkan pada acara perpisahan. Aku suka adegan penutup film ini yang mampu membuatku rindu pada teman-teman lamaku. “Jika kita tidak pernah bertemu lagi karena ada perubahan dalam mimpi kita, dekat atau tidak, itu tidaklah penting. Jika saatnya tiba, mari saling merindukan, teman tidak dekatku.”

 

             

Kelemahan

Bagiku pribadi, film ini hampir sempurna, almost perfect. Hanya ada sedikit kekurangan yang mengganjal bagiku. Salah satunya adalah peran tokoh Liew (Natticha Chantaravareelekha) sebagai love interest Joe. Perannya tidak terlalu banyak, tetapi memang porsinya pas. Hanya saja, tampaknya dia menjadi salah satu tokoh utama, bahkan masuk dalam poster. Padahal, dalam film perannya tidak jauh berbeda dengan Boom (Jirapat Siwakosit), Art (Pathaseth Kooncharoen), dan Pop (Panachanok Wattanavrangkul).

Selain itu, kekurangan lainnya terletak pada detail adegan yang agak memaksakan. (Spoiler alert) salah satunya adalah ketika harddisk Joe terjatuh dari tasnya sewatu dalam bus. Menurutku, itu agak memaksakan, dan aku agak risih, tetapi memang itu bagian penting dari plot cerita. Memang yang satu ini tergantung selera ya.

 

Kesimpulan

Not Friends merupakan film yang istimewa sekali. Film ini berhasil menyuguhkan cerita yang menghangatkan hati tentang film dan persahabatan. Sesuai tagline di posternya, film ini menunjukkan bahwa dalam proses pembuatan film, kita akan berinteraksi dan menjadi dekat dengan banyak orang—yang menjadikannya aktivitas menyenangkan karena kita akan mendapatkan teman baru. Film ini juga mengapresiasi beberapa film terkenal dan budaya pop lain dengan menjadikannya referensi. Namun, yang paling menarik adalah cara film ini menyajikan konflik persahabatan remaja karena terasa begitu lekat, sederhana, dan emosional. Sepertinya, banyak orang yang pernah mengalami konflik persahabatan yang dialami para tokohnya. Walaupun film ini tak sempurna, aku sangat menyukainya. Skor dariku adalah 9,3/10. Mengutip kata Ping, “Panjang umur sinema, kawan.”

Film ini bisa kalian tonton di KlikFilm dan Netflix (Thailand). Silakan tonton trailer filmnya di bawah ini ya.


***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!

Komentar