A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Till We Meet Again: Ketika Genre Romantis, Drama, Komedi, dan Horor Digabungkan ke Satu Film tentang Cinta Segitiga

Identitas Film

Judul

:

Till We Meet Again

Sutradara

:

Giddens Ko

Tanggal rilis

:

8 Juli 2021 (Taiwan), 12 Januari 2022 (Indonesia)

Rumah produksi

:

Machi Xcelsior Studios

Penulis naskah

:

Giddens Ko (screenplay)

Durasi tayang

:

2 jam 8 menit

Pengisi suara

:

Kai Ko, Vivian Sung, Gingle Wang

Genre

:

Fantasi, romantis, drama, komedi, supranatural, horor, action

 

Sinopsis

Ah-Lun Shi (Kai Ko) tewas tersambar petir. Setelah mati, jiwanya pergi ke dunia bawah[1] tempat amalannya selama di dunia dinilai. Di dunia bawah, amalan manusia direpresentasikan dalam bentuk gelang manik-manik, yang warna putih adalah amal baik dan yang warna hitam adalah amal buruk. Jumlah manik putih dan hitam tersebut akan menentukan reinkarnasi orang tersebut. Makin banyak warna hitam, orang itu akan bereinkarnasi menjadi makhluk rendah, begitu pula sebaliknya.

Ah-Lun memiliki lebih banyak manik hitam pada gelangnya, tetapi dia punya kesempatan untuk menambah jumlah manik putihnya sebelum bereinkarnasi, yaitu dengan bekerja sebagai dewa-dewi. Kemudian, Ah-Lun memilih untuk bekerja sebagai dewa cinta bersama mitranya, Pinky (Gingle Wang). Tugas para dewa cinta ialah mengikatkan benang merah pada manusia-manusia untuk menjodohkan mereka.

Ketika menjalankan tugasnya sebagai dewa cinta di dunia, Ah-Lun bertemu dengan cintanya semasa hidup, Xiao Mi (Viviang Sung).  Rupanya, Mi masih belum bisa melupakan Ah-Lun, begitu pula Ah-Lun yang belum bisa melupakan Mi. Hal itu membuat Pinky cemburu karena dia juga suka pada Ah-Lun. Bagaimanakah jadinya nasib cinta segitiga mereka?


Kelebihan

Sekadar informasi, Till We Meet Again adalah film Taiwan karya Giddens Ko, yang dulu pernah membuat film “You Are the Apple of My Eye” (2011). Film Till We Meet Again sendiri memiliki judul orisinal “Yue Lao” yang artinya Dewa Cinta, yang merupakan adaptasi dari buku karya Giddens Ko sendiri dengan judul yang sama.

Film ini sangat keren karena menggabungkan berbagai genre film di dalamnya. Ada romantis, drama, komedi sampai horor dan action juga. Film ini seperti sebuah eksperimen Giddens Ko, yang rupanya berhasil. Unsur-unsur dari setiap genre tersebut dapat ditampilkan dengan baik dan berkesan. Drama romantisnya ada, komedi romantisnya ada, ketegangan horornya juga ada. Pokoknya, paket komplit deh.

Omong-omong soal drama romantisnya film ini, itu terasa sedih banget, yang mungkin akan mengingatkan kalian pada “You Are the Apple of My Eye.”  Cara filmnya yang menggunakan berbagai sudut pandang untuk menceritakan drama tersebut bisa membuat penonton turut merasakan emosi setiap tokoh. Di satu sisi, penonton akan merasa kasihan melihat kisah cinta Ah-Lun dan Mi, tapi di sisi lain, penonton juga dapat merasa kasihan pada Pinky yang menjadi orang ketiga. Ditambah lagi, kehadiran Kurumi si anjing juga dapat mengingatkan kalian pada anjing Hachiko. Sanranku: kalau kalian orang yang cengeng saat nonton film, kalian harus siap-siap saja akan menangis ketika menonton film ini.  

Sementara untuk komedinya, aku melihatnya pas, tidak berlebihan. Film ini tidak perlu dialog-dialog lucu atau sarakstik untuk melawak. Komedi di film ini kebanyakan muncul dari karakter Ah-Lun dan Pinky yang memang absurd dan kocak. Maka dari itu, kelakuan mereka saja sudah bisa membuat penonton tertawa, tidak perlu dipaksa melucu. Itu membuat lawakan-lawakan di film ini terasa lebih natural. Akan tetapi, ada adegan komedi yang bisa jadi disturbing untuk beberapa orang.

Kemudian, hal bagus lain dari film ini ialah alurnya. Selain treatment-nya yang menyuguhkan sudut pandang tiap tokoh, film ini memiliki jalan cerita yang tidak bisa ditebak. Di awal, kamu mungkin berpikir kamu punya gambaran akhir film ini akan seperti apa, tetapi saat cerita sudah makin jauh, akhir film ini jadi makin buram, bukan makin jelas.

Selain itu, sepanjang filmnya, terdapat hal-hal sepele yang ternyata menyiratkan informasi penting. Ada pula fakta-fakta tak terduga yang membuat plot twist terus-menerus. Itu menjadikan film ini tidak hanya keren karena menggabungkan berbagai genre, tetapi juga karena memberikan cerita yang dapat memantik rasa penasaran dan menghibur penonton.

Selanjutnya, yang lebih keren lagi ialah film ini juga memberikan pesan moral agar kita berbuat baik kepada sesama makhluk tuhan, yang dalam hal ini adalah binatang. Aku sebenarnya tidak menyangka bahwa cerita yang absurd tapi keren ini rupanya bisa mengandung pembelajaran seperti itu. Pesan moral tersebut sebenarnya sudah terlihat sejak diberi tahu bahwa manusia bisa saja bereinkarnasi jadi binatang. Kemudian, pesan moral tersebut dipertegas lagi di adegan-adegan lainnya dalam film ini—yang kalian sebaiknya tonton sendiri kalau ingin tahu.

 

Kelemahan

Walaupun unsur drama, romantis, dan komedi film ini bagus dan berkesan, unsur horor dan action-nya agak terasa out of place, terutama yang action. Elemen horor dan action film ini sebenarnya tidak harus ada karena tidak berhubungan langsung dengan konflik utama film. Itu justru membuat film ini terasa berlebihan di beberapa bagian.

Selain itu, bagian-bagian awal film ini yang menceritakan segala aturan dunia bawah itu agak membingungkan. Bagian itu berlalu agak cepat, tetapi penuh sekali dengan informasi. Ditambah lagi, konsep dunia bawahnya itu berdasarkan sistem kepercayaan orang-orang Tionghoa, yang mungkin kurang familiar bagi sebagian orang. Namun, cara penyampaiannya yang dibumbui dengan candaan-candaan malah membuat informasi-informasi tersebut sulit dimengerti, dan makin membuat bingung. Maka dari itu, waktu cerita sudah berjalan cukup jauh, aku pribadi bingung dewa ini siapa dan tugasnya apa karena tidak dijelaskan dengan baik di awal.

 

Kesimpulan

Till We Meet Again adalah film yang unik karena memadukan berbagai genre ke dalam satu film sehingga tampak seperti eksperimennya Giddens Ko selaku sutradaranya. Namun, Till We Meet Again adalah eksperimen yang berhasil. Elemen-elemen dari tiap genre tersebut berkesan sekali, walau untuk yang horor dan action agak kurang tepat sasaran. Akan tetapi, drama cinta segitiga Ah-Lun, Mi, dan Pinky serta berbagai kelucuan mereka bertiga dapat membuat penonton terlarut dalam cerita. Ditambah dengan alurnya yang rapih dan tak tertebak, film ini sangat wajib masuk daftar tontonan kalian. Untuk itu, aku memberikan skor 9,1/10 untuk Till We Meet Again.

Kalian bisa menonton Till We Meet Again di Disney+ Hotstar. Kalian bisa menonton trailer filmnya di bawah ini.

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!



[1] Dunia bawah adalah istilah yang digunakan untuk menyebut alam kematian dalam berbagai kepercayaan kuno. 

Komentar