Identitas
Buku
Judul
|
:
|
Six
Crimson Cranes (Six Crimson Cranes #1)
|
Penulis
|
:
|
Elizabeth
Lim
|
Penerjemah
|
:
|
Reni
Indardini
|
Penerbit
|
:
|
PT
Bentang Pustaka
|
Tahun
terbit
|
:
|
2023
(versi orisinal bahasa Inggrisnya terbit pada 2021)
|
Cetakan
|
:
|
I
|
Tebal
|
:
|
400
halaman
|
Harga
|
:
|
Rp139.000
|
ISBN
|
:
|
978623861214
|
Genre
|
:
|
High fantasy, petualangan, romantis, young adult
|
Tentang
Penulis
Elizabeth Lim tumbuh di besar di Amerika Serikat
dan Jepang. Dia tumbuh bersama dongeng, mitos, dan lagu yang hangat. Dia sudah
mendongeng sejak usia 10 tahun dengan menulis fanfiction untuk Sailor Moon,
Sweet Valley, dan Star Wars. Namun, ketika guru bahasa
Inggrisnya mengkritik esainya, dia berhenti menulis cerita dan fokus untuk
tidak mendapatkan nilai jelek pada bahasa Inggris.
Ketika dewasa, Elizabeth Lim berprofesi sebagai
komposer film dan video game. Dia
memiliki gelar A.B. dalam musik dan studi Asia Timur dari Havard College, gelar
sarjana dari The Julliard School, serta gelar doktor dalam komposisi musik. Akan
tetapi, dia selalu rindu menulis cerita.
Pada suatu hari, dia mulai menulis novel kembali,
hanya iseng-iseng. Namun, itu berubah menjadi serius dan sejak saat itu, dia
tak pernah menoleh ke belakang. Kini, Elizabeth Lim telah menulis beberapa
judul buku best-selling dan dirinya
pun telah menjadi penulis best-seller versi
New York Times, Sunday Times, dan USA TODAY.
Beberapa karya terkenalnya adalah dwilogi Blood of Stars, yaitu Spin the Dawn (2018) dan Unravel
the Dusk (2020); serta dwilogi Six
Crimson Cranes, yaitu Six Crimson
Cranes (2021) dan The Dragon’s Promise (2022). Karya terbarunya yang adalah spin-off prekuel dari dwilogi Six Crimson Cranes, dengan judul Her Radiant Curse (2023).
Saat ini, Elizabeth tinggal di New York bersama
suami dan putrinya.
Sinopsis
 |
Putri Shiori'anma |
Shiori adalah putri bungsu Kaisar Kiata. Dia
memiliki enam kakak laki-laki yang amat dia sayangi. Akan tetapi, karena dirinya
sudah menginjak usia dewasa, Shiori akan dijodohkan. Dia membencinya karena itu
berarti kebersamaannya dengan kakak-kakaknya tidak akan sama lagi.
Di hari pertunangannya, dia malah membuat
masalah. Dia melakukannya bukan karena sengaja, melainkan demi menutupi
rahasianya, yaitu bahwa dia memiliki kekuatan sihir. Masalahnya, sihir dilarang
di Kiata dan dianggap sebagai pembawa petaka. Karena kecerobohannya tersebut
Shiori hampir ketahuan oleh ibu tirinya, Raikama.
Akan tetapi, seperti Shiori, Raikama juga
menyimpan rahasia tentang kekuatan sihirnya. Namun, karena suatu kecelakaan tak
terduga, Raikama mengutuk kakak-kakak Shiori menjadi bangau. Shiori sendiri
dikutuk nyaris bisu—untuk setiap patah kata yang keluar dari bibirnya, salah
satu kakaknya akan mati.
Raikama juga mengasingkan Shiori jauh dari
rumahnya—tanpa uang, tanpa identitas, dan tanpa suara. Kutukan Raikama
mencegahnya untuk pulang atau agar dikenali siapapun. Namun, Shiori tidak bisa
hanya berpasrah pada nasib karena dia harus menemukan kakak-kakaknya dan
menolong mereka. Shiori harus berjuang mematahkan kutukan sang ibu tiri serta membongkar konspirasi gelap di Kiata, dengan
bantuan seekor burung kertas, pangeran naga, dan seorang laki-laki yang telah
dia patahkan hatinya.
Kelebihan
Aku tertarik pada buku Six Crimson Cranes karena popularitasnya di kalangan penggemar
buku. Sudah banyak sekali pujian yang kubaca terhadap buku ini. Harus kuakui
buku ini sesuai dengan reputasinya.
Dari tampilan fisik bukunya, versi terjemahan
bahasa Indonesia ini sangat cantik. Pinggirannya berwarna pink dan sampulnya
memiliki ilustrasi yang menarik. Desain sampulnya seperti menggabungkan sampul
versi Amerika Serikat dan versi Inggris. Aku suka tampilan Shiori pada sampul
bukunya. Aku mengapresiasi Kak Muthofa Nur Wardoyo, selaku desainer sampulnya,
dan Kak Sulton, selaku ilustrator sampulnya.
 |
Sampul versi Amerika Serikat (kiri) dan sampul versi Inggris (kanan) |
Sebagai buku bergenre high fantasy, Six Crimson
Cranes memiliki worldbuilding yang solid dan mengagumkan. Negeri
Kiata diciptakan dengan mengambil referensi dari kerajaan-kerajaan di Asia
Timur. Budaya serta mitologi dalam cerita ini pun mengambil referensi dari
kebudayaan Asia Timur kuno, seperti pakaian bangsawannya. Beberapa mitos dan
cerita rakyat Kiata pun terinspirasi dari mitos-mitos di Asia Timur, seperti
mitos tentang origami bangau, penggambaran naga, serta kisah tentang Wanita
Bulan yang mirip kisah Dewi Bulan Chan’E. Sejujurnya aku kurang tahu tentang
kebudayaan dan mitologi Asia Timur, maka aku minta maaf kalau ada yang salah
dari yang kusebutkan tadi.
Worldbuilding
tersebut kemudian disampaikan oleh Elizabeth
Lim dengan cara yang sederhana dan mengesankan sehingga memudahkan pembaca
untuk mengerti. Di beberapa bab pertama, mungkin pembaca akan sedikit
kebingungan dengan konsep worldbuilding-nya,
sepertiku, tetapi itu biasa ketika membaca cerita-cerita fantasi. Seiring
berjalannya cerita, akan ada penjelasan mengenai sejarah, mitologi, dan kebudayaan
negeri Kiata yang mempermudah pembaca memahami konteks, seperti tentang alasan
sihir terlarang di Kiata, legenda Imurinya dan Wanita Bulan, kisah iblis-iblis
di Pegunungan Suci, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, Elizabeth Lim juga membuat
adanya keberagaman budaya di negeri Kiata. Menurut cerita, negeri Kiata amat
luas sehingga ada perbedaan di tiap-tiap wilayah Kiata, walaupun hanya sedikit.
(Spoiler alert) waktu Shiori berada
di wilayah Utara Kiata, tepatnya di Iro, Elizabeth Lim menjelaskan bahwa
orang-orang Utara memiliki kebudayaan yang berbeda dari wilayah-wilayah lain di
Kiata. Elizabeth Lim juga mendeskripsikan bentang alam wilayah Utara Kiata
dengan cantik. Itu sesuatu detail yang menarik karena di Asia Timur sendiri,
seperti di Tiongkok, terdapat keberagaman budaya di wilayah-wilayahnya yang
berbeda.
Selain mengambil referensi dari kebudayaan dan
mitologi Asia Timur, sepertinya Six
Crimson Cranes juga mengambil referensi dari dongeng-dongeng. Shiori yang
dikutuk mengenakan mangkuk di kepalanya terinspirasi dari dongeng Hachikazuki dari Jepang. Shiori yang harus bekerja sebagai pembantu mengingatkanku pada dongeng
Cinderella. Kemudian, Shiori yang tak
bisa memberitahukan identitas aslinya kepada sosok kesatria yang mencuri
hatinya mengingatkanku pada kisah Mulan.
Menurutku itu adalah cara yang kreatif sekali—karakter Shiori sepertinya
terinspirasi dari berbagai tokoh, tetapi dia bisa menjadi sosok orisinal yang otentik.
Kemudian, aku memiliki pengalaman membaca yang
menarik ketika membaca buku ini. Sebelum Six
Crimson Cranes, aku habis membaca The
Screaming Staircase (Lockwood & Co. #1) karya Jonathan Stroud. Dalam
buku tersebut, Jonathan Stroud mendeskripsikan latar tempat, objek-objek
tertentu, dan tokoh-tokohnya dengan teramat detail. Kemudian, aku agak terkejut
dengan buku Six Crimson Cranes yang
adalah kebalikannya The Screaming
Staircase tadi. Narasi deskriptif dalam Six
Crimson Cranes itu ringkas dan tidak terlalu detail, tapi bisa memberikan
gambaran yang bagus di benakku. Elizabeth Lim tidak banyak fokus pada deskripsi
latar atau tokoh, tetapi pada jalan cerita. Bukan berarti gaya narasi The Screaming Staircase buruk, hanya
saja aku lebih suka yang Six Crimson
Cranes yang lebih fokus pada jalan cerita.
Karena buku ini fokus pada jalan cerita, buku ini
menjadi sangat page-turning.
Sejak bab pertama, cerita terasa mengalir dengan pace yang lumayan cepat. Memang cerita tidak langsung masuk ke
konflik—butuh beberapa bab untuk sampai ke sana—tetapi rasanya cerita ini makin
seru di setiap halamannya, membuatku tidak ingin berhenti. Bagian orientasi dan
fase awal konflik berlangusng sangat cepat, tetapi saat cerita masuk ke bagian ketika
Shiori tinggal di Iro, wilayah Utara Kiata, dan bekerja sebagai pembantu di
sana, cerita melambat. Namun, bagian itu tidak membosankan karena perlahan-lahan,
ketika Shiori berada di sana, konfliknya itu memanas dan musuh sebenarnya mulai
terlihat (akan kubahas lebih lanjut nanti).
Selain itu, yang membuat cerita pada bagian
Shiori tinggal di Iro menjadi menarik adalah romansanya. Romansa antara Shiori
dan Takkan, mantan tunangannya, tergolong slow-burn.
Bahkan, setelah keduanya jatuh cinta pun, mereka tidak langsung menjadi
pasangan yang menggebu-gebu. Hubungan keduanya tidak terkesan panas membara,
tetapi kalem dan manis. Aku suka sekali dengan cara Takkan memperlakukan
Shiori, sekalipun saat itu dia belum mengenali Shiori sebagai putri Kiata.
 |
Bushi'an Takkan |
Oh iya, Takkan itu digambarkan sebagai laki-laki green flag banget. Sebelum ini, aku
membaca serial Caraval dan Once Upon a Broken Heart yang tokoh
laki-lakinya itu problematik tapi rupawan—yang seharusnya adalah red flag. Maka dari itu, mungkin aku
agak kaget ketika mendapati Takkan adalah kebalikan mereka. Dia bukan laki-laki
bucin karena di awal, dia sendiri pun
mau dijodohkan dengan Shiori semata-mata sebagai kewajibannya. Ketika kemudian
dia jatuh hati sungguhan pada Shiori tetapi cintanya ditolak, dia juga patah
hati. Namun, yang mengagumkan adalah dia tetap ingin melakukan yang terbaik
demi Shiori dengan begitu tulus. Itulah kualitas yang paling mengesankan dari
sosok Bushian Takkan: ketulusannya.
Selain Takkan, tokoh-tokoh lain yang berada di
sisi Shiori juga sama menariknya. Kiki, burung kertas ajaib yang mendampingi
Shiori, dapat mencuri perhatian karena tingkahnya yang lucu. Aku salut dengan
loyalitasnya menemani Shiori selama dia dikutuk. Dia juga lucu dengan semua
ocehannya. Aku kagum sekali dengan ikatan saudara antara Shiori dan
kakak-kakaknya. Sedari awal, kita sudah diberi tahu bahwa Shiori dan
kakak-kakaknya sangat dekat dan saling menyayangi. Maka dari itu, ketika mereka
dikutuk, aku turut merasa sedih. Aku ikut syok saat tahu bahwa jika Shiori
bicara satu kata, salah satu kakaknya akan mati. Itu sedih sekali, apalagi
setelah kita mengetahui seberapa dekat mereka. Kalau kalian suka cerita persaudaraan
yang rela melakukan apapun demi melindungi satu sama lain, Six Crimson Cranes ini cocok untuk kalian.
 |
Seryu sang Pangeran Naga |
Tokoh pendukung berikutnya adalah Seryu, si
pangeran naga. Well, dia juga bisa
menjadi laki-laki green flag, (spoiler alert) hanya saja dia bukanlah tokoh
utamanya. Yang agak gergetan adalah Shiori dipertemukan lebih dulu dengan Seryu
ketimbang Takkan, sehingga memunculkan ide bahwa sepertinya Seryu-lah yang akan
menjadi pasangan Shiori—setidaknya aku sempat berpikir begitu, hahaha. Namun,
terlepas dari itu, Seryu adalah teman yang baik sekali. Aku selalu suka dengan
sikapnya yang amat ramah terhadap Shiori dan selalu bersedia menolongnya.
Dan kalau membicarakan tokoh menarik dari Six Crimson Cranes, kurasa tidak lengkap
tanpa membicarakan tokoh satu ini, tetapi ini akan menjadi huge SPOILER. Oleh karena itu, kalian yang belum membaca bukunya,
sebaiknya berhenti sampai di sini saja, hehehe.
 |
Raikama |
Tokoh yang kumaksud adalah Raikama si ibu tiri.
Di awal, dia tampak sebagai antagonis karena dia mengutuk Shiori dan
kakak-kakaknya dengan kutukan yang sangat kejam. Akan tetapi, menjelang akhir buku,
barulah musuh yang sebenarnya terlihat dan Raikama tidak seperti yang diduga di
awal. Raikama mematahkan stereotipe buruk terhadap sosok ibu tiri. Pada
akhirnya, aku tak membenci Raikama, malahan aku hampir menangis dibuatnya, terutama
ketika dia dan Shiori akhirnya bisa bicara dari hati ke hati.
Kelemahan
Yang aku kurang suka dari fisik buku ini adalah
ukurannya. Ukuran buku ini lebih besar dari buku-buku kebanyakan sehingga
kurang praktis dibawa-bawa. Padahal, aku selalu membawa buku ke tempat kerja
untuk dibaca waktu istirahat. Karena ukurannya yang besar, buku ini memakan
tempat di dalam tasku dan membuat tasku jadi lebih berat.
Kemudian, aku sedikit
kurang nyaman dengan terjemahannya: terutama pada kata “takkan” dan “makan”.
Ya, seperti yang kalian sudah tahu, ada tokoh bernama Takkan di sini, tetapi
banyak juga penggunaan kata “takkan” (tidak akan) di buku ini. Sering kali aku
tertukar dengan maksud kata tersebut, apakah yang dimaksud itu nama tokoh atau “tidak
akan”. Sementara untuk kata “makan”, nama mata uang Kiata adalah makan.
Seharusnya, kata makan yang merujuk ke mata uang Kiata dicetak miring saja agar
tidak tertukar dengan kata “makan” dalam bahasa Indonesia.
Selain itu, worldbuilding
cerita ini dapat menimbulkan kesalahpahaman. Seperti yang telah kusebutkan
sebelumnya, kisah Six Crimson Cranes mengambil
referensi dari mitos dan kebudayaan Asia Timur untuk worldbuilding-nya. Namun, Asia Timur sangat luas sehingga pasti ada
keberagaman budaya. Bahkan, di dalam satu negara Asia Timur pun terdapat banyak
keberagaman budaya di wilayah-wilayahnya. Karena Elizabeth Lim mengombinasikan
mitos dan kebudayaan dari berbagai wilayah di Asia Timur, ada risiko itu
menyebabkan kesalahpahaman bagi pembaca awam bahwa kebudayaan dan mitos di
wilayah Asia Timur sama semua. Alih-alih menjadi buku yang merepresentasikan
kebudayaan dan mitos Asia Timur, buku ini bisa menimbulkan kesalahpahaman tersebut
yang memperkuat prasangka orang-orang Barat bahwa seluruh Asia Timur itu tidak
ada bedanya.
Sementara dari segi cerita, aku tidak punya
banyak komplain. Aku menikmatinya sekali. Mungkin, seandainya porsi cerita
untuk kakak-kakaknya Shiori dan Seryu lebih banyak lagi, cerita ini akan
menjadi lebih menarik.
Kesimpulan
Six
Crimson Cranes adalah kisah fantasi yang
mengagumkan dan seru. Kisah ini akan mengingatkanmu pada dongeng-dongeng tentang
petualangan putri yang menghadapi rintangan dan kutukan. Selain itu, worldbuilding-nya yang terinspirasi dari
kebudayaan dan mitos masyarakat Asia Timur terkesan indah serta dijabarkan
dengan sederhana, tetapi berisiko menimbulkan kesalahpahaman bahwa kebudayaan
dan mitos di seluruh wilayah Asia Timur itu sama. Selain itu, gaya narasi
penulisnya nyaman dibaca, membuat ceritanya tidak berbelit sehingga kamu akan
tergoda untuk membalik halaman terus. Kalian pun pasti akan terpikat dengan
tokoh-tokohnya, yaitu Shiori, Takkan, Kiki, Seryu, dan kakak-kakaknya Shiori—oh
bahkan Raikama juga! Meskipun terjemahannya menurutku sedikit kurang nyaman
dibaca, secara keseluruhan itu tidak merusak cerita kok. Kemudian romansanya,
pasti akan menyukainya karena slow-paced,
dan sepertinya yang bukan penggemar cerita romansa dapat menyukainya. Oleh
karena itu, skor yang kuberikan untuk buku ini adalah 9,3/10.
Buku ini menaikkan ekspektasiku untuk sekuelnya, The Dragon’s Promise, dan spin-off
prekuelnya, Her Radiant Curse.
Aku tidak sabar menunggu versi terjemahan keduanya terbit.
Selanjutnya (The Dragon's Promise)
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Page-turning
berarti sebuah buku yang menarik, seru, dan menegangkan, biasanya sebuah novel
(sumber: The Free Dictionary).
Komentar
Posting Komentar