A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Raya and the Last Dragon: Akhirnya Disney Punya Princess dari Asia Tenggara

Identitas Film

Judul

:

Raya and the Last Dragon

Sutradara

:

Don Hall, Carlos Lopez Estrada, Paul Briggs (co-director), John Ripa (co-director)

Produser

:

Osnat Shurer, Peter Del Vecho

Tanggal rilis

:

5 Maret 2021

Rumah produksi

:

Walt Disney Pictures, Walt Disney Animation Studios

Penulis naskah

:

Qui Nguyen (screenplay), Adele Lim (screenplay)

Durasi tayang

:

1 jam 47 menit

Pengisi suara

:

Kelly Marie Tran, Awkwafina, Gemma Chan, Izaac Wang, Benedict Wong

Genre

:

High fantasy, petualangan, drama, action, dystopian


Sinopsis

Di sebuah negeri distopia bernama Kumandra, dahulu manusia hidup berdampingan dengan para naga. Namun, suatu ketika muncul makhluk kegelapan yang disebut Druun yang menggandakan diri dengan cepat dan mengubah semua orang yang dilewatinya menjadi patung. Demi melindungi Kumandra, para naga bertarung melawan Druun dengan sihir mereka. Namun, sebagian besar naga kalah dan berubah menjadi batu. Hanya tersisa satu naga terakhir, yaitu Sisudatu (Awkwafina) dan dia berhasil mengalahkan Druun dengan menggunakan Dragon Gem yang terbuat dari seluruh kekuatan sihir miliknya.

Setelah itu, manusia yang menjadi batu kembali normal, tetapi para naga tidak. Kemudian, manusia terpecah menjadi beberapa suku untuk memperebutkan Dragon Gem tersebut. Ada lima suku: Heart, Tail, Fang, Spine, dan Talon.

Setelah 500 tahun berlalu, terjadi konflik antara kelima suku yang menyebabkan Dragon Gem pecah menjadi lima keping. Dengan hancurnya pusaka peninggalan para naga tersebut, Druun muncul kembali dan memburu manusia. Raya (Kelly Marie Tran), sebagai putri dari suku Heart, pergi mencari Sisudatu sang naga terakhir agar dapat menghentikan Druun dan mengembalikan keluarganya yang menjadi patung.


Kelebihan

Sebagaimana yang sudah diketahui, cerita Raya and the Last Dragon ini mengambil banyak referensi kebudayaan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ini menjadi daya tarik dan kelebihan tersendiri, terutama bagi penonton Indonesia. Banyak sekali budaya khas Indonesia yang muncul di film ini. Misal, pedang milik Raya yang menyerupai keris khas Jawa, gerakan bela diri Raya yang menggunakan gerakan pencak silat, dan ritual membakar kemenyan yang dilakukan Raya ketika memanggil roh Sisu.

Kemudian, kualitas animasinya sangat luar biasa dan semakin detail. Baju orang-orang suku Heart itu memiliki motif tribal mirip batik. Di film ini, baju dengan motif batik tersebut digambarkan dengan sangat detil dan kelihatan modis sekali. Selain itu, (spoiler alert) adegan pertarungan Raya dengan Namaari (Gemma Chan)—putri suku Fang—juga diperlihatkan dengan intens. Adegan pertarungan mereka tidak kalah dari adegan pertarungan di film-film laga yang diperankan manusia sungguhan. 

Berikutnya, film Disney princess kali ini mengangkat citra perempuan tangguh dan berdaya seperti halnya beberapa putri Disney sebelumnya, yaitu Merida (“Brave”) dan Moana (“Moana”). Secara pribadi, aku senang Raya diperlihatkan tidak punya hubungan romantis dengan siapapun dalam film ini. Raya malah diperlihatkan punya hubungan rival/persahabatan yang rumit dengan Namaari.

Karakter Raya sendiri termasuk unik jika dibandingkan dengan putri Disney lainnya. Raya bukan gadis yang optimistis dan penuh semangat, tetapi seorang gadis dengan trust issue. Dia tidak melakukan petualangannya demi menyelamatkan dunia, tetapi demi menyelamatkan ayahnya. Bahkan, sebagai seorang putri dari suku Heart, Raya tidak pernah memikirkan rakyatnya yang sudah menjadi patung oleh Druun. Dia kehilangan kepercayaan pada orang-orang dan dunia dan kini dia hanya peduli pada dirinya dan orang yang dia sayang. Karakternya yang unik tersebut membuat dia menjadi sosok putri Disney yang berbeda dari putri Disney lainnya.

 

Kelemahan

Film ini mengambil inspirasi dari kebudayaan negara-negara di Asia Tenggara, tetapi film ini mengangkat naga sebagai fitur utama yang bukan identitas kebudayaan Asia Tenggara (setidaknya itu yang aku tahu). Di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, sepertinya jarang ada suku atau kebudayaan yang memuja naga sebagai makhluk pelindung—yang aku tahu adalah Naga Jawa dalam kebudayaan Jawa dan Naga Jata dalam kebudayaan Dayak. Pemujaan kepada naga umumnya ada di kebudayaan Tiongkok dan negara-negara Asia Timur. Hewan yang biasanya menjadi identitas budaya Asia Tenggara adalah harimau, gajah, burung elang, dan yang lainnya. Namun, sekali lagi, itu mungkin karena pengetahuanku yang kurang.

Kemudian, wujud naga di film Raya and the Last Dragon sama sekali tidak seperti naga sebagaimana penggambaran konvensionalnya, tetapi justru lebih mirip unicorn. Apalagi, bulu mereka warna-warni seperti es krim. Itu tentu saja semakin jauh dari identitas kebudyaan Asia Tenggara.

Kalau dari sisi cerita, alur cerita film ini mudah ditebak. Kita tahu Raya akan pergi ke setiap suku untuk mencuri pecahan Dragon Gem sehingga tidak ada kejutan dan menjadikan cerita terkesan repetitif. Cerita baru kembali menarik ketika Raya tiba di suku Fang, tapi itu sudah menjelang akhir cerita. Aku pribadi masih lebih suka alur cerita “Frozen” dan “Moana” yang penuh misteri.

Kemudian, ada detail-detail cerita yang tidak terjawab. Salah satunya, mengapa para naga tetap menjadi patung setelah Druun dikalahkan oleh Sisu pada 500 tahun yang lampau serta dari mana datangnya Druun. Hal itu membuat film ini tampak belum tuntas.

 

Kesimpulan

Raya and the Last Dragon merupakan film putri Disney yang memperlihatkan sosok putri yang tangguh dan berjiwa pejuang. Film ini juga memperlihatkan banyak kebudayaan khas masyarakat di Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia sehingga dia memiliki daya tarik tersendiri. Apalagi kualitas animasinya luar biasa jernih dan detail. Namun, sosok naga yang menjadi fitur utama film ini kurang merepresentasikan budaya Asia Tenggara karena lebih cocok untuk budaya Asia Timur. Skor untuk film ini adalah 7,6/10.

Oh iya, kalau kalian mau menontonnya di bioskop, pastikan kalian sudah masuk teater tepat waktu karena sebelum film Raya and the Last Dragon, ada film animasi pendek dari Disney yang berjudul “Us Again.”

Kalian bisa tonton trailer film Raya and the Last Dragon di bawah ini.


***



***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 

Komentar