Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1] (2017) yang lalu menjadi buku best-...
Where the Crawdads Sing: Kisah si Gadis Paya yang Bagaikan Dongeng Indah dan Getir
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Identitas film
Judul
:
Where the Crawdads Sing
Sutradara
:
Olivia Newman
Produser
:
Reese Witherspoon, Lauren Neustadter
Tanggal rilis
:
15 Juli 2022 (Amerika
Serikat), 14 September 2022 (Indonesia)
Rumah produksi
:
Columbia
Pictures, 3000 Pictures, Hello Sunshine, HarperCollins Publishers
Penulis naskah
:
Lucy Alibar (screenplay), Delia Owens (novel)
Durasi tayang
:
2 jam 5 menit
Pemeran
:
Daisy Edgar-Jones,
Taylor John Smith, Harris Dickinson, David Strathairn, Jojo Regina, Michael
Hyatt, Sterling Macer Jr.
Genre
:
Misteri, thriller, drama, romantis
Sinopsis
Orang-orang sudah lama tahu rumor tentang gadis
itu. Dia adalah Catherine “Kya” Clark atau yang lebih dikenal dengan nama Gadis
Paya[1].
Kya pernah memiliki keluarga—ayah, ibu, dan beberapa kakak laki-laki dan
perempuan. Namun, mereka semua meninggalkannya sehingga dia kini hidup
sendirian di rawa selama bertahun-tahun.
Kya sudah terbiasa dengan itu. Yang tidak biasa
dia hadapi adalah perhatian yang orang-orang berikan padanya setelah dia
menjadi tersangka kasus pembunuhan. Korbannya adalah Chase Andrews (Harris
Dickinson), mantan kekasih Kya. Namun, mungkinkah Kya yang pemalu dan kikuk,
yang juga dikucilkan masyarakat, membunuh pria itu?
Kelebihan
Where
the Crawdads Sing merupakan film yang
diadaptasi dari novel berjudul sama karya Delia Owens. Sebagai disclaimer, aku belum pernah membaca
bukunya. Jadi, aku tidak bisa membandingkan film ini dengan bukunya.
Film ini bukanlah film thriller-misteri dengan bumbu drama romantis yang tipikal.
Ceritanya sama sekali tidak membosankan sejak awal karena film ini menawarkan
plot yang menarik. Alih-alih fokus membahas kasus tewasnya Chase Andrew,
sebagian besar film ini justru membahas riwayat hidup Kya Clark si Gadis Paya.
Walaupun alurnya slow-burn[2],cerita tentang si Gadis Paya tersebut
cukup menarik perhatian.
Cerita kehidupan Kya Clark disampaikan dengan
cara yang menyentuh, dalam, dan bagaikan sebuah dongeng. Film ini mampu membuat
penonton terus memperhatikan perkembangan karakter Kya sejak kecil hingga dia
menjadi tersangka pembunuhan. Perkembangan karakter tersebut ditampilkan dengan
mulus dan dengan pace yang tepat
sehingga penonton dapat memahami karakternya dengan baik. Apalagi, akting
memukau Daisy Edgar-Jones dan Jojo Regina sebagai Kya dewasa dan anak-anak
berhasil menghidupkan karakter tersebut. Oleh karena itu, tidak sulit bagi
penonton untuk mendukung Kya.
Selain itu, melalui kisah hidupnya, penonton
diajak untuk mengeksplorasi perasaan trauma, dikucilkan, abandonement, dikhianati, dan kesepian yang dialami Kya. Pengalamannya
ditinggal keluarga, ditolak masyarakat, dan tinggal bersama sosok ayah yang
kasar telah membentuk karakternya, maka penonton pun bisa memahami
tindakan-tindakannya hingga bersimpati padanya.
Bagian misteri dari film ini pun tidak kalah
menarik. Meskipun baru benar-benar difokuskan pada (kurang lebih) 30 menit
terakhir, elemen thriller-misteri
dari Where the Crawdads Sing berhasil
membuat penonton berdebar. (Spoiler alert)
ketika Chase Andrews sudah masuk ke dalam cerita, selalu ada perasaan aneh yang
diberikan film ini yang membuatku terus mewanti-wanti apa yang akan terjadi
sampai membuatnya tewas. Di antara kesan romantis dan comforting dari momen Kya dan Chase, selalu ada kesan yang seolah
mengatakan bahwa ada yang tidak benar.
Sebenarnya, selain Chase, Kya pernah memiliki
hubungan romantis dengan pria bernama Tate Walker (Taylor John Smith). Pada
bagian ini, elemen romantis cerita berada pada puncaknya. Kebersamaan keduanya
terasa manis, dan para penonton pasti mendukung mereka.
Namun, perlu diketahui bahwa di film ini ada
cukup banyak adegan seks dan kekerasan. Apalagi, ada adegan-adegan yang bisa triggering bagi beberapa orang. Oleh
karena itu, kalian harus sudah cukup umur untuk menontonnya.
Selanjutnya, kalau dari segi teknis, aku suka
sekali dengan latar tempatnya. Aku belum pernah menonton film dengan latar
utama alam rawa—ada banyak sungai, hewan liar, dan pohon rindang. Latar tempat
tersebut menambah kesan indah dari film ini. Ditambah lagi dengan scoring
dan soundtrack-nya, suasana film
ini (selain bagian thriller-misterinya)
menjadi begitu comforting, bak cerita
dongeng. Oh iya, soundtrack-nya
dinyanyikan oleh Taylor Swift loh.
Terakhir, tentu saja plot twist kecil yang ada di akhir cerita. Walaupun plot twist tersebut tidak terlalu besar
dampaknya ke cerita, tapi tetap saja itu membuat penonton terkejut. Meskipun
begitu, aku tetap puas dengan akhir ceritanya.
Kelemahan
Yang menjadi kelemahan film ini salah satunya adalah
pace-nya yang lambat. Cerita slow-burn sebenarnya memiliki daya
tariknya sendiri bagi beberapa penonton, tetapi bagi penonton pada umumnya, itu
bisa membuat mereka bosan. Sangat mungkin bagi beberapa orang merasa bingung
dan bosan dengan cerita ini, sebab kasus pembunuhan yang memulai cerita ini
baru betulan dibahas di akhir sekali.
Selain itu, (spoiler
alert) tidak ada penjelasan yang konklusif mengenai kematian Chase Andrew. Meskipun
bisa ditebak siapa pelakunya, tetapi tidak ada penjelasan pastinya. Ya itu
tadi, penonton hanya bisa menebak. Sebenarnya, lagi-lagi teknik akhir cerita
seperti itu memiliki kekuatannya sendiri, tetapi bagi kebanyakan orang itu
kurang memuaskan.
Kesimpulan
Where
the Crawdads Sing adalah sebuah film thriller-misteri dengan packaging drama romantis. Walaupun sebagian
besar alur berfokus pada kehidupan Kya si Gadis Paya, bukan ke pembunuhannya,
cerita tetap bisa menarik perhatian berkat penyajiannya yang mengalun lembut
dan dalam. Dengan memperhatikan Kya tumbuh besar dengan segala pengalaman
getirnya, tidak akan sulit bagi para penonton untuk memihaknya. Selain itu, scoring dan latar tempat yang indah seakan
membuat cerita Kya bagaikan kisah dongeng. Namun, pace-nya yang lambat serta akhirnya yang terbilang open ending, mungkin kurang memuaskan
bagi beberapa orang. Maka dari itu, aku beri skor 8,3/10 untuk Where the Crawdads Sing.
Perlu diingat sekali lagi, ada banyak adegan seks
dan adegan yang menunjukkan kekerasan di dalam film ini. Maka dari itu, pastikan
kalian sudah cukup umur untuk menontonnya!
Kalian dapat menonton Where the Crawdads Sing di Netflix dan Catchplay. Trailer filmnya dapat kalian tonton di bawah ini.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
[2]Slow-burn adalah gaya pembuatan film,
terutama dalam produksi narasi, yang alur, aksi, dan adegan-adegannya
dikembangkan secara lambat dan metodis me arah satu titik puncak (sumber: premiumbeat.com).
Komentar
Posting Komentar