Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1] (2017) yang lalu menjadi buku best-...
Low Season: Film Romkom yang Cocok untuk Penggemar Senja dan Gunung
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Identitas Film
Judul:
Low Season
Sutradara:
Nareubadee Wetchakam
Tanggal rilis:
13 Februari 2020
Rumah produksi : Sahamongkol Film International dan The Pipol Tree
Seorang gadis yang dapat melihat hantu, yakni Lin (Ploypailin
Thangprapaporn), pergi berlibur ke daerah Chiang Mai. Orang-orang bilang bahwa
hanya orang patah hati yang pergi berlibur pada musim sepi liburan (low
season). Iya, Lin memang sedang patah hati. Dia baru saja putus dari
pacarnya, Tor yang merupakan bintang terkenal di Thailand.
Liburan Lin yang diharapkan bisa tenang dan menyegarkan
pikiran malah menjadi ramai karena Lin berkali-kali bertemu hantu. Bukan hanya
itu, dia bertemu dengan pria menyebalkan bernama Pud (Mario Maurer) yang
membuat liburannya semakin jauh dari harapannya. Namun, karena dia tidak
memiliki tujuan pasti mau ke mana dan dia takut sendirian—karena hantu-hantu
akan mengganggunya—Lin pun ikut dengan Pud. Keduanya walau saling tidak suka,
terpaksa harus bersama karena tersesat di tengah hutan.
Kelebihan
Film yang dibintangi Mario Maurer ini cukup bagus meskipun
memiliki beberapa kekurangan. Mari kita bahas dulu kelebihan-kelebihannya.
Kelebihan pertama dan sekaligus yang sangat menonjol dari film ini adalah latar
tempatnya yang sangat bagus. Film yang mengambil tempat di daerah Chiang Mai,
Thailand ini memperlihatkan pemandangan bentang alam yang memanjakan mata. Mulai
dari gunung, hutan, sampai sawah dapat dilihat di film ini. Pemandangan alam
yang dihadirkan oleh film ini mengingatkan ku pada film “Filosofi Kopi 2”, tepatnya
ketika mereka mengambil lokasi syuting di Toraja. Penonton tidak mungkin tidak
terpukau dengan keindahan alam yang menjadi latar tempat film ini.
Kelebihan selanjutnya adalah sentuhan humor dalam film ini
yang berhasil mengundang tawa. Film bergenre romkom (romantis-komedi) satu ini menghadirkan adegan-adegan lucu yang menghibur. Jokes yang dimunculkan sebagian besarnya merupakan tingkah konyol Lin dan Pud saat
tersesat di hutan. Di film ini, aku pertama kalinya melihat Mario Maurer
memerankan sosok pria cool sekaligus kocak (Btw, aku belum nonton Pee Mak); sebagian besar peran Mario
Maurer itu sosok yang lucu, ramah, dan idaman perempu.
Di samping humor, suasana romantis pun berhasil dihadirkan
oleh film ini. Ada beberapa adegan yang pastinya membuat para penonton baper. Misalnya
ketika Lin dan Pud menumpang truk pick-up dan ketika Lin
dan Pud mendengarkan lagu bersama.
Perkembangan hubungan antara kedua tokoh utama dalam film ini
sangat bagus. Bagaimana Lin dan Pud yang mulanya sebal terhadap satu sama lain
hingga menjadi saling suka itu disajikan dengan rapih, tidak tiba-tiba saja.
Kalau diperhatikan, film ini konsepnya mirip FTV yang biasa kita tonton,
tapi disajikan dengan alur yang jauh lebih baik.
Kemudian, suasana di film ini menurut aku cocok banget untuk
kalian yang penggemar musik indie, yang katanya penikmat kopi, senja, dan gunung. Baik
latar tempat dan suasana di film ini dipenuhi dengan unsur-unsur yang umumnya diasosiasikan
dengan anak-anak indie, seperti matahari senja dan gunung.
Soundtrack
yang diputar sangat menghidupkan suasana dalam film ini. Pemandangan bentang
alam yang sejuk, musik dengan alunan harmonis, serta suasana adegan romantis
akan memanjakanmu ketika menonton film ini.
Kelemahan
Seperti yang aku katakan di atas, film ini memiliki kekurangan
di samping kelebihannya. Kekurangan yang sangat menonjol di film ini adalah
mengenai kemampuan melihat hantu milik Lin. Kemampuan ini tidak begitu
berpengaruh pada alur cerita karena Lin tidak menggunakan kemampuan tersebut
untuk hal-hal praktis. Lin dapat melihat hantu, tapi dia takut terjadap mereka.
Maka, adegan-adegan yang memunculkan hantu hanya dibuat sebagai adegan komedi
saja, tidak ada maksud yang lebih serius. Hal itu membuat film ini seperti
memiliki sesuatu yang tidak tuntas atau masih nanggung.
Kesimpulan
Kalau kalian adalah penikmat kopi, senja, dan hujan (alias
para penikmat musik indie), film Low Season cocok banget untuk kalian. Film
yang berlokasi di Chiang Mai ini menyuguhkan panorama alam yang sangat indah
dan pasti akan memanjakan mata kalian. Kalian juga akan mendapati banyak adegan
romantis yang dihidupkan oleh suasana syahdu alam. Skor untuk film ini adalah
7.4/10. Walaupun sentuhan horror di film ini terasa nanggung, Low Season tetap
layak untuk menjadi salah satu pilihan film kalian.
Kalian bisa tonton trailer-nya dulu di sini.
***
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar