Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1] (2017) yang lalu menjadi buku best-...
The School for Good and Evil: Tema Dongeng Klasik, Cerita Seru dan Asik, tapi Pendekatan Basic
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Identitas
Film
Judul
:
The School for Good and Evil
Sutradara
:
Paul
Feig
Produser
:
Joe Roth, Jeffrey Kirschenbaum, Laura Fischer,
Paul Feig, Jane Statz
Tanggal rilis
:
19 Oktober 2022
Rumah produksi
:
Roth/Kirschenbaum Films, Feigco Entertainment,
Jane Startz Productions
Penulis naskah
:
David Magee (screenplay), Paul Feig (screenplay),
Soman Chainani (novel)
Durasi tayang
:
2 jam 27 menit
Pemeran
:
Sophia Anne Caruso, Sofia Wylie, Jamie Flatters,
Charlize Theron, Kerry Washington, Kit Young
Sophie (Sophia Anne Caruso) dan Agatha (Sofia Wylie) selalu terasingkan
di desa tempat mereka tinggal. Mereka tak punya teman, kecuali satu sama lain.
Persahabatan mereka telah terjalin sejak kecil, sejak ibu Sophie meninggal.
Sementara Agatha merasa cukup dengan hidupnya yang seperti
itu, Sophie tidak. Dia selalu ingin menjadi putri cantik yang dihormati dan
tinggal di istana. Keduanya lalu mendengar tentang Sekolah untuk Baik dan Jahat,
sebuah sekolah tempat mendidik tokoh-tokoh hebat dalam dongeng-dongeng
terkenal. Sekolah untuk Baik adalah tempat mendidik para pahlawan dalam
dongeng, sedangkan Sekolah untuk Jahat adalah tempat mendidik para penjahatnya.
Sophie berharap untuk pergi ke sana agar cita-citanya menjadi putri terwujud.
Keinginan tersebut pun rupanya terkabul. Ketika jemputan dari
Sekolah untuk Baik dan Jahat datang menjemput Sophie, Agatha ikut terseret.
Namun, jemputan tersebut malah menempatkan Sophie di Sekolah untuk Jahat dan
Agatha di Sekolah untuk Baik. Karena merasa berada di tempat yang tidak
seharusnya, keduanya bekerja sama untuk mencari tahu apa yang sesungguhnya
terjadi di sekolah tersebut.
Kelebihan
The School for Good and
Evil adalah sebuah film yang
diadaptasi dari sebuah buku berjudul sama karya Soman Chainani. Untuk disclaimer, aku belum pernah membaca
bukunya, maka aku tidak akan membandingkan antara film dan bukunya.
The School for Good and
Evil bisa dibilang sebagai sebuah
film fantasi yang cukup bagus—tidak buruk, tetapi tidak istimewa pula. Karena
Sekolah untuk Baik dan Jahat yang menjadi latar utama film ini mendidik tokoh-tokoh
dalam dongeng, elemen fantasi film ini akan mengingatkan kalian pada dongeng-dongeng
terkenal. Bahkan, beberapa tokoh di sini merupakan anak dari tokoh-tokoh
dongeng, seperti Pangeran Tedros (Jamie Flatters) yang merupakan putra Raja
Arthur dan Hort (Earl Cave) yang merupakan putra Kapten Hook.
Selain itu, elemen fantasi film ini juga didukung dengan
visual yang cukup baik. Latar tempat Sekolah untuk Baik dan Jahat menurutku
cukup keren. Sekolah untuk Baik tampak seperti istana cantik dengan taman-taman
dan warna-warni indah. Sekolah untuk Jahat bagaikan kastil terkutuk dengan warna
serba hitam yang suram. Selain itu, makhluk-makhluk ajaib yang ada di film ini juga
tampak menarik dan unik.
Kemudian, konflik film ini rupanya berbobot walau temanya
adalah dongeng. Alih-alih mengajarkan dualitas baik jahat yang biasanya ada
pada cerita-cerita dongeng, The School
for Good and Evil mempromosikan ide bahwa semua orang itu bisa baik dan jahat
sekaligus. Aku sangat setuju dengan ucapan Agatha bahwa kita tidak bisa
mengotak-ngotakkan orang dengan mudah ke kotak baik dan kotak jahat, bahwa kita
harus bisa melihat melampaui dua kategori tersebut ketika menilai seseorang. Konflik
tersebut relate dengan kondisi remaja
yang beranjak dewasa yang mulai menghadapi keabu-abuan dunia.
Sophia Anne Caruso sebagai Sophie dan Sofie Wylie sebagai
Agatha pun tampil dengan memukau di film ini. Akting mereka mewarnai dan
menghidupkan suasana film. Mereka berhasil membawakan karakter masing-masing hingga
dapat disukai penonton, bahkan termasuk (spoiler
alert) Sophie saat berubah jahat. Apalagi, dengan didukung kostum yang cantik
dan beberapa adegan laga yang epik, keduanya dapat membuat film ini
menyenangkan.
Tidak hanya itu, soundtrack
film ini juga asik sekali. Aku harus mengapresiasi pemilihan soundtrack-nya serta penempatannya
karena telah berhasil membuat film ini terasa sangat remaja dan seru. Pada
beberapa momen, soundtrack tersebut
sukses menghidupkan suasana film, membangkitkan semangat penonton.
Kalau soal perkembangan karakter, aku lebih menyukai
perkembangan karakter Sophie daripada Agatha. Sophie menunjukkan sosok gadis
yang tangguh dan kuat. Dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan yang dia
inginkan. Meskipun sempat kehilangan arah dan berbuat buruk, Sophie pada
akhirnya dapat menemukan jalannya kembali ke dirinya yang ceria dan baik.
Sebenarnya, ketika dia berubah jahat pun, itu karena
orang-orang di sekelilingnya bilang dia jahat dan karena orang-orang tidak
menghargainya. Itu artinya terkadang orang menjadi jahat karena dorongan
sekelilingnya, bukan bawaan dirinya.
Kelemahan
Seperti yang aku katakan sebelumnya, film ini bagus, tetapi
tidak istimewa. Salah satu kekurangan film ini adalah konsep sihirnya.
Menurutku, penggunaan sihir dalam film ini terlalu sedikit sampai kurang jelas
konsepnya seperti apa. Padahal, di bagian prolog, tampak Rafal (Kit Young) dan
saudaranya bertarung dengan sihir, tetapi setelah itu tidak ada lagi adegan
dengan kekuatan sihir sekeren itu.
Kemudian, menurutku konfliknya disajikan dengan terlalu
biasa. Bagi kebanyakan penonton, mereka pasti sudah paham betul tentang konflik
dualitas baik jahat karena sudah ada di banyak film. Maka dari itu, seharusnya
pendekatan konfliknya diperhatikan. Namun, pendekatan dalam film ini terbilang
biasa saja sehingga agak membosankan.
Pace film ini pun terasa agak terburu-buru, terutama di separuh
akhir film. Pada separuh pertama, alur dibangun dengan baik, tetapi separuh
akhir sangat terasa dipercepat. (Spoiler
alert)bagian Sophie menggoda
Tedros, bagian Sophie bertengkar dengan Agatha, perkembangan hubungan Agatha
dan Tedros, semua terasa berlalu cepat sekali, terlalu cepat. Padahal, durasi
film sudah lebih dari dua jam, tetapi tetap saja cerita ini belum berhasil
dikemas dengan alur yang rapih.
Kesimpulan
The School for Good and
Evil adalah sebuah cerita dongeng
remaja yang menarik. Visual yang indah, kostum yang cantik, dan akting yang
memesona akan kalian saksikan di sini. Konflik ceritanya pun relatable bagi remaja, meskipun pendekatannya
agak membosankan. Kemudian, jika saja alur film ini tidak diburu-buru, pasti
ceritanya akan sangat bagus. Walaupun begitu, film ini tetaplah sebuah tontonan
yang menarik dan menyenangkan, terutama bagi para penggemar film fantasi. Skor
untuk The School for Good and Evil adalah
7,5/10. Film ini cocok banget ditonton bareng teman-teman kalian, apalagi kalau
kalian suka cerita tentang putri dan pangeran ya.
Oh iya, kalau melihat akhir film ini, tampaknya akan ada
sekuelnya—mengingat novelnya sendiri memang ada enam buku. Jadi, bagi
penggemarnya, berharaplah agar sekuelnya bisa lebih bagus daripada yang ini ya!
Kalian bisa menonton School for Good and Evil di Netflix. Trailer filmnya bisa kalian lihat di bawah ini.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar