Identitas
Buku
Judul
|
:
|
Ghosting
Writer
|
Penulis
|
:
|
Aya
Widjaja
|
Penerbit
|
:
|
Gramedia
Pustaka Utama
|
Tahun
terbit
|
:
|
2023
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
312
halaman
|
Harga
|
:
|
Rp93.000
|
ISBN
|
:
|
9786020668987
|
Genre
|
:
|
Coming of age, komedi,
teenlit, new
adult
|
Tentang
Penulis
Aya
Widjaja telah menerbitkan banyak buku sebelumnya, yaitu Starstruck Syndrome (2019),
Failure Tale (2020), Editor’s Block (2021), Monster Minister (2021),
HELLOVE (2021), Alegori Valerie (2021), A Fault in Our Love (2022).
Tulisan-tulisannya yang lain dapat kalian lihat di media sosial atau platform
novel daring dengan username @ayawidjaja.
Sinopsis
Wilhelmina
“Wilma” Ghaisani sebal sekali mendengar obrolan teman-teman sekelasnya yang
mengelu-elukan penulis yang lagi tren sekarang. Masalahnya, Wilma juga adalah
seorang penulis novel di platform T3, tetapi peringkatnya tergeser oleh
si penulis sok misterius dengan nama pena Ghosting Writer itu. Tidak ada yang
tahu siapa sebenarnya Ghosting Writer. Dia tak pernah menulis di platform lain;
debutnya adalah di T3 dan langsung meroket.
Padahal,
Wilma sudah membangun akun T3-nya dengan susah payah demi meraih popularitas.
Karena pesaingan di platforms lain sudah berat, dia pindah ke T3 yang
masih baru dan sepi persaingan. Awalnya, dia bisa menjadi penulis paling
populer di genre teenlit, tetapi sejak si Ghosting Writer muncul,
posisinya terus merosot.
Yang
lebih menyebalkan lagi, ternyata cerita-cerita Ghosting Writer betulan bagus!
Bahkan, Wilma berpikir tulisan Ghosting Writer lebih bagus daripada tulisannya.
Namun, Wilma menyadari ada yang aneh dari cerita-cerita Ghosting
Writer—sepertinya Ghosting Writer adalah murid satu sekolahnya! Ini adalah
peluang bagus. Mungkin dia mau diajak berkolaborasi. Namun, apakah Ghosting
Writer yang sok misterius itu akan menerima tawaran Wilma?
Kelebihan
Satu
hal yang langsung menarik perhatianku terhadap buku ini adalah sampulnya.
Sampulnya cantik sekali! Walaupun katanya tidak boleh menilai buku dari
sampulnya, sampul buku ini menjadi salah satu keunggulan yang penting. Apresiasi
kepada ilustrator sampulnya, Orkha. Selain sampul, aku juga lumayan suka dengan
konsep judul-judul babnya yang unik. Kemudian, ini detail yang menarik: nama
tokoh utamanya adalah Wilma Ghaisani, yang inisialnya WG; Ghosting Writer
memiliki inisial GW—kebalikannya! Itu kreatif banget, hahaha.
Hal
lain yang membuatku ingin membaca buku ini adalah beberapa reviu yang
mengatakan buku ini mewakili keluh kesah para penulis platform. Sekadar disclaimer,
aku belum pernah membaca novel-novel platform, walaupun aku lumayan
penasaran (tapi kalau novel-novel platform yang sudah dicetak menjadi
buku, aku pernah baca). Salah satu alasannya adalah kebanyakan novel platform
yang populer memiliki premis cerita yang itu-itu saja. Aku jadi bosan
duluan sebelum coba membacanya. (Yes, I know, prasangka seperti itu tidak
baik.)
Rupanya
benar, hal-hal semacam itu dikomentari dalam buku. Premis cerita remaja tentang
bad boy dan good girl, anak OSIS yang cool, tokoh cowok
yang nakal tapi ternyata tajir, dan semacamnya itu sudah sangat pasaran di
novel-novel platform. Itu memang ide-ide yang diminati pembaca remaja
karena memuaskan khayalan mereka, tetapi terus terang aku bosan karena
ceritanya pasti begitu-begitu saja. Maka dari itu, di dalam buku ini, salah
satu tokohnya menyindir premis-premis cerita semacam itu sebagai membosankan
dan tidak menarik.
Selain
itu, buku ini juga menyuarakan lika-liku perjuangan para penulis platform.
Para penulis platform itu lebih dekat dengan pembaca mereka. Mereka bisa
berinteraksi langsung dengan para pembaca. Mereka harus disiplin mengunggah
kelanjutan cerita secara rutin sesuai jadwal. Mereka harus giat mempromosikan
tulisan mereka serta mencari cara agar cerita mereka memiliki keunggulan dibanding
penulis-penulis lain. Perjuangan berat itu tercemin melalui karakter Wilma.
Aku
sebenarnya salut kepada Wilma dan Ghosting Writer karena mereka masih remaja
tapi bisa mengaktualisasikan passion mereka dan menghasilkan uang
darinya. Di tengah kesibukan sekolahnya, Wilma masih sempat untuk menulis
cerita. Mulai dari brainstorming ide, merencanakan plot dan adegan,
sampai akhirnya menuliskan cerita—itu bukanlah pekerjaan mudah untuk dilakukan
sambil sibuk bersekolah. Apalagi persaingan di dunia penulisan platform juga
berat. Yang menarik adalah walau tampaknya karakter Wilma tersebut jarang
ditemukan atau mustahil, kenyataannya banyak penulis platform terkenal
adalah anak sekolah. Sebut saja Erisca Febriani yang menjadi terkenal karena
novel Dear Nathan (2016) yang dia tulis waktu masih bersekolah. Maka
dari itu, aku salut kepada Wilma dan para Wilma lain di luar sana.
Tidak
hanya itu, aku tertarik pada karakter Wilma karena ketidakpercayaan dirinya.
Penulis platform itu lebih dekat dengan para pembaca. Para pembaca bisa
berkomentar secara langsung di kolom komentar serta memberikan like; di
sisi lain, para penulis bisa langsung melihat itu. Aku bisa paham ketika Wilma
tidak tahan untuk tidak mengecek kolom komentar dan peringkatnya di T3. Apalagi,
dia masih remaja yang tentu masih suka impulsif dan insecure. Ditambah
lagi, pertentangan dari ibunya membuat dia makin terdorong untuk membuktikan
diri, sekaligus tertekan. Oleh karena itu, alasan di balik sikap Wilma yang
tergila-gila peringkat dan popularitas sebenarnya solid. Dan pasti,
masalah yang Wilma hadapi, tentang rasa insecure oleh komentar pembaca
dan peringkat, juga dialami para penulis platform lainnya.
Dari
permasalahan tersebut, muncul pembahasan tentang idealis vs realistis dalam
berkarya. Permasalahan itu tentu dialami semua penulis platform maupun
bukan, bahkan mungkin profesi seni manapun. Ingin menulis sesuai dengan
keinginan dan preferensi sendiri agar autentik, tetapi belum tentu diminati
pasar; sedangkan menulis sesuai mau pembaca, mengikuti terus keinginan mereka
itu tidak ada habisnya dan melelahkan. Jika seorang penulis terus-menerus
menuruti komentar para pembaca, nama mereka mungkin akan populer, tetapi
kualitas cerita mereka akan pasaran dan kehilangan orisinalitas.
Terkait
hal itu, aku setuju dengan salah satu tokoh di sini, yakni Ganindra, yang
mengatakan bahwa sebelum menulis, kita harus meluruskan niat dulu. Wilma yang
terbuai popularitas di T3 jadi tergila-gila pujian sehingga menuruti keinginan
pembaca melulu agar terus dipuji. Sebaliknya, Ganindra mengatakan agar mempertahankan
orisinalitas dalam berkarya, tidak boleh terlalu disetir pembaca. Memang pada
kenyataannya, menuruti keinginan pembaca itu perlu, dengan catatan tidak sampai
menghilangkan kekhasan dalam karya kita.
Di
samping insights-nya yang bagus, aku suka dengan tokoh-tokohnya. Tadi
aku sudah sebut tentang Wilma. Dia hebat karena di tengah kesibukan sekolahnya,
dia bisa menjadi penulis terkenal di T3. Karakternya juga realistis dengan
sikap insecure dan impulsifnya. Aku juga senang dengan sikap keras
kepalanya yang ingin membuktikan diri kepada ibunya dan sifatnya yang peduli
pada teman-temannya. Selain Wilma, aku juga sudah menyebutkan Ganindra. Di
balik sikapnya yang pemalas dan suka bolos kelas, rupanya dia bijaksana. Aku
suka sekali dengan kalimat-kalimat bijak dan opini-opininya. Meskipun tampak
nakal, aku rasa dia yang paling bersikap dewasa. Ada satu tokoh lagi, yakni
Nehru. Dia teman dekat Wilma dan partner menulisnya. Nehru yang jago menggambar
membuatkan ilustrasi adegan untuk novel Wilma, sambil open commission jasanya
sebagai ilustrator. Yang aku suka dari karakter Nehru adalah sikapnya yang
memusuhi orang tuanya karena impiannya ditentang. Dulu aku pernah begitu juga,
hahaha, makanya aku relate. Sikapnya itu memperlihatkan keteguhannya
pada jalan yang ingin dia tempuh. Kemudian, selain ketiga tokoh utama itu, tokoh-tokoh
pendukung lainnya juga mencuri perhatian, terutama teman-temannya Ganindra yang
kocak dan absurd.
Ketiga
tokoh utama tersebut mengalami sebuah masalah klasik dalam cerita-cerita
remaja: pertentangan cita-cita. Mereka bertiga memiliki passion masing-masing
dan ingin menekuninya secara profesional, tetapi ditentang orang tua. Walaupun
itu masalah yang sudah sering diangkat pada buku-buku lain, ada treatment
menarik yang digunakan di buku ini. Tiap orang tua dari mereka bertiga
menentang dengan alasan dan intensitas yang berbeda—ada yang menentang keras
dan ada yang biasa saja, hanya berupa sindiran-sindiran. Yang paling menarik
bagiku adalah pertentangan ayahnya Ganin. Berbeda dari orang tuanya Wilma dan
Nehru yang menentang cita-cita anak mereka berdasarkan asumsi mereka sendiri,
orang tua Ganin punya alasan personal. Mereka pernah mengalami sendiri
kegagalan mengejar passion sebagai profesi sehingga mereka tak ingin
Ganin juga terjatuh ke lubang yang sama. Sikap Ganin menghadapi itu pun
menurutku sangat dewasa.
Di
samping itu, ketiga tokoh utama tersebut juga mengalami cinta segitiga. Aku
awalnya sempat malas sih dengan itu, karena bosan dengan cinta segitia. Namun
ternyata, unsur romansa pada buku ini sangat tipis dan cenderung tersirat. Aku
malah geregetan ketika Nehru sudah sejelas itu memberikan signs, tetapi
Wilma tidak peka-peka. Aku juga deg-degan sendiri ketika Wilma pergi
jalan-jalan dengan Ganin. Momen martabak vs roti bakar itu yang paling kocak,
hahaha!
Namun,
romansanya itu bisa dibilang hampir tidak ada. Tidak pernah ada kalimat yang
terang-terangan menyatakan si A suka pada si B. Tidak pernah ada kalimat yang
mendeskripsikan perasaan cinta atau apa. Kita hanya bisa menarik kesimpulan
sendiri dari sikap Nehru dan Ganin, tetapi tidak pernah dinyatakan secara
langsung dalam cerita. Itulah yang aku suka karena romansanya hanya dijadikan
bumbu penyedap, bukan jadi subplot tersendiri.
Aku
pun suka sekali dengan akhir ceritanya. Konklusi yang disampaikan di akhir
sangat benar. Daripada bersaing saling menjatuhkan, orang-orang bisa
berkolaborasi untuk mewujudkan impian mereka. Aku juga suka dengan adegan
terakhirnya. Terasa santai dan menyenangkan. Tidak harus yang grande,
tetapi tetap menyentuh hati.
Kelemahan
Sebelumnya,
aku telah menyebutkan bahwa aku paling suka pada pertentangan dari orang tuanya
Ganin terhadap cita-cita anaknya. Akan tetapi, dibandingkan dengan pertentangan
orang tua Wilma dan Nehru, pertentangan orang tua Ganin yang paling underdeveloped,
walau memiliki alasan yang paling kuat. Ketika diungkap bahwa orang tua Ganin
juga menentang cita-cita anaknya, kesan yang aku rasakan adalah “kok diulang
lagi sih?”. Karena ketiga tokoh utama mengalami nasib yang sama, aku jadi
merasa ada perulangan. Padahal, ada alasan lain sehingga seseorang tak bisa
mengejar cita-citanya, seperti masalah ekonomi keluarga. Ditambah lagi,
perubahan sikap orang tuanya Ganin juga terasa tiba-tiba. Itu yang membuatku
terutama merasa ini underdeveloped.
Kemudian,
kemisteriusan Ghosting Writer tidak terlalu “misterius”. Memang sempat agak
bimbang dengan dugaan awalku, tetapi semua petunjuk terlalu jelas ke arah sana.
Entahlah, mungkin penulisnya memang ingin membuat kita geregetan kepada Wilma
yang tidak dapat membaca petunjuk-petunjuk yang berserakan. Akan tetapi, ketika
identitas si Ghosting Writer diungkap, kesan terkejutnya tidak besar lagi.
Kesimpulan
Ghosting
Writer adalah novel yang bagus karena menyuarakan lika-liku para
penulis platform. Melalui karakter Wilma, kita dapat melihat betapa
beratnya perjuangan para penulis platform untuk berkarya. Tidak hanya
itu, buku ini juga menyinggung soal tren ide cerita remaja pada novel-novel platform
yang begitu-begitu saja, serta tentang masalah idealis vs realistis. Sebagai
sebuah cerita remaja, buku ini juga mengangkat masalah pertentangan cita-cita
oleh orang tua, yang tentu relatable bagi banyak remaja di luar sana.
Sayangnya, kemisteriusan Ghosting Writer yang menjadi premis awal cerita ternyata
tidak semisterius itu. Ada banyak petunjuk yang terlalu jelas.
Akan
tetapi, itu tertutupi berkat dinamika antartokohnya yang seru. Aku suka melihat
ketiga tokohnya yang realistis. Mereka pun mengalami cinta segitiga, tetapi
yang menarik adalah itu tidak ditulis secara gamblang. Pokoknya, romansanya
tidak terang-terangan menjadi subplot sendiri, cuma jadi bumbu penyedap cerita.
Selain itu, kalian harus membaca buku ini karena ada banyak pembelajaran yang
bisa diambil. Skorku untuk Ghosting Writer adalah 8/10. Buku ini cocok
untuk para penggemar novel platform dan para penulis platform,
serta siapapun yang gemar membaca cerita remaja.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar