Identitas
Buku
Judul
|
:
|
To
Kill A Kingdom
|
Penulis
|
:
|
Alexandra
Christo
|
Penerjemah
|
:
|
Angelic
Zaizai
|
Penerbit
|
:
|
PT
Mizan Pustaka
|
Tahun
terbit
|
:
|
2019
(versi orisinal bahasa Inggrisnya terbit pada 2018)
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
400
halaman
|
Harga
|
:
|
Rp84.000
|
ISBN
|
:
|
9786024411329
|
Genre
|
:
|
High fantasy, petualangan, romantis, young adult
|
Sinopsis
 |
Putri Elian, dari Laut Diavolos |
“Aku
memiliki satu jantung bagi setiap tahun aku hidup.”
Setiap
putri menginginkan pangeran. Namun, Lira menginginkan pangeran untuk diambil
jantungnya. Sebagai putri dari bangsa siren, Lira harus menjadi tangguh dan tak
kenal belas kasih; itulah yang telah diajarkan ibunya, sang Ratu Laut,
kepadanya sejak lama. Bagi siren, jantung manusia adalah kekuatan, maka makin
banyak jantung manusia yang dimiliki seorang siren, makin kuat siren tersebut.
Meski Lira telah memiliki 17 jantung manusia—bukan sembarang manusia, semua
jantung tersebut dulunya milik pangeran-pangeran—Lira belum tampak cukup di
mata Ratu Laut.
Ratu
Laut memerintah dengan menebarkan rasa takut, bahkan terhadap Lira,
satu-satunya ahli warisnya. Oleh karena itu, siren tidak mengenal cinta atau
belas kasih—sesuatu yang dimiliki manusia yang tak mungkin siren mengerti. Maka
dari itu, ketika Lira melanggar perintah sang ibu, dia dihukum dengan dikutuk
menjadi manusia, diusir dari kerajaan Keto di kedalaman Laut Diavolos yang
tersembunyi.
 |
Pangeran Elian Midas, dari Kerajaan Midas |
“Secara
teknis, aku pembunuh, tapi aku senang menganggapnya sebagai salah satu
kelebihanku.”
Elian
adalah seorang pangeran dari Midas, kerajaan emas. Namun, tak pernah dia merasa
tempat yang berkilau terang itu sebagai rumahnya; alih-alih di kapal Saad,
bersama kru bajak lautnya yang jorok dan lusuh, dia merasa berada di rumah.
Lautan adalah tempat bermainnya dan petualangan adalah panggilan jiwanya. Hanya
saja, bagi manusia lautan tak akan pernah aman selama bangsa siren yang buas
masih ada. Oleh karena itu, Elian dan krunya mendedikasikan diri mereka untuk
memburu siren.
Elian
lalu mendapatkan informasi penting tentang sebuah pusaka kuno yang dapat
memusnahkan bangsa siren dari dunia. Itu adalah jalan keluar untuk menghentikan
perang antara manusia dan siren yang telah berlangsung sejak sangat lama. Akan
tetapi, tidak akan mudah untuk mendapatkan pusaka itu, ada banyak negosiasi
politik dan rintangan di hadapannya, dan belum lagi dia masih harus mencari
tahu tentang ritual untuk mengambil pusaka tersebut beserta kuncinya.
Tiba-tiba
saja, dia menemukan seorang perempuan terapung di tengah laut. Perempuan
misterius bernama Lira itu mengaku bahwa dia mengetahui tentang pusaka kuno
yang dimaksud dan dia memiliki kepingan puzzle yang Elian butuhkan.
Dapatkah
Elian mempercayai perempuan asing itu? Akankah Lira bisa menunjukkan
kelayakannya kepada Ratu Laut? Mungkinkah ini adalah awal bagi perdamaian
antara kedua bangsa yang telah saling bunuh sejak lama atau awal dari tragedi
baru yang lebih keji?
Kelebihan
Buku
ini merupakan retelling—buku yang menceritakan ulang suatu kisah
terkenal—dari kisah The Little Mermaid. Aku berani bilang bahwa
Alexandra Christo telah menceritakan ulang kisah tersebut dengan amat brilian.
Daya tarik utama dari buku ini ada dua, yaitu penokohannya dan latar dunianya
atau worldbuilding-nya.
Akan tetapi, perlu kuperingatkan bahwa reviu berikut akan mengandung banyak spoilers.
Untuk
novel fantasi, aku tidak akan bosan untuk membahas worldbuilding sebagai
suatu kelebihan. Semesta dari novel To Kill A Kingdom disebut sebagai
semesta Hundred Kingdoms ‘Seratus Kerajaan’, yang merujuk pada dunia
yang berisi seratus kerajaan yang masing-masing kerajaan memiliki mitos dan
keunikan sendiri-sendiri. Di novel ini, secara spesifik penulis fokus pada
Kerajaan Midas, atau kerajaan emas—yang merupakan tempat asal Elian—dan
Kerajaan Keto, kerajaan bangsa siren yang tersembunyi di kedalaman Laut Diavolos—tempat
asal Lira. Oleh karena itu, dalam buku ini, worldbuilding-nya akan
banyak membahas tentang bangsa siren, serta sedikit tentang mitos keluarga
Kerajaan Midas dan Kerajaan Pagos, kerajaan es, yang menjadi tempat
bersemayamnya pusaka kuno tersebut.
Aku
suka banget cara Alexandra Christo menggambarkan bangsa siren. Deskripsinya
tentang penampilan fisik siren, kekuatan mereka, serta legenda dan mitos
mengenai mereka terkesan magical. Untuk yang tidak tahu, siren merupakan
makhluk dalam mitologi Yunani yang berwujud separuh manusia wanita dan separuh
ikan—tapi ada beberapa versi cerita yang bilang mereka separuh burung—yang
memiliki nyanyian ajaib yang mampu menghipnotis para pelaut sehingga mereka
menenggelamkan diri dan kapal mereka. Siren selalu digambarkan sebagai sosok
cantik dan memikat. Sementara itu, siren dalam semesta Seratus Kerajaan juga
digambarkan berperawakan cantik dan memiliki nyanyian magis, tetapi mereka juga
buas bagai monster dan berhasrat membunuh. Itu menjadi sebuah twist yang
menarik sekali karena, mengingat ini retelling dari The Little
Mermaid yang merupakan sebuah kisah romantis, romansa dalam buku ini tidak
akan sesederhana itu.
Selain
mengenai bangsa siren, Alexandra Christo juga membahas tentang
kerajaan-kerajaan manusianya—beberapa yang kuingat adalah Midas dan Pagos.
Kerajaan Midas adalah tempat asal Elian, sedangkan Kerajaan Pagos adalah tempat
tujuan petualangan mereka. Alexandra Christo tidak sekadar menjadikan
tempat-tempat tersebut sebagai latar tempat. Dia juga menceritakan mengenai
mitos-mitos dari kerajaan tersebut, seperti mitos bahwa keluarga kerajaan Midas
memiliki darah dari emas dan mitos bahwa keluarga kerajaan Pagos konon
diciptakan dewa-dewi mereka dari es sehingga mereka tidak akan mati kedinginan.
Yang
menarik lagi ialah Elian sempat menyinggung bahwa mitos tersebut pastilah tidak
benar, tetapi tetap dilestarikan oleh keluarga-keluarga kerajaan demi mempertahankan
kedudukan sosial mereka. Dalam sejarah manusia pun hal serupa terjadi:
manusia-manusia yang diyakini memiliki kemampuan supranatural memperoleh posisi
penting di masyarakat sehingga cerita-cerita tentang kemampuan sakti mereka
tersebut terus dipertahankan dari generasi ke generasi supaya menjaga posisi
mereka, walau itu hanya mitos belaka.
Berikutnya,
yang menjadi daya tarik utama buku ini adalah penokohannya. Di awal-awal, aku
langsung tertarik pada karkater Elian. Aku suka sekali dengan kegelisahannya
yang tidak ingin mewarisi tahta dan lebih ingin bertualang. Dia memiliki
konflik batin antara tanggung jawab dan hasrat; di saat yang sama, konflik
batinnya tersebut menunjukkan keinginannya akan kebebasan. Elian tidak ingin
terkekang pada peran yang dipaksakan kepadanya hanya karena terlahir sebagai
anak sulung seorang raja; dia ingin bebas menentukan jalannya—dan menjadi bajak
laut sangatlah mencerminkan itu karena lautan menyimbolkan kebebasan, dan itu
artinya bajak laut adalah orang-orang yang bebas, tak tunduk pada pemerintahan
kerajaan manapun.
Di
sisi lain, aku menyukai karakter Elian karena dia mengingatkanku kepada Monkey
D. Luffy dari anime One Piece. Keduanya sama-sama kapten bajak laut yang
dihormati krunya. Elian sangat dihormati kru kapal Saad. Mereka sudah
menganggap satu sama lain sebagai keluarga, terlepas dari berbagai latar
belakang mereka. Kru Saad menghormati Elian dengan sedemikian rupa,
seperti krunya Luffy menghormati dirinya.
Kemudian,
setelah membaca sekitar 200 halaman lebih, aku baru bisa menyukai karakter
Lira. Awalnya aku lelah melihat dirinya yang begitu bersikeras agar diakui
ibunya, agar menjadi sosok siren yang buas. Namun, ketika perlahan dia
terinspirasi oleh Elian dan krunya, aku jadi suka dengan karakternya. Lira bisa
dibilang adalah anak dengan orang tua abusive. Karena dibesarkan dengan
kebencian dan kegetiran, Lira tumbuh tanpa kenal kasih sayang.
Akan
tetapi, begitu mengenal Elian, Lira mulai berubah. Elian memberikan inspirasi
dan harapan kepada Lira bahwa memimpin dengan kasih sayang juga dapat
dilakukan, dan bahkan lebih baik daripada memimpin dengan ketakutan. Lira
akhirnya melihat bahwa ada jalan lain bagi bangsa siren, sebuah jalan yang
menunju perdamaian antara bangsa siren dan manusia. Itu membuat karakternya
sangat menarik untuk diperhatikan.
Berikutnya,
kalian yang penggemar slow-burn romance, pasti akan menyukai cerita ini.
Romansa antara Elian dan Lira itu memiliki perkembangan yang perlahan, dengan strangers-to-lovers
trope. Untuk sebuah cerita petualangan-fantasi dengan sentuhan romansa,
aku lebih suka treatment yang
seperti ini karena tidak terlalu fokus pada romansanya, tetapi juga tidak
sekadar sebagai bumbu penyadap. Romansa antara Lira dan Elian itu pas, apalagi
melihat karakter keduanya yang sama-sama ditakdirkan menjadi pemimpin dan
menginginkan kebebasan. Sebenarnya, ada sedikit unsur cinta segitiganya; tetapi
karena ini lebih karena alasan politik, aku melihatnya tidak terkesan
menyebalkan dan malah terasa pas untuk membumbui hubungan Lira dan Elian. Momen
favoritku adalah (spoiler alert) ketika keduanya menatap bintang di
Gunung Awan. Penggambaran suasana oleh Alexandra Christo tentang momen itu
sangat luar biasa!
Selain
itu, alur petualangan buku ini juga menarik sekali. Perjalanan Elian dan Lira
memiliki berbagai rintangan, termasuk negosiasi politik. Hal-hal ini sangat banyak
terutama di awal cerita. Selain itu, ada juga pertarungan dengan kelompok
perampok yang sengit sekali. Pada intinya, petualangan mereka tak tertebak,
meskipun terkesan slow-burn. Ada kejutan pada tiap babaknya yang membuat
pembaca deg-degan terus.
Kemudian,
babak terakhir buku ini sangatlah seru dan keren. (Spoiler alert) perang
antara Ratu Laut dan pasukan siren melawan kru Saad bersama Elian dan Lira
sangatlah mendebarkan. Pertarungan itu terkesan heboh dan intens. Set up cerita
yang telah dibangun sebelumnya menjadi paid-off terutama untuk
menggambarkan betapa mengerikannya kekuatan Ratu Laut. Kalian harus baca
sendiri untuk mengerti seberapa menegangkannya bagian ini.
Kelemahan
Walaupun
aku terkesan dengan worldbuilding-nya Alexandra Christo, ada bagian yang
aku kurang suka. Jadi, ada banyak sekali kerajaan dengan ciri khas
masing-masing di semesta Seratus Kerajaan. Salah satu di antaranya bahkan
memiliki teknologi yang sangat canggih, seperti pesawat. Tentu hal itu
mengagetkan, terutama karena baru diungkap ketika memasuki babak akhir cerita. Aku
pikir dunianya itu penuh dengan sihir dan hal-hal fantasi lainnya, maka
mengejutkan saat aku tahu ada elemen teknologi secanggih pesawat di sini. Itu
agak menggoyahkan fondasi worldbuilding-nya, terutama karena tidak
diungkap sejak awal.
Kemudian,
yang aku kurang suka lagi adalah bagian epilognya. Epilog buku ini sebenarnya
baik-baik saja, tetapi aku merasa itu terlalu baik. Itu adalah tipikal epilog
untuk cerita dongeng yang berakhir bahagia selama-lamanya; padahal cerita ini
tidaklah begitu. Ini adalah tipe cerita retelling yang kejam dan penuh
darah. Aku akan lebih suka kalau epilognya tidak langsung menampilkan berbagai
perubahan drastis. Aku lebih suka jika epilognya memperlihatkan tokoh-tokoh
utamanya sedang mengusahakan akhir bahagia tersebut yang masih dalam progres.
Kesimpulan
 |
Sampul To Kill A Kindom versi Amerika |
To
Kill A Kingdom merupakan retelling kisah The Little
Mermaid yang luar biasa menarik. Kalian yang menyukai kisah dongeng
tersebut harus membaca yang versi ini. Versi yang diadaptasi oleh Alexandra
Christo terkesan lebih adventurous, mendebarkan, dan mengejutkan yang
disampaikan melalui narasi yang indah khas dongeng. Kalian akan menyukai worldbuilding-nya,
terutama cara dia menggambarkan bangsa siren dan lautan yang penuh misteri. Pada
setiap babak petualangannya, akan ada kejutan yang menghantarkan kalian pada
petualangan tak tertebak. Ada beberapa kekurangan kecil pada ceritanya, tetapi
itu lebih ke persoalan selera sehingga mungkin kalian tetap akan menikmatinya.
Kelemahan
yang ada pun akan tertutupi dengan penokohan yang luar biasa—kalian pasti akan
menyukai Elian dan Lira. Latar belakang keduanya sama-sama menarik, begitu pula
chemistry mereka. Para penggemar strangers-to-lovers trope dan
penggemar slow-burn romance harus membaca buku ini. Buku ini sangat
kurekomendasikan untuk dibaca oleh penggemar fantasi mulai dari remaja sampai
dewasa, terutama kalian yang mencari buku fantasi yang stand-alone. Aku
memberikan skor 8,7/10 untuk buku Alexandra Christo ini. Aku tak sabar ingin
membaca kisah-kisah lainnya dari semesta Seratus Kerajaan.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Keren reviunya masbro
BalasHapus