Dua Hati Biru: Sebuah Sekuel yang Lebih Dewasa dan Mendidik (Cocok Ditonton Pasangan yang Ingin Menikah)

Identitas Film Judul : Dua Hati Biru Sutradara : Dinna Jasanti, Gina S. Noer Produser : Chand Parwez Servia, Gina S. Noer, Riza, Sigit Pratama Tanggal rilis : 17 April 2024 Rumah produksi : Starvision, Wahana Kreator Penulis naskah : Gina S. Noer Durasi tayang : 1 jam 46 menit Pemeran : Angga Yunanda, Aisha Nurra Datau, Farrell Rafisqy, Cut Mini Theo, Arswendy Bening Swara, Lulu Tobing, Keanu AGL, Maisha Kanna Genre : Drama keluarga, romantis   Sinopsis Setelah empat tahun berkuliah dan bekerja di Korea, Dara (Aisha Nurra Datau) kembali ke Indonesia demi bisa tinggal bersama suaminya, Bima (Angga Yunanda), dan putranya yang masih kecil, Adam (Farrell Rafisqy). Namun, kedatang

Barbie: Sebuah Film Women Empowerment yang Keren—Salah Satu Film Terbaik Tahun 2023!

Identitas Film

Judul

:

Barbie

Sutradara

:

Greta Gerwig

Produser

:

David Heyman, Margot Robbie, Tom Ackerley, Robbie Brenner

Tanggal rilis

:

21 Juli 2023

Rumah produksi

:

Heyday Films, LuckyChap Entertainment, NB/GG Pictures, Mattel Films

Penulis naskah

:

Greta Gerwig, Noah Baumbach

Durasi tayang

:

1 jam 54 menit

Pemeran

:

Margot Robbie, Ryan Gosling, America Ferrera, Ariana Greenblatt, Helen Mirren

Genre

:

Drama, komedi, fantasi, feminisme, petualangan

 

Sinopsis

Di Barbieland, hiduplah berbagai versi Barbie, Ken, serta teman-teman mereka yang lain. Para Barbie hidup dengan bahagia di sana, di dalam masyarakat yang matriarki[1] tempat mereka bisa lebih unggul daripada laki-laki dan bisa menjadi apa saja. Para Barbie mengira bahwa eksistensi mereka sebagai mainan di dunia nyata telah berhasil menginspirasi anak-anak perempuan di seluruh dunia sehingga kini mereka dapat hidup senang layaknya para Barbie di Barbieland.

Segalanya tampak menyenangkan, termasuk bagi Barbie Stereotipikal (Margot Robbie). Dia hidup dengan keajaiban Barbieland, hingga suatu hari benaknya memikirkan kematian, selulit muncul di tubuhnya, dan telapak kakinya rata menginjak tanah. Ada yang salah dengannya, seluruh keajaiban Barbieland yang biasa dialaminya hilang. Dia lalu berkonsultasi ke Barbie Aneh yang mengatakan bahwa anak perempuan yang sedang bermain dengan versi boneka dirinya sedang mengalami masalah. Barbie Stereotipikal harus pergi ke dunia nyata dan membantu anak perempuan tersebut.

Dengan begitu, Barbie berangkat—bersama teman tak terduga dan tampak meragukan, Ken Pantai (Ryan Gosling) yang selalu mengikutinya ke mana-mana. Ketika mereka tiba, ternyata dunia nyata tak seperti yang mereka kira selama ini. Barbie dan para barbie lainnya di Barbieland mengira perempuan di dunia nyata begitu berdaya, tetapi kenyataannya patriarki yang berjaya.

Walaupun ditampar kenyataan pahit bahwa dunia nyata sangat kejam terhadap perempuan, Barbie tetap harus menuntaskan misinya. Bahkan, kini misinya menjadi lebih penting—dia juga harus mencegah Barbieland hancur oleh pengaruh patriarki.

 

Kelebihan

Dari berbagai film tentang pemberdayaan perempuan yang kutonton, Barbie adalah salah satu yang paling berkesan. Berbagai hal tentang film ini begitu unik dan segar. Begitu banyak isu yang ingin disinggung, begitu banyak ketidakadilan yang ingin dikritisi, dan semua itu mampu disampaikan dengan cara yang tepat. Akan ada banyak hal menarik yang dapat dibahas dari film satu ini. Mari dibahas satu per satu.

Pertama, ide ceritanya sendiri sudah membuatku terkesan. Sepengetahuanku, barbie telah lama dianggap sebagai simbol objektifikasi perempuan. Boneka barbie yang dianggap cantik oleh anak-anak telah menjadi standar kecantikan. Banyak perempuan yang ingin berpenampilan layaknya boneka barbie—tinggi, langsing, berkaki jenjang, dan lain sebagainya—supaya dibilang cantik. Akan tetapi, seperti yang banyak diketahui, standar kecantikan merupakan bagian dari permasalahan ketidaksetaraan gender. Perempuan yang dianggap cantik adalah yang berpenampilan seperti boneka barbie; tapi ketika perempuan sudah secantik barbie pun, mereka kerap dianggap berpikiran dangkal alias hanya modal cantik.

Namun, film ini mendobrak itu semua. Barbie yang selama ini dianggap sebagai simbol dari masalah standar kecantikan tersebut menjadi simbol baru dari pemberdayaan perempuan. Para pembuat film telah dengan sangat tepat memilih aktris dengan berbagai latar belakang, etnis, warna kulit, bentuk tubuh, dan lain sebagainya supaya dapat merepresentasikan keberagaman perempuan. Itu merupakan wujud usaha untuk mematahkan standar kecantikan barbie yang selama ini eksis. Para barbie di Barbieland menunjukkan bahwa perempuan itu cantik seperti apapun penampilan fisik mereka dan mereka juga bisa menjadi pintar dan hebat—kecantikan dan kepintaran bukan sebuah trade-off bagi perempuan. Perempuan seperti apapun dapat menjadi apapun, tak ada yang bisa membatasi mereka. Semangat itulah yang kurasakan saat melihat kehidupan para Barbie di Barbieland.

Hanya saja, Barbieland bukan negeri utopia, tetap ada ketidakadilan di sana, yakni terhadap para Ken. Jika dunia kita dikuasai patriarki, Barbieland dikuasai matriarki yang berarti jenis kelamin perempuan memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi daripada laki-laki. Hal tersebut terlihat dari sikap para Barbie yang menyepelekan para Ken, tidak merangkul mereka dalam urusan-urusan sosial, dan lain sebagainya. Para Ken hanya bersaing untuk mendapatkan perhatian para Barbie, seperti kebanyakan bayangan para laki-laki bahwa perempuan bersaing untuk mendapatkan perhatian mereka. Dengan kata lain, Barbieland adalah anekdot dari dunia kita—sebuah menarik yang segar untuk menunjukkan masalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender.

Tidak hanya itu, ada banyak sekali isu lain yang ingin dikritisi film ini. Film ini ingin memperlihatkan bahwa patriarki adalah akar dari berbagai permasalahan ketidakadilan yang ada, termasuk kapitalisme. (Spoiler alert) saat Barbie muncul di dunia nyata, para petinggi perusahaan besar Mattel berusaha untuk menangkapnya. Ternyata, para petinggi perusahana yang memproduksi mainan boneka anak perempuan adalah laki-laki semua. Dengan kata lain, merekalah dalang yang membuat Barbie menjadi simbol objektifikasi perempuan: laki-laki dan pikiran patriarki mereka.

Kemudian, omong-omong tentang kritik sosial dalam film ini, aku suka sekali dengan monolog panjang yang disampaikan Gloria (America Ferrera). Monolog panjangnya tersebut tidak kuhafal, tetapi aku setuju dengannya (hahaha, you get what I mean, right?). Dia mengungkapkan betapa beratnya menjadi perempuan, bahwa apapun yang dilakukan perempuan tidak pernah benar dan tidak pernah cukup. Perempuan selalu salah, selalu kurang. Ada terlalu banyak ekspektasi yang dibebankan kepada mereka, tetapi begitu sedikit apresiasi mereka. Perempuan selalu saja dinomorduakan dalam kedudukan sosial, sekalipun mereka telah mejadi lebih unggul daripada laki-laki. Kalian harus mendengarnya sendiri, itu seperti wake-up call untuk sadar akan ketidakadilan gender.

Baiklah, mungkin cukup ya tentang kritik sosialnya. Aku yakin kita semua sepakat bahwa Greta Gerwig telah sangat pintar untuk mengemas semua itu dalam film ini. Kelebihan lainnya yang menarik bagiku adalah perkembangan karakter Barbie sendiri. Perjalanannya ke dunia nyata membuka matanya bahwa menjadi perempuan tidak semudah itu, bahkan dunia begitu kejam terhadap perempuan. Itu membawanya dalam perjalanan pencarian diri, tentang arti menjadi dirinya yang sebenarnya. Barbie belajar bahwa menjadi perempuan tidak harus selalu tampil sempurna. Tidak masalah jika dirimu tidak cantik atau tidak sukses karena standar kecantikan dan kesuksesan yang ada diciptakan patriarki. Bahkan, aku suka dengan kesimpulan di akhirnya, (spoiler alert) yaitu bahwa Barbie dapat menentukan sendiri akhir kisahnya, bukan orang lain yang menentukannya untuk dirinya.

Tidak hanya Barbie yang mengalami perkembangan karakter, tetapi juga Ken. Melalui karkater Ken, kita mendapat gambaran perasaan para perempuan yang selama ini termarginalkan. Seperti para perempuan di dunia kita, para Ken di Barbieland juga ingin diperlakukan setara dan adil. Ken tidak hanya ingin dilihat sebagai pelengkap Barbie, dia ingin lebih daripada itu. Hanya karena boneka barbie diciptakan lebih dulu daripada boneka ken, bukan berarti ken hanya sebatas pelengkap barbie dan tidak bisa bebas menjadi apapun yang diinginkannya. Dan hei, aku malah teringat kisah penciptaan Nabi Adam dan Hawa gara-gara itu; Hawa diciptakan setelah Nabi Adam, lalu tanpa sadar berkembanglah ide bahwa perempuan merupakan pelengkap laki-laki. Itu sebuah anekdot yang menohok, tetapi tepat sasaran. Para Ken tidak ada bedanya dengan Barbie, mereka juga memiliki potensi menjadi apa saja. Maka dimulailah pencarian jati diri Ken—sebuah kesimpulan yang terasa melegakan hati.

Terakhir, kejutan menyenangkan lainnya dari film ini adalah elemen musikalnya. Itu sesuatu yang sangat tidak kusangka-sangka. Aku terkejut dengan adegan musikalnya yang begitu megah, ramai, dan asyik. Lagunya pun, I’m Kenough, terdengar catchy di telinga. Penampilan Ryan Gosling, Simu Liu, dan para aktor pemeran Ken lainnya juga sangatlah menghibur.


Kelemahan

Secara umum, film ini sangat bagus menurutku. Salah satu film terbaik yang pernah kutonton, dan film tentang pemberdayaan perempuan dengan pengemasan yang menyenangkan. Akan tetapi, tentu masih ada kelemahannya—walaupun tidak terlalu berpengaruh. Dengan banyaknya isu yang ditampilkan film ini, aku agak khawatir penonton akan kebingungan dengan maksud dari film ini. Film ini ramai sekali sampai-sampai agak sulit untuk mengikuti jalan ceritanya. Ditambah lagi, dengan isu-isu sosialnya yang berat, aku rasa film ini sulit dipahami anak-anak, padahal Barbie adalah mainan anak-anak. Maka, mungkin tidak semua kalangan dapat mengerti film ini sepenuhnya.

 

Kesimpulan

Barbie adalah sebuah karya yang begitu hebat dari Greta Gerwig. Film ini mengombinasikan berbagai elemen genre yang menarik—fantasi, musikal, petualangan, dan pencarian jati diri—ke dalam ceritanya. Tidak hanya itu, film ini memiliki banyak sekali kritik tentang feminisme, patriarki, kapitalisme, serta ketidakadilan lainnya dalam tatanan sosial kita. Meski isunya banyak sekali dan kurang relate terhadap anak-anak, Barbie tetap bisa menghibur penonton dengan penyajian cerita yang unik dan segar. Baik laki-laki maupun perempuan, kalian harus menonton film ini. Aku beri skor 9,3/10 dan aku berani bilang bahwa ini adalah salah satu film terbaik di tahun 2023.

Kalian dapat menonton Barbie di AppleTV dan Catchplay+. Silakan tonton trailer-nya di bawah ini.

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 


[1] Matriarki adalah lawan dari patriarki, yaitu sistem sosial yang didominasi oleh kepemimpinan perempuan (sumber: Wikipedia). 

Komentar