A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Polusi Plastik Merugikan Kita Semua (part 2)

Sebelumnya

 

Polusi Plastik Merugikan Kita Semua

Plastik yang mulanya adalah terobosan, sekarang menjadi sumber masalah


Merusak dan Merugikan Wilayah Perkotaan

Gambar 10: Seorang anak mencari sampah besi di Kanal Banjir Barat Sungai Ciliwung, Jakarta.
Sumber: Garry Andrew Lotulung/
Kompas.com

Jumlah sampah di kota seperti di Jakarta sudah terlalu banyak dan tidak masuk akal. Saking banyaknya, sampah tersebut berserakan di berbagai tempat, seperti di jalan, depan bangunan, dan saluran air. Di Jakarta, sungai, kali, dan saluran air yang dipenuhi sampah sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Padahal, warga Jakarta sendiri tahu bahwa sungai yang penuh sampah merupakan sumber masalah. Sampah-sampah tersebut akan mengurangi kapasitas sungai dan kali sehingga saat hujan turun, akan terjadi banjir.

Gambar 11: Pertumbuhan kunjungan turis internasional di Bali sampai dengan tahun 2018 dan jumlah sampah di Bali yang dikelola dan tidak.
Sumber: Monica Serrano/
National Geographic

Selain banjir, sampah plastik yang berserakan tersebut juga akan mengurangi keindahan kota dan itu berpengaruh buruk terhadap sektor pariwisata di kota tersebut. Sebagai contoh, provinsi Bali adalah provinsi yang sektor pariwisatanya terdampak oleh polusi plastik. Dikutip dari National Geographic, Bali adalah salah satu provinsi di Indonesia yang sektor pariwisatanya berkembang pesat sekali yang terlihat dari meningkatnya jumlah kunjungan turis lokal dan internasional. Akan tetapi, peningkatan kunjungan turis tersebut diikuti dengan peningkatan sampah plastik yang berserakan.

Pantai-pantai Bali yang indah menjadi kotor akibat sampah plastik yang berserakan. Hal tersebut berdampak negatif bagi pariwisata di sana sehingga ada opportunity cost[1] karena pemerintah daerah, masyarakat, dan wisatawan tidak mengelola sampah dengan baik. Biaya tersebut masih ditambah lagi dengan biaya yang dikeluarkan pemerintah daerah dan pengelola wisata untuk membersihkan sampah tersebut. Dengan begitu, daerah-daerah yang berhadapan dengan polusi plastik seperti Bali dan Jakarta akan mengalami kerugian ekonomi di sektor pariwisata.

Bukan hanya banjir dan kerugian sektor pariwisata, dampak buruk akibat sampah plastik lainnya ialah pencemaran sumber air bersih di perkotaan yang dapat meningkatkan risiko kesehatan apabila dikonsumsi. Mikroplastik dapat ditemukan di air bersih yang digunakan orang-orang sehari-hari, seperti air keran dan air minum botolan. Berdasarkan sebuah laporan dari WHO, mikroplastik ditemukan di perairan air tawar dengan konsentrasi 0 sampai 1.000 partikel/liter. Di dalam laporan yang sama, disebutkan bahwa konsentrasi mikroplastik dalam air minum—yang dilaporkan dalam beberapa sampel individual—bervariasi pada kisaran 0 sampai lebih dari 10.000 partikel/liter dengan nilai rata-rata pada kisaran 0,001 partikel/liter (dari sebuah sampel yang diambil dari air tanah) sampai 1.000 partikel/liter—itu menandakan bahwa air tanah lebih tidak terkontaminasi polusi plastik.

Sementara itu, studi lain menunjukkan bahwa partikel plastik ditemukan di air keran dengan konsentrasi 0 sampai 57 partikel/liter dengan nilai rata-rata 4,34 partikel/liter (Kosuth, et al., 2017). Studi tersebut menjadikan air keran di Jakarta sebagai salah satu sampel dan menyebutkan bahwa persentase partikel plastik dalam air keran di Jakarta adalah 76%. Yang patut dikhawatirkan dari fakta-fakta tersebut ialah risiko kesehatan yang mungkin timbul dalam jangka panjang akibat tidak sengaja mengonsumsi partikel plastik tersebut.

Bahaya dan Kerugian Akibat Mikroplastik

Mikroplastik adalah segala jenis plastik berukuran 5 milimeter sampai dengan 1 mikrometer (Technical University Munich, 2019). Kemudian, ada pula submikroplastik, yakni plastik berukuran lebih kecil dari 1 mikrometer sampai dengan 100 nanometer, serta nanoplastik, yakni plastik berukuran lebih kecil dari 100 nanometer. Mikroplastik, submikroplastik, dan nanoplastik berasal dari plastik berukuran lebih besar yang terurai menjadi lebih kecil. Terurai yang dimaksud ialah hanya terpecah menjadi ukuran lebih kecil, tapi komposisi kimianya masih plastik, bukan terdekomposisi. Plastik dapat terurai karena sinar matahari, ombak, angin, dan panas. Untuk menyederhanakan istilah, istilah mikroplastik akan digunakan untuk merujuk pada mikroplastik, submikroplastik, dan nanoplastik.

Walaupun ukurannya jauh lebih kecil daripada plastik biasanya, mikroplastik juga bisa menimbulkan masalah. Mikroplastik dapat ditemukan di laut, darat, dan udara. Mikroplastik di laut sering kali tidak sengaja dimakan hewan laut seperti ikan, burung laut, kerang, dan penyu. Dikutip dari National Geographic, mikroplastik yang tertelan tersebut dapat memblokir saluran pencernaan, mengurangi nafsu makan, dan mengubah perilaku memberi makan (feeding behavior) pada hewan-hewan laut sehingga memengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan mereka (Royte, 2018).

Gambar 12: Polusi mikroplastik di lautan.
Sumber: Tunatura/EcoWatch

Kemudian, diambil dari sumber yang sama, sebuah penelitian mengatakan bahwa ikan yang terkontaminasi mikroplastik berbahan polyethylene mengalami kegagalan fungsi hati yang lebih parah daripada ikan yang terkontaminasi plastik perawan (resin plastik dari bahan petrokimia yang belum digunakan atau diproses, atau bisa dibilang bahan plastik mentah). Dengan begitu, kerja hati pada ikan akan terganggu sehingga tidak bisa berfungsi untuk detoksifikasi, metabolisme, dan lainnya. Di samping itu, penelitian lainnya mengungkapkan bahwa tiram yang terkontaminasi mikroplastik berbahan polystryne (bahan plastik untuk wadah makanan, seperti Tupperware) menghasilkan telur lebih sedikit dan sperma yang kurang motil.

Manusia juga harus mewaspadai dampak buruk mikroplastik, apalagi mengingat mikroplastik dapat masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi. Misalnya, ketika kita mengonsumsi ikan yang terkontaminasi mikroplastik, partikel plastik tersebut bisa masuk ke tubuh kita juga. Air mineral botol pun bisa mengandung mikroplastik. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, dalam sebuah laporan dari WHO, terdapat partikel mikroplastik di dalam air minum—dari sampel berupa air minum botol, air keran, dan air tanah—sebanyak 0 sampai dengan 10.000 partikel/liter (World Health Organization, 2019).

Gambar 13: Air mium kemasan botol yang biasa diminum orang-orang juga mengandung mikroplastik.
Sumber:
TimeMagazine

Namun, apakah mikroplastik berbahaya bagi kesehatan manusia? Jawabannya adalah belum jelas. Sampai saat ini, belum ada penelitian yang bisa memastikan apakah mikroplastik bisa membahayakan kesehatan manusia atau tidak. Walaupun mikroplastik masuk ke jaringan tubuh tertentu pada manusia, hal tersebut tidak menunjukkan toxicity. Belum ada bukti mengenai gangguan kesehatan manusia akibat mikroplastik. Akan tetapi, sebaiknya kita tetap berhati-hati karena mungkin saja dalam jangka panjang, gangguan-gangguan kesehatan tersebut baru akan menunjukkan gejalanya. Mungkin saja, ketika mikroplastik dalam tubuh kita sudah mencapai kadar tertentu, gangguan-gangguan kesehatan baru akan muncul. Untuk saat ini, penelitian lebih lanjut masih diperlukan.

Di samping partikel plastiknya, bahan kimia campuran dalam produk plastik, seperti BPA dan phthalate, juga perlu dikhawatirkan sebab dapat mengganggu sistem hormon (North & Halden, 2013). Sudah ada beberapa studi pada hewan tentang efek kontaminasi BPA dan phthalate yang menunjukkan pengaruh buruk terhadap kesehatan dan reproduksi, seperti kematangan seksual yang lebih dini, penurunan kesuburan pada laki-laki, dan perilaku agresif. Kemudian, studi lain terhadap phthalate menunjukkan bahwa zat kimia tersebut bisa menimbulkan efek negatif bagi tubuh, seperti perubahan pada sistem reproduksi laki-laki dan perempuan, peningkatan lingkar pinggang, dan resistensi insulin.

Akan tetapi, walaupun beberapa studi tersebut telah menunjukkan efek negatif BPA dan phthalate terhadap sistem hormon, pertumbuhan, dan reproduksi hewan dan manusia, studi terhadap manusia masih kurang sehingga belum dapat disimpulkan dengan pasti apa efek BPA dan phthalate terhadap kesehatan manusia (Meeker, et al., 2009). Masih diperlukan lebih banyak penelitian yang lebih andal terhadap manusia untuk memastikan efek kedua zat tersebut terhadap kesehatan. Namun, saat ini terdapat kendala dalam pengumpulan data karena orang-orang hanya terpapar zat kimia tersebut dalam kadar yang kecil sekali dan itupun tidak sama pada setiap orang. Peneliti pun tidak mungkin meminta orang untuk mengonsumsi BPA dan phthalate secara sukarela.

Biarpun dampaknya pada kesehatan manusia belum terlihat, mikroplastik memiliki dampak buruk secara ekonomi bagi manusia. Mikroplastik yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan, kerang, dan hewan-hewan laut lainnya akan memengaruhi mata pencaharian orang-orang pesisir, seperti nelayan dan pengelola akuakultur. Polusi plastik di laut mengurangi ketersediaan ikan untuk ditangkap serta menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan terhadap ikan di tempat budi daya—hal itu semakin diperparah oleh krisis iklim dan overfishing.[2] Oleh karenanya, mikroplastik bisa mengurangi jumlah tangkapan ikan oleh nelayan dan panen ikan oleh pembudi daya, baik dari sisi jumlah maupun berat. Hal tersebut akan memengaruhi pendapatan para nelayan dan pengelola akuakultur, terutama yang masih menggunakan metode tradisional. Pada akhirnya, polusi plastik akan berpengaruh juga terhadap produktivitas sektor perikanan.

Gambar 14: Polusi plastik di wilayah pesisir Jakarta mengancam mata pencaharian para nelayan tradisional di sana. Sumber: Andi Sagita/ConversationStrategy Fund

Kesimpulan

Manusia telah berhasil menciptakan bahan sintetis bernama plastik yang begitu praktis, murah, dan berkualitas baik. Bahan sintetis tersebut telah membantu manusia dalam berbagai hal, mulai dari kebutuhan perang sampai beberlanja. Akan tetapi, sekarang manusia menjadi ketergantungan terhadap plastik dan menganggapnya cuma-cuma.  Kini, plastik ada di mana-mana dan planet kita sedang tenggelam di dalamnya.

Ketergantungan manusia terhadap plastik telah memunculkan masalah yang sebelumnya belum pernah ada, yaitu polusi plastik. Oleh karena tidak dikelola dengan baik, plastik yang menjadi sampah mencemari lingkungan dan mengganggu kehidupan spesies lain. Di dalam laut, sampah plastik membunuh hewan-hewan laut dan mengganggu pertumbuhan dan reproduksi mereka. Di darat, sampah plastik juga mengganggu hewan-hewan darat dan mencemari air bersih. Bahkan, plastik di dalam tanah juga mengganggu pertumbuhan dan produktivitas tumbuh-tumbuhan. Itu semua akan berdampak buruk kembali ke manusia, seperti kerugian ekonomi di sektor perikanan dan pertanian. Di samping itu, sampah plastik di wilayah perkotaan akan meningkatkan risiko terjadinya banjir, mengurangi keindahan kota, serta mencemari air bersih. Akibatnya adalah kerugian ekonomi di sektor pariwisata serta peningkatan risiko kesehatan bagi manusia yang meminum air yang terkontaminasi plastik.

Selain plastik yang berukuran besar, ada juga mikroplastik, submikroplastik, dan nanoplastik yang tak terlihat oleh manusia, tetapi juga memiliki bahayanya sendiri bagi kehidupan kita. Partikel plastik yang begitu kecil tersebut ada di mana-mana, baik di darat, di laut, di perairan tawar, di udara, di dalam tubuh hewan, di dalam makanan, dan di dalam tubuh kita. Mikroplastik telah terbukti berefek buruk bagi kesehatan ikan di laut dan pertumbuhan tumbuhan, tetapi belum terbukti berefek buruk bagi kesehatan manusia. Walaupun begitu, bukan berarti manusia bisa tenang karena ada zat campuran plastik, seperti BPA dan phthalate yang terlepas saat plastik terurai. Zat-zat kimia tersebut bisa terkonsumsi oleh manusia dan telah terbukti menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, terutama pada sistem hormon, pertumbuhan, dan reproduksi. Akan tetapi, tetap masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk itu.

Masalah plastik juga bukan hanya soal pengelolaan sampahnya, tetapi juga soal produksi dan konsumsinya. Konsumsi plastik global terus meningkat sehingga mendorong produksinya meningkat pula. Padahal, plastik terbuat dari minyak bumi yang tidak ramah lingkungan. Proses memproduksi plastik serta mengolahnya menjadi produk plastik itu sangatlah intensif energi dan emisi. Industri plastik pun dikatakan menyumbang emisi CO2 sebanyak dua kali lipat emisi industri penerbangan global.

Jadi, sampah plastik bukan hanya mengancam keselamatan spesies nonmanusia, tetapi juga mengancam keselamatan manusia itu sendiri. Plastik yang mulanya adalah terobosan, sekarang menjadi sumber masalah. Masalah yang ditimbulkan plastik bukan hanya mengancam keanekaragaman hayati dan lingkungan, tetapi juga menimbulkan kerugian sosial ekonomi bagi manusia, terutama di sektor kesehatan, pariwisata, perikanan, dan pertanian. Polusi plastik tidak hanya merugikan ikan di laut, tumbuhan di lahan pertanian, hewan yang sedang mencari makan, atau penduduk di negara tertentu, tetapi itu merugikan kita semua yang hidup di planet ini.

Sebelumnya


Referensi

Kosuth, M., Wattenberg, E. V., Mason, S. A., Tyree, C., & Morrison, D. (16 Mei 2017). Synthethic polymer contamination in global drinking water. Orb Media. https://orbmedia.org/stories/Invisibles_final_report/multimedia

Mathieu-Denoncourt, J., Wallace, S. J., de Solla, S. R., & Langlois, V. S. (2015). Platicizer endocrine disruption: Highlighting developmental and reproductive effects in mammals and non-mammalian aquatic species. General and Comparative Endocrinology, 219, 74-88. doi:https://doi.org/10.1016/j.ygcen.2014.11.003

Meeker, J. D., Sathyanarayana, S., & Swan, S. H. (2009). Phthalates and other additive in plastics: Human exposure and associated health outcomes. Phil. Trans. R. Soc. B, 364, 2097-2113. doi:https://doi.org/10.1098/rstb.2008.0268

Moharam, R., & Maher, A. A. (2014). The impact of plastic bags on the environment: A field survey of the City of Sana'a and the surrounding areas, Yemen. International Journal of Engineering Research and Reviews, 2, 61-69. https://www.researchgate.net/publication/268686081

North, E. J., & Halden , R. U. (2013). Platics and environmental health: The road ahead. Reviews on Environmental Health, 28(1), 1-8. doi:https://dx.doi.org/10.1515%2Freveh-2012-0030

Parker, L. (7 Agustus 2020). Microplastics have moved into virtually every crevice on Earth. National Geographic. https://on.natgeo.com/2UXNvLV

Royte, E. (Juni 2018). We know plastic is harming marine life. What about us? National Geographic. https://www.nationalgeographic.com/magazine/2018/06/plastic-planet-health-pollution-waste-microplastics/

Siddharta, A. T. (14 Oktober 2019). Bali fights for its beautiful beaches by rethinking waste, plastic trash. National Geographic. https://www.nationalgeographic.com/science/article/bali-fights-for-its-beautiful-beaches-by-rethinking-waste-plastic-trash

Technical University Munich. (11 Januari 2019). How dangerous is microplastic? Phys.org. https://phys.org/news/2019-01-dangerous-microplastic.html

World Health Organization. (2019). Microplastic in drinking-water. Geneva: World Health Organization.

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 

[1] Opportunity cost adalah biaya yang dikeluarkan seseorang karena dia tidak mengambil suatu alternatif dan memilih mengambil alternatif lainnya. Misalnya, pemerintah kota Bali lebih memilih untuk mengembangkan sektor pariwisatanya, tetapi mengabaikan sektor pengelolaan sampah. Sebagai akibatnya, dia mengalami kerugian karena tidak memilih untuk mengembangkan sektor pengelolaan sampah tersebut. Pilihan yang tidak pemerintah Bali ambil adalah opportunity cost-nya. Maka, opportunity cost itu ialah kesempatan atau peluang yang tidak kita ambil atau yang kita korbankan.

[2] Overfishing atau penangkapan ikan berlebih adalah eksploitasi berlebihan terhadap populasi ikan hingga mencapai tingkat yang membahayakan yang mengakibatkan hilangnya sumber daya alam, laju pertumbuhan populasi yang lambat, dan tingkat biomassa yang rendah serta kerusakan ekosistem laut (Sumber: Wikipedia)

Komentar