A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Keajaiban Toko Kelontong Namiya: Seharusnya Judulnya "Keajaiban Toko Kelontong Namiya dan Rumah Perlindungan Anak Taman Muramatsu"

Identitas Buku

Judul

:

Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Penulis

:

Keigo Higashino

Penerjemah

:

Faira Ammadea

Penyunting

:

Pandam Kuntaswari

Penerbit

:

PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit

:

2020

Cetakan

:

VI

Tebal

:

400 halaman

Harga

:

Rp130.000,-

ISBN

:

9786020648293

Genre

:

Drama, low fantasy, fantasi kontemporer, misteri

 

Tentang Penulis

Keigo Higashino adalah penulis yang lahir di Jepang pada 4 Februari 1958. Dia adalah lulusan Fakultas Teknik di Osaka Prefecture University. Sebelum jadi penulis, dia bekerja sebagai insinyur. Dia memulai karir menulisnya dengan menulis novel sewaktu dia menjadi insinyur. Kesuksesannya sebagai penulis membuatnya memutuskan untuk berhenti sebagai insinyur dan fokus pada karir menulisnya.

Karya-karya Keigo Higashino sudah dijual dan diterjemahkan ke berbagai negara. Dia terkenal berkat novel-novel misterinya, seperti “Malice” (1996) dan “Black Showman dan Pembunuhan di Kota Tak Bernama.” Selain novel misteri, Keigo Higashino juga menulis novel-novel terkenal dari genre lain, seperti “Keajaiban Toko Kelonton Namiya” (2012) yang bergenre drama dan fantasi.

Sebagai seorang penulis, Keigo Highashino telah meraih banyak penghargaan. Dia meraih penghargaan Naoki Prize untuk Novel Terbaik atas bukunya “The Devotion of Suspect X” (2005). Dia juga pernah meraih penghargaan Japan Mystery Writer Association Award atas bukunya Himitsu (1998) di tahun 1999. Selain itu, dia pernah meraih penghargaan Edogawa Rampo Prize, sebuah award tahunan untuk novel misteri di Jepang, atas bukunya “Hōkago” (1985).

 

Sinopsis

Tiga orang pemuda: Atsuya, Shota, dan Kohei sedang melarikan diri setelah mencuri. Mobil yang mereka gunakan untuk kabur mogok, maka mereka terpaksa bersembunyi di sebuah rumah tua tak berpenghuni. Dari penampilannya, rumah tersebut juga digunakan sebagai toko kelontong—Toko Kelontong Namiya namanya.

Tidak ada yang tampak istimewa dari rumah tersebut, tetapi tetap ada yang janggal. Kemudian, tiba-tiba ada sepucuk surat misterius dimasukkan ke rumah itu. Sepucuk surat anonim itu untuk Toko Kelontong Namiya yang berisi curhat. Itu bukan surat biasa karena surat itu akan membawa ketiga pemuda tersebut melintasi waktu dan membuat keajaiban.

 

Kelebihan

Keajaiban Toko Kelontong Namiya mempunyai ide cerita yang unik. Ide ceritanya yang ada unsur surat-menyurat mengingatkanku pada manga/anime “Orange” dan novel ringan/anime “Violet Evergarden.” Sama seperti kedua cerita tersebut, Keajaiban Toko Kelontong Namiya juga fokus pada emosi masing-masing tokoh. Para tokoh mencurahkan kegalauan dan perasaan mereka melalui surat dan isi surat-surat tersebut merupakan salah satu bagian yang menyentuh dari buku ini.

Oh iya, buku ini terbagi menjadi lima bab dan setiap bab menceritakan satu kasus yang berbeda. Setiap kasus menceritakan satu tokoh pendukung dengan masalah mereka sendiri-sendiri yang dikonsultasikan kepada Toko Kelontong Namiya. Yang aku suka ialah setiap kasus mempunyai masalah yang sama menariknya. Eh, bahkan sebenarnya, setiap kasus di buku ini lebih menarik daripada kasus sebelumnya—jadi ada kesan bertumbuh. Itu menjadikan cerita di buku ini begitu page-turning.

Bagiku pribadi, kasus yang paling aku suka adalah kasusnya si Musisi Toko Ikan. Aku tidak menyangka cerita dia akan berakhir seperti itu. Selesai membacanya, mataku berkaca-kaca dan speechless. Kasus yang lain juga menarik dan emosional, tetapi tidak ada yang seberkesan cerita si Musisi Toko Ikan.

Selain itu, cerita dalam buku ini tidak hanya disajikan dari perspektif satu tokoh, melainkan semua tokoh. Pembaca jadi dapat mengerti sudut pandang masing-masing tokoh atas kasus yang sedang diceritakan. Secara tidak langsung, buku ini mengajak kita untuk mengerti masalah orang tidak hanya dari sudut pandang sendiri sebagai pengamat atau teman curhat, tetapi dari sudut pandang orang yang mengalami masalahnya.

Namun, yang membuatku paling amazed adalah bagaimana Keigo Higashino menyatukan semua kasus. Awalnya, aku pikir setiap kasus itu terpisah, seperti di “Violet Evergargen”, tetapi ternyata setiap kasus memiliki keterhubungan. Keigo Higashino berhasil merangkai perjalanan setiap tokoh sedemikian rupa sehingga keterhubungan cerita mereka tidak terkesan “bertabrakan.” Semua orang di dalam buku ini seperti ada di jaring laba-laba yang sama, saling terhubung dan memengaruhi—mengingatkanku pada “Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh” (2000) karya Dee Lestari.

Awalnya aku merasa bosan karena ada unsur yang repetitif di setiap kasus, (spoiler alert) yaitu Rumah Perlindungan Anak Taman Marumatsu. Hal itu membuat cerita buku ini mudah ditebak. Waktu aku membaca, aku berpikir “apa ini akan ada hubungannya dengan Taman Marumatsu?” dan rupanya iya. Namun, ternyata nanti akan dijelaskan hubungannya Taman Marumatsu dengan Toko Kelontong Namiya. Itu menarik sekali, actually. Aku rasa judul buku ini bisa diubah menjadi “Keajaiban Toko Kelontong Namiya dan Rumah Perlindungan Anak Taman Muramatsu.”

Di samping itu, bahasa yang digunakan Keigo Higashino mudah sekali dipahami dan ringan. Dia menuturkan cerita dengan teratur dan fokus, tidak ada peristiwa-peristiwa yang tidak penting. Detail-detail sederhana dalam cerita ini pun ternyata akan berpengaruh dan muncul lagi nantinya, termasuk muncul di kasus yang lain. Deskripsi detailnya jadi terasa tidak sia-sia.

Kemudian, aku pikir, orang-orang yang suka dijadikan teman curhat harus membaca buku ini. Mungkin kalian ragu apakah masukan atau nasihat kalian berguna bagi teman-teman kalian atau tidak. Namun, dari buku ini aku belajar bahwa tidak masalah apakah masukan dan nasihat kalian berguna atau tidak, apakah teman kalian mengikuti nasihat kalian atau tidak, karena itu semua kembali lagi pada orang tersebut sebagai pembuat keputusan. Namun, kebersediaan kalian untuk mendengar curhat mereka dan effort kalian untuk merespons dengan sungguh-sungguh sudah bagus sekali. Kalian tidak harus menjadi pembuka pintu keluar bagi masalah teman-teman kalian, kalian cukup jadi penuntun jalan yang bersedia mendengar dan merespons.

Aku pun kagum dengan sosok Namiya-san, si pemilik Toko Kelontong Namiya. Dia tidak pernah meremehkan masalah orang-orang yang berkonsultasi kepadanya. Dia juga tidak menghakimi orang-orang itu, apapun masalah mereka dan seremeh apapun masalah mereka. Seharusnya, kita bisa meniru Namiya-san yang tidak meremehkan masalah orang lain dan justru menanggapinya dengan serius karena masalah setiap orang berbeda-beda. Masalah sepele bagi satu orang bisa jadi masalah besar bagi orang lain—yang dibutuhkan untuk mengerti itu adalah simpati.

 

Kelemahan

Yang terasa kurang dari cerita ini adalah akhirnya. Aku merasa akhir buku ini masih belum selesai, masih ada sesuatu yang seharusnya bisa diceritakan. Di penghujung cerita, kita tahu bahwa (spoiler alert) Taman Marumatsu sedang mengalami masalah manajerial dan salah satu tokoh di buku ini, yakni Harumi hendak menyelesaikan itu. Namun, cerita berakhir tanpa menceritakan penyelesaian masalah tersebut.

Sampul "Keajaiban
Toko Kelontong Namiya"
versi negara lain

Kemudian, seharusnya ada sedikit cerita tentang perkembangan karakter Atsuya, Shota, dan Kohei di akhir cerita. Cerita berakhir begitu saja (spoiler alert) setelah mereka keluar dari Toko Kelontong Namiya di pagi hari. Aku berharap setelah itu, ada adegan mereka bertiga membebaskan Harumi dan meminta maaf agar terlihat perkembangan karakter mereka. Sayangnya, itu tidak ada.

Berikutnya, ini adalah kekurangan yang sepele, yaitu ketiadaan ilustrasi Toko Kelontong Namiya itu sendiri. Aku melihat sampul novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya versi negara lain (tapi aku tidak tahu apakah itu versi di Jepang atau bukan) yang menggambarkan ilustrasi Toko Kelontong Namiya. Gambar tersebut mempermudah pembaca untuk menggambarkan toko tersebut dalam imajinasinya. Ilustrasi toko tersebut tidak harus ditaruh di sampul—karena sampul yang versi bahasa Indonesia ini sudah bagus menurutku. Ilustrasi tersebut dapat ditaruh di dalam buku di halaman sebelum masuk bab pertama.

 

Kesimpulan

Keajaiban Toko Kelontong Namiya merupakan novel asal Jepang yang sangat menyentuh hati. Dengan gaya penulisan yang ringan, cerita yang penuh emosi dari berbagai perspektif ini jadi mudah dinikmati. Ceritanya pun dipenuhi keajaiban, sesuai judulnya, sehingga kalian tidak akan menduga apa yang akan terjadi pada setiap tokoh serta bagaimana kisah mereka berakhir. Yang kurang mungkin adalah akhir ceritanya, tetapi itu sepele sekali dibandingkan dengan keajaiban-keajaiabn yg ada di buku ini. Aku memberikan skor 9/10 untuk Toko Kelontong Namiya. 

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!

Komentar