Identitas
Buku
Judul
|
:
|
Winter
Tea Time
|
Penulis
|
:
|
Prisca
Primasari
|
Penerbit
|
:
|
Cabaca
|
Tahun
terbit
|
:
|
2023
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
258
halaman
|
Harga
|
:
|
Rp99.500,-
|
Genre
|
:
|
Fantasi
romantis, low fantasy, new adult
|
Tentang
Penulis
Prisca Primasari adalah
seorang penulis asal Indonesia yang lahir pada 22 Februari 1986 di Surabaya.
Dia sudah menulis sejak duduk di bangku SD. Hobinya adalah menulis, traveling, membaca semua ragam
karya sastra, menonton film dan anime, serta mendengarkan musik. Nama Prisca
Primasari sudah dikenal luas di dunia kepenulisan Indonesia berkat
karya-karyanya yang luar biasa. Beberapa buku yang ditulisnya adalah Éclair: Pagi
Terakhir di Rusia (2011), Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa (2012), Evergreen (2013), Paris: Aline (2013), Priceless Moment (2014), French Pink (2014), Purple Eyes (2016), Heartwarming
Chocolate (2016), Love Theft (2017), Lovely Heist (2018), Heavenly (2021), dan Winter Tea Time (2023). Buku terbarunya dengan
judul Scarlet—yang merupakan spin-off dari buku Love Theft dan Lovely Heist—akan segera terbit pada
tahun akhir tahun 2023.
Sinopsis
London, 14 Januari 1996
Itu adalah hari ulang tahun Celia Willow yang
kedua puluh satu, yang juga adalah harinya yang sangat buruk. Dia berencana
merayakan ulang tahunnya dengan mengadakan pesta teh bertema Alice in Wonderland, tetapi tidak ada temannya
yang datang—kecuali satu. Hanya satu orang yang datang, yaitu Hayden Forests,
tetangganya sekaligus temannya sejak kecil. Celia amat kecewa karena pestanya
tak sesuai harapan, lalu dia langsung beranjak tidur.
Ketika dia terbangun, Celia mendapati dirinya kembali
ke hari yang sama. Dirinya terjebak dalam perulangan waktu (time loop). Celia terbangun pada tanggal
14 Januari berulang-ulang kali. Celia frustrasi menghadapi situasi itu, tetapi
tidak ada yang bisa membantunya. Hayden, satu-satunya teman yang bisa diandalkannya
tidak percaya pada hal di luar nalar dan selalu menunut penjelasan saintifik.
Tidak mungkin Hayden akan percaya dengan masalah time loop ini. Biar bagaimanapun, Celia harus meyakinkan Hayden
untuk membantunya ke luar dari kutukan waktu tersebut.
Kelebihan
Pertama-tama, dari fisik bukunya, aku suka
sekali. Aku beli yang hardcover—dan
kualitasnya oke. Kemudian, aku juga beli dengan freebies berupa stiker dan pembatas buku yang tampak lucu sekali.
Aku suka gambar sampulnya yang sederhana, bergaya vintage bertemakan Alice in
Wonderland. Ilustrasi Celia dan Hayden yang ada di dalamnya juga tampak
menggemaskan dan manis, seperti ilustrasi di light novel atau manga. The
credit goes to Kak Diwasandhi sebagai desainer sampul dan ilustratornya.
Kemudian, untuk ceritanya, Winter Tea Time mengambil tema time
loop ‘perulangan waktu’. Ini adalah tema yang menurutku sulit dieksekusi,
tetapi Kak Prisca Primasari bisa mengeksekusinya dengan baik di novel ini. Dalam
cerita bertema perulangan waktu, harus ada sekuens yang diulang beberapa kali.
Itu tricky menurutku karena ketika
terlalu sering diulang akan memunculkan kejenuhan bagi pembaca sehingga
pengulangan sekuensnya harus pas agar menimbulkan kesan frustrasi yang sesuai
dengan yang dirasakan si tokohnya.
Dalam hal ini, Kak Prisca Primasari sudah
berhasil melakukannya. Sekuens yang diulang-ulang tersebut terutama paling
terasa di beberapa bab pertama, kalau tidak salah sampai bab lima atau enam. Di
situ, berulang kali diceritakan bagaimana Celia menjalani hari ulang tahunnya:
(spoiler alert) bangun pagi–merapihkan
rumah–mengadakan pesta ulang tahun–kecewa karena tidak ada yang datang–tidur. Sekuens
tersebut diulang beberapa kali di bab-bab pertama, tetapi karena ada
peristiwa-peristiwa berbeda di antara sekuens tersebut pada tiap linimasa (timeline), selalu ada hal baru pada
plotnya. Kalian juga tak perlu khawatir akan membaca peristiwa yang sama
berulang kali. Ketika cerita makin bergulir, bagian tersebut akan dilewati
karena nantinya Celia mengambil langkah yang berbeda. Aku paham mungkin kalian
tidak menangkap maksudku—maka sebaiknya kalian baca sendiri ya, hahaha.
Baiklah, maksudku adalah penyusunan alur seperti
itu rupanya efektif untuk membuatku tertarik pada ceritanya dan bisa menikmati proses
membacanya. Akibat sekuens yang sama diulang beberapa kali di awal, aku jadi
ikut merasakan frustrasinya Celia, seperti “mengapa sih diulang terus?”. Kemudian,
karena pada tiap linimasa ada hal baru yang dilakukan Celia, ada kesan cerita
itu ‘berjalan’ meski sebenarnya berulang. Kemudian, di babak akhir cerita,
tentu pembaca tidak akan bosan karena tidak ada lagi sekuens berulang tersebut
akibat langkah berbeda yang diambil Celia.
Selain karena plotnya yang disusun rapih, buku
ini juga menarik karena karkater Celia. Aku pikir, aku dan Celia bisa berteman.
Seperti Celia, aku juga suka minum teh, kue-kue manis, dan benda-benda vintage. Aku juga suka pergi ke
mana-mana sendirian dan membaca buku. Pasti kami berdua bisa akrab, hahaha.
Yang membuatku tertarik padanya adalah
perkembangan karakternya. Pada kebanyakan cerita perulangan waktu, si
protagonis akan mengalami perkembangan karakter yang signifikan yang membuatnya
dapat keluar dari perulangan waktu tersebut, seperti pada film Groundhog Day yang disebutkan dalam buku
ini. Namun, karena aku belum pernah menontonnya, aku akan membandingkan buku
ini dengan film Happy Death Day saja.
Baik di Happy
Death Day dan di Winter Tea Time,
kedua protagonisnya adalah perempuan yang sama-sama terjebak dalam perulangan
waktu di hari ulang tahun mereka. Bedanya adalah Theresia dari Happy Death Day adalah perempuan yang
menyia-nyiakan hidup dan melakukan hal-hal tidak bermanfaat; sementara Celia
dari Winter Tea Time memiliki
kepribadian yang sangat positif dan penuh keceriaan. Kontras bukan? Akan
tetapi, keduanya juga sama-sama melewatkan sesuatu yang penting dalam hidup
mereka.
Inilah yang menarik: bagi karakter seperti
Theresia yang memang bad girl, sangat
wajar dan mudah ditebak perkembangan karakternya menjadi seperti apa; sedangkan
untuk Celia yang good girl, aku
sempat berpikir “memangnya dia akan menjadi seperti apa, kan dia sudah cewek
baik-baik?”. Rupanya, sekalipun Celia adalah sosok gadis baik, tetap ada hal
yang luput darinya—dia tidaklah sesempurna itu. Bagiku, itu seperti pengingat
diri (self-reminder) bahwa meskipun
kita sudah bersikap positif, akan ada cela dalam diri kita yang perlu
diperbaiki.
Melalui perkembangan karkater Celia, kita dapat
belajar untuk lebih menghargai orang-orang yang memang peduli pada kita dengan
tulus. Tidak seharusnya kita mengejar perhatian dan pengakuan orang-orang yang
tidak peduli pada kita. Pada akhirnya, hal-hal sederhana yang dekat sekali
dengan Celia-lah yang menjadi kuncinya untuk bebas dari kutukan waktu tersebut.
We shouldn’t take those who are really
care and love us sincerely for granted.
Selain itu, hubungan Celia dan Hayden juga bagus
sekali. Sebelum itu, aku mau bilang bahwa karakter Hayden itu realistis. Siapa
pula yang akan mudah percaya pada perulangan waktu di dunia nyata? Di sisi
lain, aku juga suka dengan keseriusannya kepada Celia.
Perkembangan hubungan
mereka manis sekali, dan kebetulan aku suka friends-to-lovers
trope. Oleh karena itu aku mendapati cerita ini menyenangkan dan sesuai
seleraku, hahaha. Bahkan, sebenarnya momen romantis keduanya itu tidak banyak,
tetapi bisa seberkesan itu. (Spoiler alert) aku sangat suka adegan
ketika keduanya pertama kali berciuman di tengah malam serta ketika keduanya
berciuman di sisi tempat tidur Hayden. Aku suka sekali ketika Celia bilang
begini:
“Aku…
aku mengalami hari yang sama berulang kali. Selama itu, aku mulai memandangmu
dengan cara yang berbeda. Bagiku ini bukan pertama kali kita berciuman seperti
ini. Kau dan aku sudah pernah melakukannya, di linimasa sebelumnya. Jadi, jika
kau bertanya sejak kapan aku menyukaimu… aku suka padamu sejak hari ini.”
Itu ungkapan cinta yang tulus dan menyentuh,
mataku berair waktu membacanya, hahaha. Maka dari itu, ketika hari kembali
terulang, aku dapat bersimpati pada Celia yang harus patah hati karena Hayden
kembali menjadi Hayden yang lama, yang masih sebatas temannya.
Kemudian, ada satu hal menarik lagi. (Spoiler alert) ada adegan ketika Hayden
mencium Celia sewaktu Celia tidur—ini sebelum Celia mulai menyukai Hayden.
Biarpun Celia menyukai ciuman tersebut, itu tetap saja pelecehan seksual. Yang
aku suka adalah penulis tidak meromantisasi hal tersebut. Sebagaimana kebanyakan
cerita romansa klasik, mencuri ciuman dari perempuan yang sedang tidur dianggap
romantis, padahal itu pelecehan seksual. Dalam buku ini, adegan tersebut
diikuti dengan pengakuan bersalah Hayden, yang menandakan bahwa Hayden pun
mengakui itu perbuatan buruk. Terima kasih Kak Prisca Primasari sudah
membagikan pemahaman tersebut melalui cerita ini.
Kelemahan
Meskipun secara keseluruhan aku menyukai cerita
ini, aku agak kurang suka dengan babnya yang panjang. Satu bab bisa lebih dari
12 halaman; padahal kalau menurutku, banyak bab yang bisa dipecah menjadi beberapa
bab pendek. Aku memang lebih suka bab-bab pendek karena lebih membuat penasaran,
sedangkan bab-bab panjang membuatku kelelahan membaca, hehehe.
Dari segi jalan cerita, ada satu bagian yang
menurutku kurang matang, yaitu ketika Celia belajar untuk berani tampil di
depan banyak orang dengan bernyanyi sambil main gitar di tearoom. Memang itu adalah fase perkembangan karakter Celia yang
bagus dan merupakan usahanya mematahkan perulangan waktu, tetapi setelah itu
aku tidak melihat signifikansinya terhadap kelanjutan cerita. Kini Celia jadi
berani tampil di depan umum, lalu apa? Seandainya di epilog ada adegan Celia
habis tampil di sebuah tearoom,
mungkin akan lebih baik ya—akan terasa lebih paid-off.
Kesimpulan
 |
Sampul Winter Tea Time versi e-book di aplikasi Cabaca |
Winter
Tea Time adalah sebuah novel Indonesia
yang memiliki tema unik: perulangan waktu. Tema yang sulit ini berhasil
dieksekusi oleh penulisnya menjadi cerita yang menyenangkan dan manis. Seperti
kebanyakan cerita perulangan waktu lain, Winter
Tea Time me-highlight
perkembangan karakter tokoh utamanya. Karakter Celia yang good girl menunjukkan bahwa sekalipun kita sudah bersikap sepositif
mungkin, kita bisa saja tetap luput akan suatu hal. Celia juga mengajari kita
bahwa kita harus lebih menghargai orang-orang di sekitar kita yang sungguhan
tulus dan sayang pada kita. Meskipun bab-babnya panjang, ceritanya menarik
sekali sampai-sampai aku terus membalik halaman. Apalagi, kisah Celia dan
Hayden yang menggemaskan sekali—penggemar cerita romansa pasti akan suka. Oleh
sebab itu, kuberikan skor 9,2/10 untuk Winter
Tea Time. Oh iya, selain buku fisik, Winter
Tea Time juga bisa dibaca di aplikasi Cabaca ya.***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar