A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings: Film Superhero Asia Pertamanya MCU yang Penuh Aksi dan Fantasi


Identitas Film

Judul

:

Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings

Sutradara

:

Destin Daniel Cretton

Produser

:

Kevin Feige, Jonathan Schwartz

Tanggal rilis

:

3 September 2021

Rumah produksi

:

Marvel Studios

Penulis naskah

:

Dave Callaham (screenplay), Destin Daniel Cretton (screenplay), Andrew Lanham (screenplay)

Durasi tayang

:

2 jam 12 menit

Pemeran

:

Simu Liu, Awkwafina, Meng’er Zhang, Tony Chiu-Wai Leung

Genre

:

Superhero, action, petualangan, fantasi ilmiah

 

Sinopsis

Sejak kecil, Xu Shang-Chi (Simu Liu) telah dididik menjadi petarung dan assassin oleh ayahnya yang bernama Xu Wenwu (Tony Chiu-Wai Leung). Xu Wenwu adalah seorang pria yang telah hidup ribuan tahun dan memimpin organisasi rahasia bernama Ten Rings. Organisasi tersebut telah menaklukkan banyak kerajaan, menyusup berbagai pemerintahan, dan menjalankan bisnis di balik kegelapan. Xu Wenwu sebagai pemimpinnya pun teramat ditakuti.

Saat usianya 14 tahun, Shang-Chi kabur meninggalkan itu semua, meninggalkan ayahnya dan adiknya, Xu Xialing (Meng’er Zhang). Dia kemudian tinggal di San Francisco, Amerika Serikat dan mengganti namanya menjadi Shaun. Dia memiliki sahabat baik bernama Katy (Awkafina) yang sama sekali tidak tahu tentang masa lalunya tersebut.

Bertahun-tahun berlalu. Shang-Chi mungkin tidak hidup dengan harta dan kekuasaan, tetapi dia menikmati hidup santainya bersama Katy, sebuah kehidupan normal. Namun, suatu hari dia mendapatkan kartu pos dari Makau bergambar origami naga. Shang-Chi percaya bahwa itu dari adiknya. Dia tahu bahwa keluarganya akan datang mencarinya. Masa lalu yang dia tinggalkan itu akan kembali padanya.  

 

Kelebihan

Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings adalah film representasi Asia dari Marvel Cinematic Universe (MCU) yang menurutku berhasil. Dia tidak hanya menjadi formalitas belaka untuk memenuhi agenda pencintraan MCU di tengah maraknya kampanye inklusivitas bagi orang-orang non-kulit putih di Amerika Serikat. Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings benar-benar memperhatikan penyajian film agar sesuai dengan budaya orang-orang Asia, khususnya Asia Timur.

Salah satunya dari value yang ditonjolkan dalam film ini, yakni keluarga. Film debut pahlawan super Shang-Chi ini mengedepankan nilai keluarga dalam ceritanya. Hal itu mengingatkanku pada film-film buatan Barat lainnya yang bernuansa Asia, seperti “Mulan” (versi live-action) dan “Crazy Rich Asians”, yang juga menonjolkan nilai keluarga. Bedanya, film ini menghadirkan gambaran keluarga yang disfungsional dengan sosok ayah yang keras dan manipulatif.

Walaupun sosok Xu Wenwu bukanlah ayah yang sempurna, sebagai seorang antagonis, dia memiliki karakter yang unik. Dia yang telah ribuan tahun memimpin organisasi pembunuh rupanya bisa jatuh cinta dan mendedikasikan segala-galanya untuk keluarga. Di balik sosoknya yang penuh kuasa dan menakutkan, rupanya dia juga romantis. Itu menjadikan dia antagonis yang sulit dibenci, tetapi justru dikasihani.

Kemudian, adegan bertarung di film ini sangatlah seru. Adegan-adegan bertarungnya menghadirkan kesan gabungan film-film kung-fu dan kekhasan film-film MCU. Cara Shang-Chi dan tokoh-tokoh lainnya bertarung khas dengan seni bela diri Asia, berbeda dengan para superhero Marvel lainnya. Namun, dalam adegan-adegan bertarung tersebut tetap ada vibes film superhero-nya, seperti waktu Shang-Chi bertarung di dalam bus dan di gedung pencakar langir di Makau.

Kelebihan lainnya dari film ini ialah unsur genre fantasinya yang sama sekali tidak aku duga. Aku dikejutkan dengan keberadaan Desa Ta Lo (spoiler alert), yaitu sebuah desa gaib yang penduduknya menjaga dunia kita dari makhluk jahat pemakan jiwa. Itu adalah hal yang paling tidak ku ekspektasikan dari film ini. Keberadaan desa tersebut mengingatkanku pada desa gaib fiksi di Gunung Lawu yang ada di novel “Aroma Karsa” karya Dee Lestari.

Desa tersebut digambarkan dengan efek CGI yang sangat bagus sehingga tampak seperti negeri dongeng yang nyata. Makhluk-makhluk mistis yang ada di sana pun memukauku. Yang aku suka lagi ialah bahwa makhluk-makhluk mistis yang muncul merupakan makhluk-makhluk yang biasa ada di cerita-cerita Asia Timur. Aku mengapresiasi para pembuat film yang menaruh perhatian sampai sedetil itu.

Terakhir, aku ingin mengapresiasi tokoh Katy yang memiliki perkembangan karakter paling bagus di film ini. Di awal film, sosoknya hanya sebagai pendampingnya Shang-Chi yang tampaknya tidak akan memiliki peran signifikan. Namun, seiring cerita berjalan, fungsinya menjadi semakin jelas sehingga dia tidak menjadi beban dalam tim. Apalagi, karakternya yang asyik dan santai serta begitu kompak dengan Shang-Chi berhasil menjadikan cerita terasa menyenangkan.


Kelemahan

Lagi-lagi, hal yang terasa kurang dari film ini adalah penjelasan mengenai organisasi musuhnya. Masalah tersebut juga terjadi pada film “Black Widow.” Baik organisasi Ten Rings dan Red Room (dari film “Black Widow”) tidak begitu jelas digambarkan seberapa berbahayanya. Apa yang menjadi ambisi organisasi tersebut tidak ada dalam film. Apalagi, organisasi Ten Rings di film ini tampak seperti organisasi kecil terlepas dari segala rumor menakutkan tentangnya. Kemampuan bertarung para anggotanya pun tampak tidak begitu jago sehingga mengurangi kesan berbahayanya.

Selanjutnya, film ini sama sekali tidak menyinggung soal senjata ajaib milik Xu Wenwu, yakni sepuluh cincin ajaib atau ten rings. Kesepuluh cincin ajaib tersebut memang telah diperlihatkan kesaktiannya dalam film ini, tetapi kita tidak tahu apa-apa tentang benda itu dan dari mana asalnya. Bahkan, di credit scene-nya (spoiler alert), para Avengers kebingungan mengenai benda apa sebetulnya cincin-cincin tersebut. Film ini menyisakan tanda tanya tentang hal tersebut dan sayangnya, kita harus menunggu film berikutnya lagi untuk mendapatkan jawabannya.

Di samping itu, hal yang menjadi kelemahan film ini, bagiku, adalah sosok adiknya Shang-Chi yang seperti kurang disorot. Sepanjang cerita kita melihat bahwa Xialing juga memiliki fungsi yang sama besarnya dengan Shang-Chi terhadap cerita. Namun, aku merasa yang menjadi spotlight dan mendapat apresiasi hanya Shang-Chi. Xialing seperti tokoh pembantu saja, padahal dia dan Shang-Chi bertarung bersisian dalam petualangan mereka di film ini.

Terakhir, aku sebetulnya berharap epilog film ini bisa lebih berkesan lagi. Film ini telah mengangkat nilai keluarga dan memiliki banyak momen emosional bagi keluarga Shang-Chi, tetapi epilognya berlalu begitu saja. Setelah melepaskan lampion untuk menghormati mereka yang gugur dalam pertarungan, adegan langsung berganti ke Shang-Chi dan Katy yang sudah kembali ke San Francisco. Aku pikir adegan epilog tersebut bisa lebih baik lagi, misalnya dengan memperlihatkan interaksi Shang-Chi dan Xialing yang saling menguatkan atas apa yang terjadi—mengingat mereka berdua telah terpisah cukup lama. Walaupun durasi tayang film ini telah banyak diinvestasikan ke adegan pertarungan akhir yang turns out keren sekali, adegan epilognya seharusnya masih dapat dibuat lebih berkesan dan emosional daripada itu.

 

Kesimpulan

Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings adalah film representasi Asia MCU yang berhasil menggabungkan unsur-unsur budaya Asia Timur dengan unsur-unsur khas superhero Marvel. Dia mengangkat nilai yang teramat penting bagi masyarakat Asia, yakni keluarga. Selain itu, film ini memiliki vibes genre fantasi yang sangat bagus, berbeda dari film-film MCU lainnya yang memiliki vibes fiksi ilmiah (science fiction). Namun, film ini masih memiliki beberapa kekurangan, seperti tidak adanya penjelasan tentang sepuluh cincin yang menjadi senjata ayahnya Shang-Chi. Meskipun begitu, film ini sangat recommended untuk ditonton, baik untuk penggemar Marvel maupun bukan. Skor untuk film ini adalah 9/10.

Kalian bisa menonton trailer filmnya di bawah ini.

***




***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 


Komentar