A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Purple Hearts: Ketika Cewek SJW dan Cowok Berseragam Pura-Pura Menikah

Identitas Film

Judul

:

Purple Hearts

Sutradara

:

Elizabeth Allen Rosenbaum

Produser

:

Amy Baer, Elysa Koplovitz Dutton, Leslie Morgenstein

Tanggal rilis

:

29 Juli 2022

Rumah produksi

:

Alloy Entertainment, Netflix, Embankment Films            

Penulis naskah

:

Kyle Jarrow, Liz W. Garcia

Durasi tayang

:

2 jam 2 menit

Pemeran

:

Sofia Carson, Nicholas Galitzine

Genre

:

Drama romantis

 

Sinopsis

Cassandra “Cassie” Salazar (Sofia Carson) adalah anak imigran. Dia bekerja sebagai musisi bersama band-nya, the Loyal, di sebuah bar sambil merangkap sebagai pelayan di sana. Dia mengidap diabetes tipe 1, tetapi kesulitan mendapatkan insulin karena tidak ditanggung oleh asuransinya. Dia tidak bisa membelinya sendiri karena penghasilannya saja sudah pas-pasan untuk biaya hidupnya.

Luke Morrow (Nicholas Galitzine) adalah anak seorang mantan polisi militer. Dia sendiri juga kini menjadi tentara dan akan segera berangkat ke Iraq untuk bertugas. Namun, dulunya Luke seorang pecandu narkoba dan memiliki serangkaian masa lalu buruk dengan keluarganya. Dengan menjadi tentara, dia berharap dapat memperoleh kembali rasa hormat dari ayahnya.

Keduanya bertemu di sebuah bar dan langsung bercekcok. Luke dan teman-teman tentaranya punya kecenderungan untuk membanggakan diri berlebihan, sedangkan Cassie, sebagai seorang social justice warrior atau SJW, sangat membenci itu.

Namun, keduanya membuat kesepakatan diam-diam. Cassie butuh insulin untuk bertahan hidup, sedangkan Luke butuh uang untuk melunasi utangnya kepada mantan bandar narkobanya. Keduanya lalu sepakat untuk menikah, tanpa ada cinta di antara mereka, karena istri seorang tentara akan mendapatkan asuransi kesehatan penuh, sementara tentara yang menikah juga mendapatkan transfer uang dari pemerintah. Sebuah solusi yang bagus, tetapi jika mereka ketahuan, semua akan berakhir.


Kelebihan

Purple Hearts sebenarnya bukanlah film yang istimewa. Ceritanya standar, seperti FTV, tetapi penyajiannya yang membuatku betah menontonnya. Film ini memiliki sinematografi yang oke banget, mulai dari sudut kameranya, komposisi shot-nya, color tone-nya, dan lain sebagainya. Maka dari itu, film ini dapat mudah dinikmati.

Yang menarik mungkin adalah perbedaan karakter Cassie dan Luke yang membuat mereka kerap bertengkar. Namun, perseteruan mereka perlahan bertransformasi menjadi cinta. Cekcok argumen menjadi pujian berafeksi, tatapan melotot menjadi tatapan penuh cinta—hubungan yang berawal dari benci, lalu perlahan-lahan menjadi sayang selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi pecinta cerita romantis. Selalu terasa menggemaskan untuk melihat pasangan yang awalnya tak akur berubah menjadi saling peduli. Dalam film ini, momen tersebut terjadi ketika (spoiler alert) Cassie menolong Luke yang dalam tahap pemulihan pascatugas dari Iraq, dan ketika Luke menolong keluarga Cassie yang rumahnya dibobol orang asing.

Perkembangan hubungan keduanya juga menarik ditonton. Mereka berkenalan singkat, lalu langsung menikah. Pernikahan tanpa cinta itu langsung menjadi hubungan jarak jauh. Cassie dan Luke lucu banget waktu LDR—tidak disangka mereka justru malah makin dekat ketika sedang terpisah jarak seperti itu. Apalagi, chemistry kedua pemeran utamanya cukup bagus.

Kemudian, film ini secara tersirat memperlihatkan susahnya bagi para imigran dan keturunan mereka untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Misal, Cassie yang asuransinya tak mampu menanggung insulin yang dia butuhkan, padahal tanpa insulin tersebut, dia bisa mati kapanpun. Namun, (spoiler alert) setelah menikah dengan Luke, Cassie tidak perlu memikirkan soal itu lagi sehingga dia dapat fokus pada karirnya bermusik. Bahkan, dia dapat membuat band-nya menjadi tenar dan mengeluarkan lagu-lagu hits.

Coba kalian bayangkan di luar sana ada banyak bakat-bakat terpendam seperti Cassie, tetapi terhalang kemiskinan sehingga mereka tidak dapat mengembangkan bakat mereka. Seandainya hidup mereka dapat dijamin pemerintah, mereka juga dapat fokus mengembangkan bakat mereka dan melahirkan karya-karya luar biasa. Jika perlindungan sosial dari pemerintah dapat menjangkau mereka, mungkin bakat-bakat terpendam tersebut dapat bersinar.

Selain itu, aku suka banget dengan soundtrack-nya. Ada beberapa soundtrack yang langsung dinyanyikan dalam film ini oleh Cassie. Omong-omong, pemeran Cassie, yakni Sofia Carson memang seorang penyanyi, maka tidak heran kalau lagu yang dia nyanyikan enak banget. Yang paling aku suka adalah Come Back Home karena lagunya pas banget untuk menggambarkan proses mengenal antara Cassie dan Luke.

 

Kelemahan

Tentu saja yang menjadi kekurangan film ini adalah storyline-nya. Film seperti ini memiliki akhir yang mudah ditebak sehingga tidak ada tantangan bagi penonton. Kalian jangan mengharapkan adanya plot twist atau adegan mendebarkan lainnya. Tahap resolusinya juga biasa saja. Oleh karena itu, film ini kurang cocok bagi beberapa orang.

Kemudian, akting kedua tokoh utamanya bisa dibilang biasa saja. Mereka tidak menunjukkan performa lebih dalam film ini—mungkin karena memang tidak ada adegan yang menuntut itu. Memang, sebatas film untuk hiburan di tengah kesibukan sehari-hari.

 

Kesimpulan

Purple Hearts merupakan film yang cocok bagi kalian yang suka cerita romantis yang berawal dari benci jadi sayang. Ceritanya mirip FTV, tidak peristiwa yang “luar biasa” sepanjang alurnya. Namun, penyajian teknisnya, soundtrack, serta chemistry kedua pemerannya dapat memaksimalkan atmosfer romantis film ini. Kalian pasti dapat menikmati perkembangan hubungan keduanya dari awal film hingga akhir. Maka dari itu, aku beri skor 6,7/10 untuk Purple Hearts.

Kalian bisa menonton Purple Hearts di Netflix. Kalau kalian penasaran dengan filmnya, kalian bisa menonton trailer-nya dulu di sini.


  

Komentar