A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Ngeri-Ngeri Sedap: Drama Keluarga Batak yang Penuh Hikmah dan Pembelajaran, serta Relatable untuk Keluarga Manapun

Identitas Film

Judul

:

Ngeri-Ngeri Sedap

Sutradara

:

Bene Dion Rajagukguk

Produser

:

Dipa Andika

Tanggal rilis

:

2 Juni 2022

Rumah produksi

:

Imajinari, Visionari Film Fund

Penulis naskah

:

Bene Dion Rajagukguk

Durasi tayang

:

1 jam 54 menit

Pemeran

:

Arswendy Bening Swara, Tika Panggabean, Boris Bokir, Ghita Bhebhika, Lolox, Indra Jegel

Genre

:

Drama komedi

 

Sinopsis

Pak Domu (Arswendy Bening Swara) dan Mak Domu (Tika Panggabean) adalah pasangan suami istri yang tinggal di wilayah Danau Toba, Sumatera Utara. Mereka masih menjunjung tinggi adat istiadat orang Batak dan berharap agar anak-anak mereka bisa meneruskannya. Namun, tiga dari empat anak mereka sekarang merantau ke Jawa dan tidak mau pulang.

Anak-anak Pak Domu tidak mau pulang karena perbedaan pendapat dengan sang ayah. Domu (Boris Bokir) si anak pertama ingin menikah dengan orang Sunda, tetapi orang tuanya ingin dia menikah dengan orang Batak agar dapat mewarisi adat. Gabe (Lolox) si anak ketiga ingin menekuni profesi sebagai pelawak, tetapi orang tuanya ingin dia menjadi hakim atau jaksa. Sahat (Indra Jegel) si anak terakhir ingin tinggal menetap di Jawa dan berkarya di sana, tetapi orang tuanya ingin agar dia mengurus mereka sebagaimana adat. Hanya Sarma (Ghita Bhebhita) si anak kedua yang masih tinggal bersama kedua orang tuanya, mengurus mereka, dan bekerja sebagai PNS.

Sudah bertahun-tahun anak-anak Pak Domu dan Mak Domu tidak pulang dan menjadikan mereka rindu, tetapi Pak Domu tidak ingin mengalah dengan menyetejui pilihan hidup anak-anaknya. Maka, Pak Domu punya akal untuk mengajak Mak Domu pura-pura bertengkar sampai ingin bercerai. Berhasilkah rencana Pak Domu dan Mak Domu untuk membuat anak-anak mereka pulang?


Kelebihan

Ngeri-Ngeri Sedap merupakan film drama keluarga yang unik karena menampilkan potret keluarga Batak. Bahkan, mereka adalah keluarga Batak yang masih tinggal di pinggiran Danau Toba dan menjunjung adat. Ini seperti penyegaran ya, karena biasanya film keluarga itu Jawa sentris atau Jakarta sentris.

Aku suka banget melihat latar tempatnya, pemandangan Danau Toba yang sungguh cantik, megah, dan memukau. Kemudian, rumah-rumah tradisional juga menambah kesan bahwa keluarga Pak Domu itu masih lekat dengan adat. Aku bukan orang Batak, tetapi kata temanku yang orang Batak, film ini menampilkan budaya Batak dengan cukup detail. Pokoknya, film ini totalitas menunjukkan budaya Batak, bukan hanya gimik.

Elemen komedinya pun berhasil. Film ini bisa mengundang gelak tawa penonton. Yang aku suka, lelucon yang disampaikan itu smooth dan situasional, bukan lelucon yang sengaja dibuat untuk melucu. Mereka lucu dengan menjadi diri mereka, karakter mereka saja.

Berikutnya, aku suka banget perannya Tika Panggabean sebagai Mak Domu. Dia ibu yang bijaksana dan penuh kasih sayang. Banyak sekali small gestures yang dia tunjukkan untuk anak-anaknya. Kelihatan juga kerinduan dia kepada anak-anaknya. Kemudian, (spoiler alert) ekspresinya ketika dibawa piknik, itu menyiratkan kesedihan dan kerinduan yang dalam. Waktu dia bercerita dia lelah karena Pak Domu keras kepala dan membuat jarak di keluarga mereka, aku sebagai penonton jadi bisa ikut merasakan perasaannya.

Yang membuat hati mencelus lagi adalah tiap anak-anaknya bilang “mau pulang.” Itu mereka menyiratkan bahwa rumah orang tua mereka bukan lagi tempat pulang mereka. Setiap kali itu diucapkan, aku merasa sedih. Rupanya sudah sebesar itu jarak tercipta di keluarga mereka sampai anak-anaknya tidak merasa itu rumah (home) mereka lagi.

Walaupun film ini tentang keluarga Batak, konflik dan pesan yang ada di film ini tetap relatable ke penonton yang bukan Batak. Konflik antara Pak Domu dan anak-anaknya adalah pertidaksetujuan Pak Domu atas pilihan anak-anak mereka karena Pak Domu ingin agar anak-anaknya mengikuti adat Batak. Itu kan sesuatu yang juga terjadi di keluarga manapun—orang tua yang tidak setuju dengan pilihan anak-anaknya.

Pak Domu memilih untuk tidak mengalah dan bersikukuh atas keinginannya. Namun, yang keren adalah ucapan Mak Domu, “Aku juga tidak setuju dengan pilihan-pilihan kalian, tetapi bukan begitu caranya. Apa adat lebih penting daripada perasaan-perasaan kalian?” Mak Domu juga tidak setuju, tetapi daripada menjadi keras kepala dan menjauhkan anak-anaknya dari dirinya, dia lebih baik mengalah dan bicara baik-baik. Itu sikap yang keren karena kebanyakan orang tua punya egonya sendiri dan merasa paling tahu soal hidup anak-anaknya.

Di samping itu, keluarga Pak Domu memberikan insight tentang ego laki-laki sebagai pemimpin keluarga. Egonya Pak Domu membuat dia merasa berhak mengatur hidup anak-anaknya. Berkali-kali dia menyinggung bahwa dia yang telah menyekolahkan mereka. Egonya juga yang membuat dia tidak mau mendengar anak-anaknya. Misalnya, (spoiler alert) waktu sedang menelepon anak-anaknya, Pak Domu langsung menutup telepon ketika anak-anaknya mencoba menjelaskan keinginan mereka. (Spoiler alert) si Sahat, anak keempat, juga bilang bahwa Pak Domu sebagai ayahnya tidak pernah mau mendengarkan orang lain di keluarganya.

Namun anehnya, Pak Domu mau mendengarkan kata teman-temannya dan si pendeta. Berkali-kali dia berusaha menjaga kehormatan keluarga karena tidak mau jadi omongan orang. Itu memang bagus, tetapi ironis karena dia mau memikirkan perkataan orang lain, tetapi tidak perkataan anggota keluarganya sendiri. Dengan kata lain, dia mau keluarganya didikte masyarakat kampung situ, yang bukan keluarga intinya. Dan uniknya, itu bisa kita temukan di keluarga manapun, mungkin termasuk keluargamu.

Kemudian, ada lagi insight waktu Domu si anak pertama, dan Sarma, si anak kedua ngobrol. (Spoiler alert) Domu cerita bahwa dia tidak pernah mendapatkan afeksi dari ayahnya. Ayahnya tidak pernah menunjukkan cara laki-laki memperlihatkan kasih sayang kepada laki-laki lain, maka itu yang membuatnya sulit akur dengan adik-adik laki-lakinya. Sementara, ayahnya biasa menunjukkan afeksi ke Sarma, maka dia tahu cara bersikap ke perempuan sehingga bisa akur dengan Sarma. Itu insight yang menarik sekali karena banyak sosok ayah yang keras ke anak laki-lakinya sehingga mereka juga jadi keras ke sesama laki-laki. Kemudian, didikan seperti itulah yang membuat afeksi antarlaki-laki, bahkan yang sederhana sekalipun, terasa canggung.

Di film ini, yang plot twist adalah Sarma. Confession-nya itulah yang paling membuat hati mencelus, merasa sedih sekali. Aku tidak menyangka dia menahan masalah seberat itu sendiri. Dari situ, kita melihat bahwa male entitlement di keluarga bersifat toksik. Ketika para laki-laki beradu ego, para perempuan yang mengalah dan tetap harus melayani. Paling sakit rasanya ketika Sarma bilang, “Abang bilang supaya aku memikirkan diri sendiri. Tapi kalau aku memikirkan diri sendiri, siapa yang memikirkan Bapak dan Omak?”

Namun, di satu sisi, sikap Pak Domu dapat dimengerti karena dia besar di kampung itu saja. Berbeda dengan anak-anaknya yang merantau ke Jawa dan bertemu dengan beragam suku dan budaya, Pak Domu cuma tahu adat Batak. Maka dari itu, wawasan Pak Domu sempit dan pikirannya tidak seterbuka anak-anaknya. Dia pikir dia sudah melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya. Sampai akhirnya, dia dinasihati oleh Omaknya sendiri: “Cara Bapakmu berhasil untuk mendidik anak-anak seperti kamu, yang cuma sekolah sampai SMP. Tapi itu tidak akan berhasil untuk anak-anak seperti anak-anakmu, yang sekolah jauh. Jadi orang tua tidak pernah tamat, harus belajar terus.”

 

Kelemahan

Kelemahan utamanya adalah nasib Sarma. Ketika saudara-saudaranya mendapatkan akhir yang paid-off, Sarma tidak jelas nasibnya seperti apa. (Spoiler alert) dia berhenti dari pekerjaannya, lalu apa? Aku harap setidaknya, dia bisa mengejar cita-citanya sekolah masak di Bali. Pokoknya, justice for Sarma.

Kemudian, saat bagian Pak Domu mencoba berbaikan dengan anak-anaknya, cara dia berbaikan dengan Gabe si anak ketiga itu agak lain. Ketika Pak Domu mencoba memahami Domu dan Sahat, dia dapat insight dari orang ketiga yang memberitahunya seperti apa yang membuat bahagia kedua anaknya. Namun, waktu berbaikan dengan Gabe, itu tidak terjadi. Hanya begitu saja Gabe memaafkan ayahnya. Bagian penyelesaian Gabe terkesan tidak semanis yang lainnya.

Terakhir, (spoiler alert) waktu adegan yang long shot, itu kan semua menangis, tetapi aku melihat ekspresinya Domu, Gabe, dan Sahat seperti kurang menjiwai. Nangisnya lebay, tetapi tidak tulus. Padahal, seharusnya itu bisa jadi adegan yang memorable dari film ini.

 

Kesimpulan

Ngeri-Ngeri Sedap adalah film keluarga yang amat keren. Film ini memberi warna baru dengan menampilkan keluarga Batak, lengkap dengan kebudayaannya. Walaupun ini tentang keluarga Batak, orang dari suku manapun tetap relate dengan konfliknya. Bahkan, ada banyak insight dan pesan moral yang bisa diambil dari film ini. Aku memberi skor 8/10 untuk Ngeri-Ngeri Sedap. Oh iya, kalau bisa, kalian menonton film ini dengan teman kalian yang orang Batak ya, supaya mereka bisa menjelaskan ke kalian kalau ada yang membingungkan.

Oh iya, kalau ada tulisanku yang keliru atau kurang berkenan mengenai kebudayaan Batak, aku minta maaf. 

Kalian bisa menonton Ngeri-Ngeri Sedap di Netflix. Kalau kalian tertarik dengan filmnya, kalian bisa menonton trailer-nya dulu di bawah ini.


 ***



***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!

Komentar