Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1] (2017) yang lalu menjadi buku best-...
Luckiest Girl Alive: Sebuah Film #MeToo dengan Genre Thriller-Drama
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Identitas
Film
Judul
:
Luckiest Girl Alive
Sutradara
:
Mike Barker
Produser
:
Bruna Papandrea, Jeanne Snow, Erik Feig, Lucy
Kitada, Mila Kunis
Tanggal rilis
:
30 September 2022
(Amerika Serikat), 7 Oktober 2022 (Netflix)
Rumah produksi
:
Picturestart,
Made Up Stories, Orchard Farm Productions
Penulis naskah
:
Jessica Knoll (screenplay dan novel)
Durasi tayang
:
1 jam 53 menit
Pemeran
:
Mila Kunis, Chiara
Aurelia, Finn Wittrock, Connie Britton, Scoot McNairy, Justine Lupe, Dalmar
Abuzeid, Alex Barone
Genre
:
Drama, thriller, misteri
Sinopsis
Tifani
“Ani” Fanelli (Mila Kunis) adalah wanita karir berparas cantik yang memiliki
hidup sempurna. Dia bertunangan dengan seorang pria kaya di New York dan akan
segera menikah dalam 6 pekan. Dia memiliki pekerjaan impiannya sebagai editor
di sebuah majalah wanita ternama. Dia juga pintar dan tahu harus bersikap
seperti apa untuk disukai orang-orang, serta tak lupa untuk memanfaatkan
mereka.
Namun,
jauh di dalam dirinya, ada trauma yang belum pernah sembuh. Sebuah tragedi di
masa lalunya yang membekas dalam dirinya menyisakan luka yang terus mengusiknya.
Ketika seorang sutradara mengajaknya untuk ikut dalam proyek dokumenter
mengenai tragedi masa lalunya itu, segala emosi yang Ani pendam selama
bertahun-tahun pun meledak. Apakah yang sebenarnya terjadi pada Ani hingga
mengubah dirinya menjadi seperti sekarang ini?
Kelebihan
Luckiest Girl Alive merupakan film yang diadaptasi dari sebuah novel dengan judul
yang sama, yang juga ditulis oleh Jessica Knoll. Film ini mengingatkanku pada Gone Girl (2014) karena sama-sama menceritakan
tokoh perempuan yang ambisius dan angkuh dalam genre thriller-drama.
Untuk
alur ceritanya sendiri sebenarnya terbilang agak lambat dengan durasi hampir
dua jam. Meskipun begitu, ceritanya tidak membosankan. Cerita dibawakan secara
selang-seling antara latar waktu sekarang ketika Ani sudah dewasa (diperankan
oleh Mila Kunis) dengan latar waktu ketika Ani masih SMA (diperankan oleh Chiara
Aurelia). Penonton diajak mendalami peristiwa yang menyebabkan trauma pada diri
Ani serta bagaimana kehidupan Ani sekarang ketika luka lama tersebut terbuka
kembali.
Kemudian,
sosok Ani sendiri yang menjadi pusat cerita memiliki karakter dan pembawaan
yang menarik. Di luar, dia tampak manis dan cerdas, tetapi di dalam, dia begitu
angkuh dan sok. Intonasi yang dia gunakan dalam menyampaikan narasi cerita
begitu arogan seakan-akan mengatakan, “Hei, aku lebih hebat daripada kalian
semua dalam hal apapun”, tetapi juga terkesan berkelas. Itu mempertegas
perbedaan keperibadian aslinya dengan citra yang dia tampilkan. Intonasi
sombongnya tersebut juga memperkuat karakternya yang ambisius.
Akan
tetapi, yang menarik dari karakter Ani adalah bahwa dia mewakili para korban
kekerasan seksual. Sebagaimana yang terlihat pada sosok Ani sewaktu SMA, korban
kekerasan seksual seringkali dibungkam, alih-alih mendapatkan keadilan. Ani malah
disalahkan dan di-gaslighting[1]
oleh para pelakunya dan bahkan ibunya sendiri atas kejadian yang menimpanya.
Dia jadi menyalahkan dirinya dan menyimpan rapat-rapat tragedi tersebut.
Itulah
yang menjadi pemicu bagi dirinya untuk bertransformasi menjadi sosok Ani yang
sekarang—perempuan yang tegas dan berdaya. Namun, tetap saja, di dalam dirinya
luka tersebut tidak pernah sembuh. Itu menyiratkan bahwa korban kekerasan
seksual tidak selalu tampak murung dan bersedih. Mereka yang terlihat baik-baik
saja seperti Ani juga bisa menjadi korban kekerasan seksual.
Korban
kekerasan seksual yang juga menjadi korban victim-blaming[2], akan menyimpan rapat-rapat trauma mereka. Namun, setelah
bertahun-tahun, trauma tersebut akan meledak dan berakibat negatif bagi
kehidupan si korban. Bahkan, dalam kasus Ani, itu mengganggu hubungannya dengan
orang-orang di sekitarnya.
Yang
lebih menyesakkan adalah ketika Ani mulai speak-up,
orang-orang terdekatnya malah tidak mendukungnya dan menyuruh dia untuk move on. Itu menunjukkan bahwa sekalipun
seorang korban kekerasan seksual ingin menceritakan pengalaman buruk mereka
tersebut, orang-orang di sekitarnya bisa saja malah tidak mendukungnya—dan
orang-orang tersebut bisa jadi datang dari orang-orang terdekatnya. Betapa
beratnya perjuangan korban kekerasan seksual untuk mendapat keadilan.
Terakhir,
film ini ditutup dengan closing yang
kuat, (spoiler alert) berupa adegan ketika Ani berani menceritakan pengalamannya kepada banyak orang.
Mulanya, dia menceritakan kisahnya untuk menjatuhkan para pelakunya, tetapi
ternyata ceritanya berdampak sangat besar bagi banyak perempuan di luar sana
yang juga korban kekerasan seksual. Seperti adegan terakhir dalam film Penyalin Cahaya (2021), terkuaknya satu cerita mendorong cerita-cerita lainnya.
Kelemahan
Oleh
karena mengangkat isu sensitif seperti kekerasan seksual dan penembakan di
sekolah, film ini memliki adegan-adegan yang triggering. Namun, tidak ada peringatannya (trigger warning), sehingga film ini dapat berbahaya bagi para
korban kekerasan seksual yang menontonnya. Adegan-adegan tersebut diperlihatkan
dengan jelas tanpa diperhalus sehingga bisa menjadi tidak nyaman bagi beberapa
penonton.
Selain
itu, menurutku durasi filmnya agak terlalu panjang. Bagian-bagian awal film
terasa agak memakan durasi, sementara tidak begitu ada hal penting yang
diceritakan. Cerita mungkin dapat diringkas sehingga lebih padat. Dengan
begitu, kesan suspenseful film ini
juga makin terasa.
Kesimpulan
Luckiest Girl Alive adalah sebuah film thriller-drama
yang memiliki problem yang kuat. Dengan mengangkat isu trauma korban kekerasan
seksual, film ini dapat mewakili suara para korban di luar
sana yang terbungkam. Namun, walaupun terdapat adegan-adegan triggering yang eksplisit, film ini tidak
memberikan peringatan sehingga dapat berbahaya bagi beberapa orang. Meskipun
begitu, film ini telah berhasil mengampanyekan #MeToo dengan kekhasan gaya
genre thriller-drama. Oleh karena
itu, aku memberikan skor 7,8/10 untuk film ini.
Kalian bisa menonton Luckiest Girl Alive di Netflix. Kalau kalian penasaran dengan filmnya, kalian dapat menonton trailer-nya di bawah sini.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
[1]Gaslighting adalah tindakan memanipulasi
seseorang dengan memaksa korban untuk mempertanyakan pikiran, perasaan dan
peristiwa yang dialami (sumber: Kompas.com).
[2]Victim blaming adalah sebuah fenomena
ketika korban kejahatan atau tindakan kekerasan justru disalahkan atas apa yang
telah menimpa dirinya (sumber: Hello Sehat).
Komentar
Posting Komentar