A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Kerugian Kesehatan Akibat Polusi Udara dari Batubara di Indonesia

 Kerugian Kesehatan Akibat Polusi Udara dari Batubara di Indonesia

Orang-orang dengan pendapatan yang relatif rendah ialah orang-orang yang paling terbebani akibat polusi udara dari batubara


Gambar 1 PLTU Batubara di Indonesia
Sumber: PowerEngineering

Di Indonesia, batubara adalah bagian penting bagi kehidupan orang-orang. Indonesia adalah negara produsen batubara terbesar kelima di dunia dan salah satu negara eksportir batubara terbesar di dunia. Indonesia juga masih bergantung pada batubara sebagai sumber energi listrik, tepatnya sekitar 59,7 persen listrik di Indonesia berasal dari pembangkit listrik tenaga uap batubara (PLTU Batubara) pada tahun 2019 (Ritchie, n.d.). Jumlah tersebut terus meningkat sejak tahun 1995 sampai sekarang dan diprediksi akan menjadi dua kali lipatnya pada tahun 2027.

Gambar 2 Tren Persentase Produksi Energi Listrik yang Bersumber dari Batubara
Sumber: Our World inData

Dikutip dari Mongabay, Endcoal.org melaporkan setidaknya ada 171 PLTU Batubara dengan total kapasitas 32.373 megawatt yang beroperasi di Indonesia sejak tahun 2006 sampai 2020 (Syahni, 2020).  Bahkan, di sekitar Jakarta saja terdapat 10 PLTU Batubara dan PLTU tersebut telah menyumbang sekitar 30 persen polusi udara di Jakarta (CNN Indonesia, 2019). Bahkan, pemerintah Indonesia masih berencana untuk membangun lebih banyak PLTU Batubara di masa depan. Di dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 39 K/20/MEM/2019 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2019 sampai dengan Tahun 2028, atau disebut RUPTL PT PLN (Persero) Tahun 2019 s.d. Tahun 2028, target bauran energi Indonesia sampai dengan tahun 2025 masih akan didominasi energi batubara sebesar 54,6 persen. Kemudian, pemerintah berencana membangun tambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 56,6 GW dalam 10 tahun ke depan yang akan didominasi oleh PLTU Batubara sebesar 27,1 GW atau 48,0 persen yang terdiri atas PLTU Mulut Tambang sebesar 5,7 GW dan PLTU Pantai sebesar 21,4 GW.

Sementara itu, batubara merupakan salah satu biang utama emisi gas rumah kaca dunia. Pada tahun 2016 saja, sektor energi listrik dan panas di Indonesia telah menghasilkan sekitar 170 juta ton CO2e (Dunne, 2019) atau sekitar 32,07 persen dari 530 juta ton total emisi CO2 yang dihasilkan Indonesia[1] pada tahun tersebut (Worldometers, n.d.). Hal itu menunjukkan bahwa batubara berdampak sangat buruk terhadap lingkungan dan berkontribusi terhadap krisis iklim.

Selain berdampak buruk terhadap lingkungan, pembakaran batubara juga berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Di dalam laporan yang bertajuk “The Health Cost of Coal in Indonesia”, International Institute for Sustainable Development (IISD) memaparkan berbagai dampak buruk batubara terhadap kesehatan masyarakat Indonesia serta biaya yang harus ditanggung karenanya. Pembakaran batubara untuk energi listrik dan panas akan menghasilkan zat-zat yang sangat beracun bagi manusia, seperti zat partikulat (particulate matters, PM). Polusi udara karena batubara merupakan penyebab langsung dari berbagai penyakit tidak menular (noncommunicable diseases, NCDs) yang telah menyebabkan 1,3 juta kematian di Indonesia pada tahun 2015.

Negara lain yang sangat bergantung pada batubara sebagai sumber energi juga mengalami hal serupa. Di Tiongkok, polusi udara akibat batubara diestimasikan telah menyebabkan 241.000 kematian prematur pada tahun 2013. Sementara di India, polusi akibat batubara diestimasikan telah menyebabkan 169.000 kematian prematur pada tahun 2015. Di Indonesia sendiri, diestimasikan ada 7.500 kematian prematur akibat batubara dan diprediksi jumlah tersebut akan menjadi 25.000 kematian prematur pada tahun 2030 apabila tidak ada perubahan apa-apa.

Setelah ini, akan dijelaskan lebih lanjut tentang berbagai dampak kesehatan batubara dan biaya kesehatan yang harus ditanggung masyarakat dan pemerintah akibat batubara. Nilai kurs yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah kurs tanggal 11 Mei 2021, yaitu USD 1 sama dengan IDR 14.178,65.

Dampak Batubara terhadap Kesehatan Masyarakat Indonesia

Pembakaran batubara berkontribusi terhadap polusi udara seperti halnya asap kendaraan bermotor dan asap pabrik. Pembakaran batubara melepaskan partikel-partikel beracun ke udara yang dapat terhirup oleh manusia. Polutan-polutan tersebut dapat mengganggu sistem pernapasan, kardiovaskular, dan saraf dengan menyebabkan berbagai penyakit tidak menular, seperti:

  • penyakit arteri koroner (ischemic heart disease, IHD);
  • penyakit paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary disease, COPD);
  • infeksi saluran pernapasan (lower respiratory tract infection, LRI);
  • penyakit kardiovaskular (cardiovascular disease, CVD);
  • infeksi saluran pernapasan akut (acute lower respiratory infection, ALRI);
  • asma; dan
  • kanker paru-paru.

Gambar 3 Jumlah Kematian Terkait Polusi Udara di Indonesia Tahun 2012, per Jenis Penyakit
Sumber: IISD. (2018). The Health Cost of Coal in Indonesia.

Polutan utama yang dihasilkan dari pembakaran batubara adalah nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), dan zat partikulat (particulate matter, PM). Di samping ketiga zat itu, ada juga merkuri yang memengaruhi kesehatan manusia melalui konsumsi ikan sehingga merkuri menjadi berbahaya bagi masyarakat yang mengonsumsi ikan sebagai sumber makanan utama. Kemudian, ada juga nitrogen dioksida (NO2) yang dapat bereaksi dengan atmosfer dan menjadi komponen utama kabut asap yang berbahaya bagi kesehatan. Pembakaran batubara pun menghasilkan polutan berupa arsen, kadmium, dan timbal yang merupakan zat karsinogen (penyebab kanker). Arsen, kadmium, dan timbal sangat berbahaya bagi orang-orang yang mengonsumsi ikan, air, dan produk pertanian yang terkontaminasi zat-zat tersebut. Tabel berikut menjelaskan lebih rinci mengenai polutan yang dihasilkan pembakaran batubara serta dampaknya terhadap kesehatan (di akhir tulisan, juga tersedia tabelnya dalam bentuk gambar).

Zat Kimia

Dampak terhadap Kesehatan

Penyakit Tidak Menular Terkait

Kelompok Populasi yang Paling Terdampak

Ambang Batas yang Ditetapkan WHO

Nitrogen oksida (NOx) dan Nitrogen dioksida (NO2)

Kontributor besar terhadap pembentukan zat partikulat (particulate matter, PM) halus. NO2 merupakan pengganggu paru-paru dan penyebab peradangan pada saluran pernapasan serta dapat meningkatkan peluang penyakit respirasi dengan menurunkan daya tahan terhadap infeksi. NO2 telah diasosiasikan dengan berat badan kecil pada bayi yang baru lahir.

Asma, bronkitis, dan peyakit lainnya terkait PM.

Orang-orang dengan penyakit pernapasan, ibu hamil, dan janin.

NO2: 40 µg/m3 rata-rata tahunan dan 200 µg/m3 rata-rata per jam.

Sulfur dioksida (SO2)

SO2 menyebabkan iritasi, refleks batuk, dan penyempitan saluran pernapasan sehingga memengaruhi napas dan menyebabkan penyakit respirasi dan perubahan pada daya tahan paru-paru. SO2 dapat memengaruhi pembentukan embrio sebab zat tersebut diasosiasikan dengan masa kehamilan yang lebih singkat dan berat badan yang lebih rendah pada bayi yang baru lahir. SOx dapat bereaksi dengan zat lain di udara untuk membentuk PM.

Penyakit yang berkaitan dengan PM: asma; penyakit paru obstruktif kronis (COPD), khususnya bronkitis dan empisema; memperburuk penyakit kardiovaskular (CVD) yang sudah ada; iritasi mata; persalinan obstetrik prematur (preterm birth); dan berat badan rendah pada bayi yang baru lahir.

Janin, anak-anak, orang lansia, orang-orang dengan asma, dan orang-orang dengan CVD.

20 µg/m3 rata-rata per 24 jam dan 500 µg/m3 rata-rata per 10 menit.

Merkuri

Dapat diubah oleh bakteri menjadi metil merkuri yang menjadi sangat toksik dan bisa berdampak pada sistem saraf, pencernaan, dan kekebalan tubuh serta pada paru-paru, ginjal, kulit, dan mata—bahkan, dapat menjadi fatal. Paparan terhadap merkuri merupakan ancaman terhadap pembentukan janin anak di rahim dan perkembangan anak pada masa awal pertumbuhan.

Gangguan kekebalan tubuh, neurologis, dan perilaku; pelemahan kognitif dan ingatan; dan CVD seperti serangan jantung dan hipertensi.

Bayi yang baru lahir dan balita, wanita hamil, dan populasi yang bergantung pada ikan sebagai sumber makanan utama.

Di air: 1 µg/liter untuk total merkuri.

Di udara: 1 µg/m3 rata-rata tahunan.

Zat partikulat (PM2,5)

PM2,5 dapat masuk jauh ke dalam paru-paru, lalu ke pembuluh darah, dan sampai ke organ-organ vital, seperti otak, paru-paru, jantung, pankreas, dan sistem reproduksi, lalu menciptakan serangkaian repons fisiologis. PM memengaruhi pembentukan janin. PM ultrahalus (ultrafine PM) memiliki kemungkinan lebih besar untuk memasuki organ tubuh dan sel.

Penyakit kardiovaskular dan pernapasan: penyakit arteri koroner (IHD), COPD, infeksi saluran pernapasan (LRI), kanker paru-paru, asma, dan pelemahan fungsi paru-paru.

Anak-anak, orang lansia, dan orang-orang dengan penyakit bawaan.

10 µg/m3 rata-rata tahunan dan 25 µg/m3 rata-rata per 24 jam.

Arsen

Arsen inorganik adalah zat karsinogen (penyebab kanker) dan merupakan salah satu dari 10 zat kimia yang menjadi fokus WHO untuk kesehatan publik. Arsen berdampak pada manusia melalui air minum.

Kanker dan kulit lecet, penyakit kardiovaskular, dan diabetes.

Semua populasi.

10 µg/liter.

Kadmium

Kadmium berdampak toksik terhadap ginjal, kerangka tubuh, dan sistem respirasi serta diklasifikasikan sebagai zat karsinogen.

Kanker paru-paru dan asidosis tubulus renalis.

Semua populasi.

5 ng/m3 rata-rata tahunan.

Timbal

Timbal adalah zat toksik kumulatif yang memengaruhi berbagai sistem tubuh, termasuk neurologis, hematologis, saluran pencernaan, kardiovaskular, dan ginjal serta dapat menyebabkan disfungsi sistem reproduksi.

Kanker dan disfungsi sistem saraf.

Semua populasi, secara khusus anak-anak dan wanita yang sedang hamil.

0,5 µg/m3 per tahun.

Tabel 1 Polutan akibat Pembakaran Batubara dan Dampaknya terhadap Kesehatan
Sumber: IISD. (2018). The Health Cost of Coal in Indonesia.

Sebelum melanjutkan, kita perlu tahu lebih dulu apa itu PM2,5 karena zat tersebut jarang diketahui orang. Particulate matters (PM) adalah zat halus hasil pembakaran yang tidak sempurna yang terdiri atas condensed organic material, soot particle, dan fly ash (inorganik) (Dinda, 2020). PM terbagi menjadi dua, yaitu PM10 dengan ukuran 2,5—10 mikrometer (µm) dan PM2,5 dengan ukuran lebih kecil dari 2,5 mikronmeter (µm). Kedua zat tersebut dapat mengurangi jarak pandang dan membuat udara terlihat kotor. PM2,5 ini memiliki ukuran yang lebih kecil daripada diameter rambut manusia sehingga dapat masuk ke paru-paru ketika kita menghirup udara sebab dia tidak tersaring oleh bulu hidung. Oleh karena ukurannya yang sangat kecil itu, PM2,5 dapat masuk ke pembuluh darah hingga ke berbagai organ tubuh. PM2,5 dapat menyebabkan berbagai penyakit mulai dari penyakit pernapasan sampai kanker. Ambang batas rekomendasi WHO untuk konsentrasi PM2,5 di udara adalah 10 µg/m3 (tahunan) dan 25 µg/m3 (harian).

Gambar 4 Perbandingan Ukuran Rambut Manusia dengan PM10 dan PM2,5
Sumber: Neutrogena

Kadar polusi udara tersebut dapat diukur dari indeks kualitas udara (air quality index, AQI). Berdasarkan data dari situs IQAir, rata-rata indeks kualitas udara Indonesia pada tahun 2020 adalah 114 dan tergolong buruk—kualitas udara tersebut tidak sehat bagi kelompok sensitif. Rata-rata konsentrasi PM2,5 di Indonesia pada tahun 2020 adalah empat kali ambang batas rekomendasi WHO. Kota dengan udara paling bersih pada tahun 2020 adalah Palangkaraya, Kalimantan Tengah (AQI = 24), sedangkan kota dengan udara paling kotor adalah Tangerang Selatan, Banten (AQI = 161).

Sementara di ibu kota Jakarta, kota yang pernah menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia, kualitas udara juga tergolong tidak sehat bagi kelompok sensitif dengan AQI 133 (per 12 Mei 2021 pukul 12.00 WIB). Padahal polusi udara diklaim berkurang signifikan seiring dengan berkurangnya aktivitas kendaraan bermotor. Polutan utamanya adalah PM2,5 dengan konsentrasi 48,4 µg/m3 dan O3 (ozon)[2] dengan konsentrasi 186,3 µg/m3. Kualitas udara yang buruk tersebut menyebabkan 5,5 juta kasus infeksi saluran pernapasan di Jakarta setiap tahunnya atau sekitar 11 kasus per menit (Romadoni, 2020).

Tingginya konsentrasi PM2,5 beserta polutan lainnya serta buruknya kualitas udara yang buruk di Indonesia tersebut memperbesar peluang seseorang menderita penyakit akibat polusi udara dari batubara. Peluang tersebut akan meningkatkan di masa depan seiring dengan dibangunnya lebih banyak PLTU Batubara. Namun sayangnya, pengaturan standar emisi untuk PLTU Batubara baru di Indonesia masih belum ketat. Standar minimum emisi untuk PLTU Batubara baru di Indonesia masih jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain, seperti Tiongkok dan India. Itu berarti pemerintah mengizinkan PLTU Batubara baru yang akan dibangun untuk menghasilkan polusi udara yang tinggi, sementara kualitas udara Indonesia saat ini saja sudah tergolong tidak sehat.

Gambar 5 Standar Emisi untuk Beberapa Polutan Tertentu untuk PLTU Batubara Baru di India, Tiongkok, dan Indonesia
Sumber: IISD. (2018). The Health Cost of Coal in Indonesia.

Dengan begitu, beban kesehatan yang ditanggung Indonesia akibat penggunaan batubara akan bertambah signifikan ke depannya, padahal saat ini saja beban kesehatan yang ditanggung Indonesia sudah lebih besar dibandingkan dengan negara-negara tetangganya. Pada tahun 2011, Indonesia mendata jumlah kematian akibat emisi batubara tertinggi daripada negara-negara tetangganya. Diestimasikan ada 7.480 kematian per tahun akibat pembakaran batubara di Indonesia. Jumlah tersebut sangat tinggi apabila dibandingkan dengan Vietnam dengan hanya 4.250 kematian per tahun dan Thailand dengan hanya 1.330 kematian per tahun. Pembangunan PLTU Batubara baru akan membuat etsimasi kematian per tahun akibat pembakaran batubara naik menjadi 25.000 kematian per tahun.

Gambar 6 Jumlah Kematian terkait Batubara di Indonesia per Jenis Penyakit Dibandingkan dengan Negara-Negara Tetangganya pada Tahun 2011
Sumber: IISD. (2018) The Health Cost of Coal in Indonesia.

Biaya Kesehatan Akibat Polusi Udara karena Batubara

Di samping menimbulkan kerugian kesahatan, polusi udara dari batubara juga menimbulkan kerugian finansial karena biaya untuk mengobati penyakit yang timbul akibat polusi udara dari batubara tidak murah. Penyakit tidak menular akibat polusi dari batubara di Indonesia diperkirakan membebani negara sampai dengan USD 805 miliar (IDR 11.413,80 triliun) pada tahun 2012 sampai 2030.

Beberapa penyakit, seperti asma, COPD, dan hipertensi adalah penyakit kronis yang dapat diderita untuk jangka waktu yang lama dan membutuhkan penanganan kesehatan seumur hidup.  Penyakit asma membutuhkan biaya rata-rata USD 54 (IDR 765.647) per bulan untuk perawatan pasien rawat jalan. Biaya tersebut lebih dari setengah rata-rata pendapatan per kapita bulanan untuk kelompok ekonomi menengah ke bawah (lower-middle income) di Indonesia. Kemudian, COPD membutuhkan biaya rata-rata USD 1.125 (IDR 15,95 juta) per orang per tahun untuk terapi. Terlebih lagi, COPD menghambat penderitanya untuk bekerja paling tidak selama dua bulan setiap tahunnya karena cuti sakit dan istirahat ranjang (bed rest) sehingga mengurangi penghasilan penderitanya (opportunity cost karena tidak bisa pergi bekerja). Perusahaan tempat penderita COPD tersebut juga akan merugi karena pekerjanya menjadi kurang produktif.  

Sementara itu, walaupun beberapa tahun belakangan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sekitar 5 persen, berdasarkan data dari Asia Development Bank, 9,8 persen populasi berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2020.  Kemudian, sekitar sepertiga populasi di Indonesia tidak ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional (BPJS Kesehatan). Itu berarti biaya akibat penyakit dari batubara ditanggung oleh orang-orang yang paling tidak mampu untuk membayar biaya kesehatan ekstra.

Gambar 7 Perbandingan antara Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga per Kelompok Pendapatan dengan Estimasi Biaya Perawatan untuk Beberapa Penyakit Tidak Menular Akibat Batubara
Sumber: IISD. (2018). The Health Cost of Coal in Indonesia.

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa bagi kelompok pendapatan rendah (lower income), lebih dari separuh (bahkan hampir seluruhnya) pengeluaran mereka akan digunakan untuk biaya perawatan penyakit akibat batubara. Sementara bagi kelompok pendapatan menengah ke bawah (lower-middle income), itu sekitar sepertiga rata-rata pengeluaran mereka. Itu artinya pengeluaran dua kelompok dengan penghasilan paling rendah tersebut dihabiskan untuk biaya pengobatan. Apabila mereka lebih memilih melakukan pengeluaran untuk kebutuhan lain, mereka harus menanggung penyakit tersebut atau paling tidak, mereka memperoleh perawatan yang tidak maksimal. Sementara itu, bagi kelompok pendapatan menengah ke atas (higher-middle income) dan pendapatan tinggi (higher income), mereka punya cukup uang untuk membiayai pengobatan dan memenuhi kebutuhan lainnya. Maka dari itu, orang-orang dengan pendapatan yang relatif rendah ialah orang-orang yang paling terbebani akibat polusi udara dari batubara tersebut.

Walaupun pembakaran batubara untuk pembangkit listrik terbukti berdampak buruk bagi kesehatan, pemerintah Indonesia masih mendukung penggunaannya melalui pemberian subsidi dengan tujuan agar harga listrik terjangkau konsumen. Pada tahun 2013, pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar USD 946 juta (IDR 13,41 triliun) untuk subsidi batubara dan USD 10 miliar (IDR 141,79 triliun) untuk anggaran kesehatan. Bahkan, di Jakarta sendiri, Gubernur Anies Baswedan mengatakan bahwa polusi udara di Jakarta menimbulkan biaya kesehatan sampai IDR 60,8 triliun (Romadoni, 2020). Padahal, kalau pemerintah berhenti memberikan subsidi batubara, pemerintah dapat menghemat anggaran kesehatannya sebab kualitas kesehatan masyarakat akan meningkat.

Namun sayangnya, kebijakan pemerintah saat ini masih mendukung batubara, seperti subsidi tadi dan rencana pembangunan beberapa PLTU Batubara baru. Bahkan, pemerintah telah mengeluarkan limbah abu batubara dari kategori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021—yang merupakan turunan UU Cipta Kerja—yang menguntungkan para pengusaha batubara (Agustinus, 2021).

Padahal, negara-negara lain sudah mulai beralih ke energi terbarukan (renewable energy)[3]. Indonesia sendiri memiliki target 23 persen bauran energi untuk energi baru dan terbarukan (EBT) di tahun 2025 nanti. Akan tetapi, sumber energi yang terus berkembang sejak tahun 2007 adalah batubara, sedangkan bauran energi EBT masih hanya 16,95 persen pada tahun 2019 berdasarkan data dari OurWorld in Data. Bahkan, Indonesia adalah negara dengan skor terburuk untuk upaya transisi ke energi terbarukan di Asia Tenggara (Adinda, 2020). Apabila pemerintah ingin mengejar target bauran energi tersebut, diperlukan perubahan kebijakan yang signifikan sesegera mungkin.

Saran untuk Masyarkat

Setelah melihat betapa berbahayanya dampak polusi udara dari batubara terhadap kesehatan kita dan betapa besarnya biaya yang perlu ditanggung sebagai akibatnya, tentu saja upaya pencehagan dapat menghindari kita dari semua kerugian tersbut. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Pertama, masyarakat bisa mengurangi aktivitas di luar ruangan jika udara di luar ruangan sedang tidak sehat. Masyarakat dapat memantau kondisi kualitas udara di kota-kota tempat mereka tinggal melalui situs IQAir atau dengan cara lainnya. Untuk masyarakat yang tinggal di kota dengan kualitas udara yang tidak sehat, apabila kalian ingin beraktivitas di luar ruangan, sebaiknya gunakan masker, terutama masker N95 karena masker tersebut lebih efektif menyaring PM2,5. Kemudian bagi masyarakat yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, sebaiknya kurangi aktivitias luar ruangan pada dini dan pagi hari karena jumlah polusi udara paling banyak pada saat-saat tersebut.

Kedua, masyarakat dapat menghemat konsumsi energi listrik di rumah dan di tempat kerjanya, seperti dengan mematikan peralatan elektronik ketika tidak digunakan atau diperlukan atau dengan menggunakan peralatan elektronik yang lebih hemat energi. Penghematan energi akan mengurangi permintaan (demand) energi listrik yang akan mengurangi penawarannya (supply) juga. Pada akhirnya produksi energi listrik akan diturunkan dan pembakaran batubara untuk energi listrik akan berkurang sehingga jumlah polusi udara juga akan berkurang.

Ketiga, masyarakat, terutama yang berpendapatan tinggi, serta perusahaan-perusahaan dapat beralih ke energi surya sebagai sumber energinya. Masyarakat dan para pengusaha dapat memasang panel surya di rumah dan gedung perkantoran mereka untuk memenuhi kebutuhan listrik. Dengan begitu, pembakaran batubara untuk menghasilkan listrik dapat dikurangi.   

Rekomendasi untuk Pemerintah

Untuk dapat mengurangi kerugian kesehatan akibat polusi udara dari batubara serta untuk mencapai target bauran energi EBT tepat waktu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah harus menghentikan subsidi batubara. Dengan menyubsidi batubara dan bahan bakar fosil lainnya, itu sama saja pemerintah sedang menyubsidi faktor penyebab kematian masyarakat. Apabila pemerintah melakukan perubahan dalam hal ini, itu akan sangat berdampak baik bagi kesehatan masyarakat.  

Kedua, pemerintah harus meningkatkan riset di bidang kesehatan yang terkait dengan batubara. Pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan, harus meneliti polusi udara dari batubara dan dampak aktualnya terhadap kesehatan. Upaya pengukuran kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia serta daerah-daerah sekitar PLTU Batubara juga perlu ditingkatkan. Pemerintah harus mengukur parameter yang baku untuk polusi udara dari PLTU Batubara serta menganalisis dampaknya untuk kesehatan.

Ketiga, pemerintah harus bertransisi ke energi terbarukan (renewable energy). Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk mencapai target bauran energi 23 persen untuk EBT. Untuk itu, pemerintah harus berhenti membangun PLTU Batubara baru dan mulai berinvestasi ke energi terbarukan. Kalau pemerintah memperhitungkan kerugian kesehatan yang timbul, batubara bukanlah opsi sumber energi yang murah ketika dibandingkan dengan energi terbarukan. Apalagi, tren biaya untuk energi terbarukan saat ini semakin menurun.

Gambar 8 Tren Harga Listrik dari Pembangkit Listrik Baru untuk Berbagai Sumber Energi
Sumber: Our World in Data


Kesimpulan

Batubara masih menjadi bagian penting bagi perekonomian dan kehidupan sosial di Indonesia. Batubara masih menjadi sumber energi utama untuk menghasilkan listrik dan panas. Akan tetapi, pembakaran batubara untuk menghasilkan listrik dan panas telah menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan. Pembakaran batubara menghasilkan zat toksik yang apabila terhirup manusia, dia akan menimbulkan berbagai penyakit tidak menular. Bahkan, polusi udara dari batubara diestimasikan menyebabkan 7.480 kematian per tahun.

Polusi udara dari batubara dapat menyebabkan gangguan pada sistem respirasi, kardiovaskular, dan saraf. Beberpa penyakit yang timbul sebagai akibat dari pembakaran batubara antara lain adalah penyakit arteri koroner, penyakit paru obstruktif kronis, infeksi saluran pernapasan, penyakit kardiovaskular, infeksi saluran pernapasan akut, asma, dan kanker paru-paru. Yang lebih buruknya adalah semua orang dapat terdampak oleh polusi tersebut, terutama wanita hamil, bayi yang baru lahir, balita, anak-anak, orang lansia, serta orang-orang yang memiliki penyakit pernapasan atau kardiovaskular bawaan.

Selain kerugian kesehatan, pembakaran batubara pun menimbulkan kerugian finansial. Biaya untuk mengobati penyakit akibat polusi udara tersebut tentu saja tidak murah. Hal tersebut akan sangat membebani rumah tangga dari kelompok pendapatan rendah (lower income) dan kelompok pendapatan menengah ke bawah (lower-middle income).

Namun sayangnya, saat ini pemerintah masih terus bergantung dan mendukung penggunaan batubara sebagai sumber energi. Di dalam RUPTL PT PLN (Persero) Tahun 2019 s.d. Tahun 2028, pemerintah berencana membangun lebih banyak PLTU Batubara. Kemudian, berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021, pemerintah telah menghapus limbah abu batubara dari kategori limbah B3. Selain itu, pemerintah pun terus memberikan subsidi untuk penggunaan batubara sebagai sumber energi.

Agar dapat menghindari dampak buruk kesehatan dari polusi udara karena batubara, masyarakat sebaiknya mengurangi aktivitas luar ruangan dan mengenakan masker apabila harus beraktivitas di luar ruangan. Kemudian, masyarakat sebaiknya menghemat konsumsi energinya di rumah dan tempat kerja serta memasang panel surya untuk memenuhi kebutuhan energinya.

Sementara itu, pemerintah harus segera menghentikan subsidi batubara untuk mencegah kerugian kesehatan yang lebih besar di masa depan. Di samping itu, Kementerian Kesehatan perlu melakukan riset lebih lanjut mengenai berbagai dampak kesehatan dari pembakaran batubara di Indonesia. Kemudian, pemerintah harus melakukan tindakan serius dalam melakukan transisi ke energi terbarukan sebagai pengganti energi batubara. Apabila pemerintah tidak melakukan apa-apa, jumlah kematian akibat pembakaran batubara sebagai sumber energi akan semakin banyak di masa depan.

***






***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 
***

Referensi

Buku dan Sumber Lainnya

Adinda, P. (24 September 2020). Terburuk se-Asia Tenggara, Indonesia dapat skor F dalam sektor energi terbarukan. Asumsi.co. https://asumsi.co/post/terburuk-se-asia-tenggara-indonesia-dapat-skor-f-dalam-sektor-ketenagalistrikan

Agustinus, M. (12 Maret 2021). Jokowi coret abu batu bara PLTU dari daftar limbah berbahaya dan beracun. Kumparan. https://kumparan.com/kumparanbisnis/jokowi-coret-abu-batu-bara-pltu-dari-daftar-limbah-berbahaya-dan-beracun-1vLACm7oGmz/full

Asian Development Bank. (n.d.). Poverty data: Indonesia. Asia Development Bank. Dikutip pada 12 Mei 2021. https://www.adb.org/countries/indonesia/poverty

CNN Indonesia. (17 Juli 2019). Walhi: 10 PLTU batu bara sumbang 30 persen polusi Jakarta. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190716161616-20-412627/walhi-10-pltu-batu-bara-sumbang-30-persen-polusi-jakarta

Dinda, A. A. (13 Juni 2020). Mengenal 'particulate matter', polutan berbahaya bagi pernapasan. IDN Times. https://www.idntimes.com/science/discovery/anisa-anggi-dinda/mengenal-particulate-matter-polutan-berbahaya-bagi-pernafasan-c1c2/5

Dunne, D. (27 Maret 2019). The carbon brief profile: Indonesia. Carbon Brief. https://www.carbonbrief.org/the-carbon-brief-profile-indonesia

IQAir. (n.d.). Kualitas udara di Indonesia. IQAir. Dukutip pada 12 Mei 2021. https://www.iqair.com/id/indonesia

IQAir. (n.d.). Kualitas udara di Jakarta. IQAir. Dikutip pada 12 Mei 2021. https://www.iqair.com/id/indonesia/jakarta

Mulki. (26 Juni 2019). Memahami PM 2,5 dan PM 10 yang jadi indikator tingkat polusi udara. Kumparan. https://kumparan.com/kumparansains/memahami-pm-2-5-dan-pm-10-yang-jadi-indikator-tingkat-polusi-udara-1rLoUvBof0M/full

Ritchie, H. (n.d.). Electricity Mix. Our World in Data. Dikutip pada 11 Mei 2021. https://ourworldindata.org/electricity-mix#coal-what-share-of-electricity-comes-from-coal

Romadoni, A. (23 September 2020). Anies: Polusi udara sumbang 5,5 juta kasus infeksi pernapasan di Jakarta. Kumparan. https://bit.ly/3bqy7wG.

Roser, M. (1 Desember 2020). Why did renewables become so cheap so fast? And what can we do to use this global opportunity for green growth? Our World in Data. https://ourworldindata.org/cheap-renewables-growth

Sanchez, L., & Luan, B. (2018). The health cost of coal in Indonesia. Winnipeg: International Institute for Sustainable Development.

Syahni, D. (15 Maret 2020). Kala PLTU batu bara picu perubahan iklim dan ancaman kesehatan masyarakat. Mongabay. https://bit.ly/3hq5fs0.

Worldometers. (n.d.). Indonesia CO2 emissions. Worldometers. Dikutip pada 11 Mei 2021. https://www.worldometers.info/co2-emissions/indonesia-co2-emissions/

Peraturan Perundang-undangan

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 39 K/20/MEM/2019 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2019 sampai dengan Tahun 2028.


[1] Jumlah emisi CO2 tersebut hanya memperhitungkan emisi CO2 yang bersumber dari bahan bakar fosil.

[2] Ozon bukanlah polutan dari pembakaran batubara.

[3] Yang dimaksud dengan sumber energi terbarukan itu adalah energi surya, angin, air, dan lain-lain. 

Komentar