Dua Hati Biru: Sebuah Sekuel yang Lebih Dewasa dan Mendidik (Cocok Ditonton Pasangan yang Ingin Menikah)

Identitas Film Judul : Dua Hati Biru Sutradara : Dinna Jasanti, Gina S. Noer Produser : Chand Parwez Servia, Gina S. Noer, Riza, Sigit Pratama Tanggal rilis : 17 April 2024 Rumah produksi : Starvision, Wahana Kreator Penulis naskah : Gina S. Noer Durasi tayang : 1 jam 46 menit Pemeran : Angga Yunanda, Aisha Nurra Datau, Farrell Rafisqy, Cut Mini Theo, Arswendy Bening Swara, Lulu Tobing, Keanu AGL, Maisha Kanna Genre : Drama keluarga, romantis   Sinopsis Setelah empat tahun berkuliah dan bekerja di Korea, Dara (Aisha Nurra Datau) kembali ke Indonesia demi bisa tinggal bersama suaminya, Bima (Angga Yunanda), dan putranya yang masih kecil, Adam (Farrell Rafisqy). Namun, kedatang

To Kill A Kingdom: Gabungan The Little Mermaid, Pirates of the Caribbean, dan One Piece versi Fiksi Young Adult

Identitas Buku

Judul

:

To Kill A Kingdom

Penulis

:

Alexandra Christo

Penerjemah

:

Angelic Zaizai

Penerbit

:

PT Mizan Pustaka

Tahun terbit

:

2019 (versi orisinal bahasa Inggrisnya terbit pada 2018)

Cetakan

:

I

Tebal

:

400 halaman

Harga

:

Rp84.000

ISBN

:

9786024411329

Genre

:

High fantasy, petualangan, romantis, young adult

 

Sinopsis

Putri Elian, dari Laut Diavolos
“Aku memiliki satu jantung bagi setiap tahun aku hidup.”

Setiap putri menginginkan pangeran. Namun, Lira menginginkan pangeran untuk diambil jantungnya. Sebagai putri dari bangsa siren, Lira harus menjadi tangguh dan tak kenal belas kasih; itulah yang telah diajarkan ibunya, sang Ratu Laut, kepadanya sejak lama. Bagi siren, jantung manusia adalah kekuatan, maka makin banyak jantung manusia yang dimiliki seorang siren, makin kuat siren tersebut. Meski Lira telah memiliki 17 jantung manusia—bukan sembarang manusia, semua jantung tersebut dulunya milik pangeran-pangeran—Lira belum tampak cukup di mata Ratu Laut.

Ratu Laut memerintah dengan menebarkan rasa takut, bahkan terhadap Lira, satu-satunya ahli warisnya. Oleh karena itu, siren tidak mengenal cinta atau belas kasih—sesuatu yang dimiliki manusia yang tak mungkin siren mengerti. Maka dari itu, ketika Lira melanggar perintah sang ibu, dia dihukum dengan dikutuk menjadi manusia, diusir dari kerajaan Keto di kedalaman Laut Diavolos yang tersembunyi.

 

Pangeran Elian Midas, dari Kerajaan Midas

“Secara teknis, aku pembunuh, tapi aku senang menganggapnya sebagai salah satu kelebihanku.”

Elian adalah seorang pangeran dari Midas, kerajaan emas. Namun, tak pernah dia merasa tempat yang berkilau terang itu sebagai rumahnya; alih-alih di kapal Saad, bersama kru bajak lautnya yang jorok dan lusuh, dia merasa berada di rumah. Lautan adalah tempat bermainnya dan petualangan adalah panggilan jiwanya. Hanya saja, bagi manusia lautan tak akan pernah aman selama bangsa siren yang buas masih ada. Oleh karena itu, Elian dan krunya mendedikasikan diri mereka untuk memburu siren.

Elian lalu mendapatkan informasi penting tentang sebuah pusaka kuno yang dapat memusnahkan bangsa siren dari dunia. Itu adalah jalan keluar untuk menghentikan perang antara manusia dan siren yang telah berlangsung sejak sangat lama. Akan tetapi, tidak akan mudah untuk mendapatkan pusaka itu, ada banyak negosiasi politik dan rintangan di hadapannya, dan belum lagi dia masih harus mencari tahu tentang ritual untuk mengambil pusaka tersebut beserta kuncinya.

Tiba-tiba saja, dia menemukan seorang perempuan terapung di tengah laut. Perempuan misterius bernama Lira itu mengaku bahwa dia mengetahui tentang pusaka kuno yang dimaksud dan dia memiliki kepingan puzzle yang Elian butuhkan.

 

Dapatkah Elian mempercayai perempuan asing itu? Akankah Lira bisa menunjukkan kelayakannya kepada Ratu Laut? Mungkinkah ini adalah awal bagi perdamaian antara kedua bangsa yang telah saling bunuh sejak lama atau awal dari tragedi baru yang lebih keji?

 

Kelebihan

Buku ini merupakan retelling—buku yang menceritakan ulang suatu kisah terkenal—dari kisah The Little Mermaid. Aku berani bilang bahwa Alexandra Christo telah menceritakan ulang kisah tersebut dengan amat brilian. Daya tarik utama dari buku ini ada dua, yaitu penokohannya dan latar dunianya atau worldbuilding-nya. Akan tetapi, perlu kuperingatkan bahwa reviu berikut akan mengandung banyak spoilers.

Untuk novel fantasi, aku tidak akan bosan untuk membahas worldbuilding sebagai suatu kelebihan. Semesta dari novel To Kill A Kingdom disebut sebagai semesta Hundred Kingdoms ‘Seratus Kerajaan’, yang merujuk pada dunia yang berisi seratus kerajaan yang masing-masing kerajaan memiliki mitos dan keunikan sendiri-sendiri. Di novel ini, secara spesifik penulis fokus pada Kerajaan Midas, atau kerajaan emas—yang merupakan tempat asal Elian—dan Kerajaan Keto, kerajaan bangsa siren yang tersembunyi di kedalaman Laut Diavolos—tempat asal Lira. Oleh karena itu, dalam buku ini, worldbuilding-nya akan banyak membahas tentang bangsa siren, serta sedikit tentang mitos keluarga Kerajaan Midas dan Kerajaan Pagos, kerajaan es, yang menjadi tempat bersemayamnya pusaka kuno tersebut.

Aku suka banget cara Alexandra Christo menggambarkan bangsa siren. Deskripsinya tentang penampilan fisik siren, kekuatan mereka, serta legenda dan mitos mengenai mereka terkesan magical. Untuk yang tidak tahu, siren merupakan makhluk dalam mitologi Yunani yang berwujud separuh manusia wanita dan separuh ikan—tapi ada beberapa versi cerita yang bilang mereka separuh burung—yang memiliki nyanyian ajaib yang mampu menghipnotis para pelaut sehingga mereka menenggelamkan diri dan kapal mereka. Siren selalu digambarkan sebagai sosok cantik dan memikat. Sementara itu, siren dalam semesta Seratus Kerajaan juga digambarkan berperawakan cantik dan memiliki nyanyian magis, tetapi mereka juga buas bagai monster dan berhasrat membunuh. Itu menjadi sebuah twist yang menarik sekali karena, mengingat ini retelling dari The Little Mermaid yang merupakan sebuah kisah romantis, romansa dalam buku ini tidak akan sesederhana itu.

Selain mengenai bangsa siren, Alexandra Christo juga membahas tentang kerajaan-kerajaan manusianya—beberapa yang kuingat adalah Midas dan Pagos. Kerajaan Midas adalah tempat asal Elian, sedangkan Kerajaan Pagos adalah tempat tujuan petualangan mereka. Alexandra Christo tidak sekadar menjadikan tempat-tempat tersebut sebagai latar tempat. Dia juga menceritakan mengenai mitos-mitos dari kerajaan tersebut, seperti mitos bahwa keluarga kerajaan Midas memiliki darah dari emas dan mitos bahwa keluarga kerajaan Pagos konon diciptakan dewa-dewi mereka dari es sehingga mereka tidak akan mati kedinginan.

Yang menarik lagi ialah Elian sempat menyinggung bahwa mitos tersebut pastilah tidak benar, tetapi tetap dilestarikan oleh keluarga-keluarga kerajaan demi mempertahankan kedudukan sosial mereka. Dalam sejarah manusia pun hal serupa terjadi: manusia-manusia yang diyakini memiliki kemampuan supranatural memperoleh posisi penting di masyarakat sehingga cerita-cerita tentang kemampuan sakti mereka tersebut terus dipertahankan dari generasi ke generasi supaya menjaga posisi mereka, walau itu hanya mitos belaka.

Berikutnya, yang menjadi daya tarik utama buku ini adalah penokohannya. Di awal-awal, aku langsung tertarik pada karkater Elian. Aku suka sekali dengan kegelisahannya yang tidak ingin mewarisi tahta dan lebih ingin bertualang. Dia memiliki konflik batin antara tanggung jawab dan hasrat; di saat yang sama, konflik batinnya tersebut menunjukkan keinginannya akan kebebasan. Elian tidak ingin terkekang pada peran yang dipaksakan kepadanya hanya karena terlahir sebagai anak sulung seorang raja; dia ingin bebas menentukan jalannya—dan menjadi bajak laut sangatlah mencerminkan itu karena lautan menyimbolkan kebebasan, dan itu artinya bajak laut adalah orang-orang yang bebas, tak tunduk pada pemerintahan kerajaan manapun.

Di sisi lain, aku menyukai karakter Elian karena dia mengingatkanku kepada Monkey D. Luffy dari anime One Piece. Keduanya sama-sama kapten bajak laut yang dihormati krunya. Elian sangat dihormati kru kapal Saad. Mereka sudah menganggap satu sama lain sebagai keluarga, terlepas dari berbagai latar belakang mereka. Kru Saad menghormati Elian dengan sedemikian rupa, seperti krunya Luffy menghormati dirinya.

Kemudian, setelah membaca sekitar 200 halaman lebih, aku baru bisa menyukai karakter Lira. Awalnya aku lelah melihat dirinya yang begitu bersikeras agar diakui ibunya, agar menjadi sosok siren yang buas. Namun, ketika perlahan dia terinspirasi oleh Elian dan krunya, aku jadi suka dengan karakternya. Lira bisa dibilang adalah anak dengan orang tua abusive. Karena dibesarkan dengan kebencian dan kegetiran, Lira tumbuh tanpa kenal kasih sayang.

Akan tetapi, begitu mengenal Elian, Lira mulai berubah. Elian memberikan inspirasi dan harapan kepada Lira bahwa memimpin dengan kasih sayang juga dapat dilakukan, dan bahkan lebih baik daripada memimpin dengan ketakutan. Lira akhirnya melihat bahwa ada jalan lain bagi bangsa siren, sebuah jalan yang menunju perdamaian antara bangsa siren dan manusia. Itu membuat karakternya sangat menarik untuk diperhatikan.

Berikutnya, kalian yang penggemar slow-burn romance, pasti akan menyukai cerita ini. Romansa antara Elian dan Lira itu memiliki perkembangan yang perlahan, dengan strangers-to-lovers trope. Untuk sebuah cerita petualangan-fantasi dengan sentuhan romansa, aku lebih suka treatment  yang seperti ini karena tidak terlalu fokus pada romansanya, tetapi juga tidak sekadar sebagai bumbu penyadap. Romansa antara Lira dan Elian itu pas, apalagi melihat karakter keduanya yang sama-sama ditakdirkan menjadi pemimpin dan menginginkan kebebasan. Sebenarnya, ada sedikit unsur cinta segitiganya; tetapi karena ini lebih karena alasan politik, aku melihatnya tidak terkesan menyebalkan dan malah terasa pas untuk membumbui hubungan Lira dan Elian. Momen favoritku adalah (spoiler alert) ketika keduanya menatap bintang di Gunung Awan. Penggambaran suasana oleh Alexandra Christo tentang momen itu sangat luar biasa!

Selain itu, alur petualangan buku ini juga menarik sekali. Perjalanan Elian dan Lira memiliki berbagai rintangan, termasuk negosiasi politik. Hal-hal ini sangat banyak terutama di awal cerita. Selain itu, ada juga pertarungan dengan kelompok perampok yang sengit sekali. Pada intinya, petualangan mereka tak tertebak, meskipun terkesan slow-burn. Ada kejutan pada tiap babaknya yang membuat pembaca deg-degan terus.

Kemudian, babak terakhir buku ini sangatlah seru dan keren. (Spoiler alert) perang antara Ratu Laut dan pasukan siren melawan kru Saad bersama Elian dan Lira sangatlah mendebarkan. Pertarungan itu terkesan heboh dan intens. Set up cerita yang telah dibangun sebelumnya menjadi paid-off terutama untuk menggambarkan betapa mengerikannya kekuatan Ratu Laut. Kalian harus baca sendiri untuk mengerti seberapa menegangkannya bagian ini.

 

Kelemahan

Walaupun aku terkesan dengan worldbuilding-nya Alexandra Christo, ada bagian yang aku kurang suka. Jadi, ada banyak sekali kerajaan dengan ciri khas masing-masing di semesta Seratus Kerajaan. Salah satu di antaranya bahkan memiliki teknologi yang sangat canggih, seperti pesawat. Tentu hal itu mengagetkan, terutama karena baru diungkap ketika memasuki babak akhir cerita. Aku pikir dunianya itu penuh dengan sihir dan hal-hal fantasi lainnya, maka mengejutkan saat aku tahu ada elemen teknologi secanggih pesawat di sini. Itu agak menggoyahkan fondasi worldbuilding-nya, terutama karena tidak diungkap sejak awal.

Kemudian, yang aku kurang suka lagi adalah bagian epilognya. Epilog buku ini sebenarnya baik-baik saja, tetapi aku merasa itu terlalu baik. Itu adalah tipikal epilog untuk cerita dongeng yang berakhir bahagia selama-lamanya; padahal cerita ini tidaklah begitu. Ini adalah tipe cerita retelling yang kejam dan penuh darah. Aku akan lebih suka kalau epilognya tidak langsung menampilkan berbagai perubahan drastis. Aku lebih suka jika epilognya memperlihatkan tokoh-tokoh utamanya sedang mengusahakan akhir bahagia tersebut yang masih dalam progres.

 

Kesimpulan

Sampul To Kill A Kindom versi
Amerika

To Kill A Kingdom merupakan retelling kisah The Little Mermaid yang luar biasa menarik. Kalian yang menyukai kisah dongeng tersebut harus membaca yang versi ini. Versi yang diadaptasi oleh Alexandra Christo terkesan lebih adventurous, mendebarkan, dan mengejutkan yang disampaikan melalui narasi yang indah khas dongeng. Kalian akan menyukai worldbuilding-nya, terutama cara dia menggambarkan bangsa siren dan lautan yang penuh misteri. Pada setiap babak petualangannya, akan ada kejutan yang menghantarkan kalian pada petualangan tak tertebak. Ada beberapa kekurangan kecil pada ceritanya, tetapi itu lebih ke persoalan selera sehingga mungkin kalian tetap akan menikmatinya.

Kelemahan yang ada pun akan tertutupi dengan penokohan yang luar biasa—kalian pasti akan menyukai Elian dan Lira. Latar belakang keduanya sama-sama menarik, begitu pula chemistry mereka. Para penggemar strangers-to-lovers trope dan penggemar slow-burn romance harus membaca buku ini. Buku ini sangat kurekomendasikan untuk dibaca oleh penggemar fantasi mulai dari remaja sampai dewasa, terutama kalian yang mencari buku fantasi yang stand-alone. Aku memberikan skor 8,7/10 untuk buku Alexandra Christo ini. Aku tak sabar ingin membaca kisah-kisah lainnya dari semesta Seratus Kerajaan.

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!  

Komentar

Posting Komentar