A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

The Orange Girl: Sepucuk Surat Dari Seorang Ayah untuk Anak Laki-lakinya




Identitas Buku

Judul

:

The Orange Girl (Gadis Jeruk)

Penulis

:

Jostein Gaarder

Penerjemah

:

Yuliani Liputo

Penerbit

:

PT Mizan Fantasi

Tahun terbit

:

2019 (Edisi Keempat)

Cetakan

:

I

Tebal

:

251 halaman

Harga

:

Rp65.000,-

ISBN

:

978-602-441-122-0

Genre

:

Fiksi filosofis, romantis, drama


Tentang Penulis


Jostein Gaarder adalah seorang penulis berkewarganegaraan Norwegia yang menulis buku Sophie’s World (Dunia Sophie). Buku tersebut adalah salah satu buku terlaris di dunia dan telah diterjemahkan ke dalam 50 bahasa.

Jostein Gaarder memiliki ciri khas dalam buku-buku karangannya, yakni memadukan dongeng yang indah dengan perenungan akan makna. Jostein Gaarder pun kerap kali memasukkan filsafat-filsafat ke dalam novel-novelnya. Tidak hanya itu, beliau juga sangat lihai dalam memberi kesadaran akan isu-isu lingkungan hidup melalui cerita-cerita yang dia sampaikan.

Buku-buku Jostein Gaarder selain Dunia Sophie, antara lain adalah: Dunia Anna, Princess of Tales, The Orange Girl, Dunia Maya, Cecilia and the Angel, The Magic Library, The Puppeteer, The Castle in the Pyrenees, Misteri Soliter, dan yang terbaru The House of Tales.

Di samping menulis, Jostein Gaarder juga aktif mengampanyekan pelestarian lingkungan melalui Sofie Foundation yang dia dan istrinya dirikan pada tahun 1997. Sekarang, Jostein tinggal di Oslo, Norwegia.

Sinopsis

Georg, seorang remaja laki-laki berusia lima belas tahun yang normal. Dia tinggal dengan keluarganya yang normal, ada ayah, ibu, dan seorang adik perempuan. Hanya saja, itu bukan ayah kandungnya. Ayah kandung Georg sudah meninggal saat dia masih kecil.

Waktu itu, dia baru saja sampai di rumah. Georg bingung karena ada kakek-neneknya, orang tua dari ayah kandungnya, di rumah. Kakek-neneknya membawakan sepucuk surat untuknya, sepucuk surat yang ditulis oleh ayah kandungnya sebelum ia meninggal.

Kalau jadi Georg, bagaimana perasaan mu? Perasaan Georg saat itu bingung dan terkejut. Sosok ayah yang tak pernah ia ingat jelas tahu-tahu muncul kembali setelah belasan tahun. Begitu Georg membaca surat itu, isinya bercerita tentang dongeng sederhana mengenai Gadis Jeruk, gadis yang selalu ayahnya cari.

Ada yang aneh dalam surat itu, terlalu banyak hal yang tidak Georg mengerti. Mengapa ayahnya menyinggung tentang Teleskop Luang Angkasa Hubble, topik yang sedang sangat Georg sukai? Mengapa surat ini baru muncul sekarang setelah Georg remaja? Siapa si Gadis Jeruk ini sebenarnya? Tapi yang paling penting, siapa sebenarnya Jan Olav, ayah kandung Georg itu?

Kelebihan

Sampul versi cetakan sebelumnya

The Orange Girl adalah buku keempat karya Jostein Gaarder yang aku baca. Hal pertama yang menarik dari buku ini ialah sampulnya. Gambar di sampulnya baru dan lebih menarik perhatian untuk dibaca. Buku ini sebenarnya sudah pernah terbit dengan judul “Gadis Jeruk,” dengan sampul yang berbeda pula. Namun, sampul yang ini lebih menarik perhatian – terlukis di sana sosok Gadis Jeruk yang cantik nan misterius, serta suasana kota Oslo tempat Jan Olav bertemu Gadis Jeruk pertama kali.

Alur ceritanya pun sederhana tetapi tetap membuat penasaran. Berbeda dengan Dunia Sophie dan Dunia Maya yang sudah pernah aku baca sebelumnya, The Orange Girl tidak begitu misterius dan penuh teka-teki. Bahkan, ceritanya lebih simple lagi daripada Dunia Anna

Oke, memang terkesan kesederhanaan itu sama dengan biasa saja, tapi kali ini tidak. Mungkin di sini tidak ada misteri yang tidak masuk akal, dongeng ajaib, atau dialog-dialog penuh teka-teki; yang disuguhkan adalah sebuah kisah pencarian cinta yang sederhana, dekat dengan sehari-hari, namun layaknya dongeng. Buku ini seperti memberi tahu bahwa kita semua memiliki dongeng kita masing-masing, dan ada aturan main yang berbeda untuk setiap dongeng itu.

Konsep ceritanya pun aku suka. Kali ini tidak ada hal-hal ajaib yang muncul, sesederhana seorang anak yang membaca surat dari ayahnya yang telah lama meninggal. Surat dari seorang ayah yang sangat menyesal dan sedih karena tidak bisa melihat anak laki-lakinya tumbuh. Surat dari seorang ayah yang sangat kecewa karena harus pergi terlalu cepat dan tidak punya waktu untuk membicarakan banyak hal dengan anaknya. Sesederhana itu cerita ini bisa membawa kita kepada kisah romantis.

Kemudian, aku suka sekali dengan bagaimana cerita ini berjalan. Awalnya sebuah kisah pencarian cinta Jan Olav untuk menemukan si Gadis Jeruk. Seiring cerita berjalan, kita dibawa untuk merenungi keberadaan manusia di tengah alam semesta yang luas. Dan terakhir, kita diberikan satu pertanyaan sederhana, yang mungkin sudah sering kita tanyakan juga. Pertanyaan mengenai pilihan paling mendasar dalam hidup: lebih baik hidup lalu mati atau tidak hidup sama sekali?

Kelemahan

Yang kurang dari cerita ini, menurut aku, adalah pengembangan karakternya. Memang ada sekilas penjelasan mengenai karakter-karakter di buku ini, tapi terlalu singkat. Signifikansi mereka dalam cerita ini menjadi kurang. Bahkan, Georg si karakter utama pun terasa kurang dieksplor. Buku hanya seputar Jan Olav dan Gadis Jeruk saja.

Penyampaian narasi dan renungan dalam buku ini juga sedikit monoton, maksudnya lagi-lagi berupa surat dan tulisan. Mirip sekali dengan Dunia Sophie waktu di awal. Mungkin akan lebih menarik kalau penyampaian renungan filosofis itu muncul dengan cara yang berbeda – mungkin melalui dialog antara Gadis Jeruk dan Jan Olav, atau melalui pemikiran liar Georg langsung, alih-alih tertulis di surat. 

Kemudian, yang kurang aku suka adalah ada banyak narasi-narasi tidak perlu di buku ini. Bagian-bagian di mana Jan Olav mengkhayal siapa si Gadis Jeruk itu terlalu banyak. Setiap pertemuan dengan Gadis Jeruk, dia bisa megarang lebih dari 2 skenario mengenai identitasnya. Itu sebenarnya menurutku terlalu berlebihan. Namun mungkin itu karena karakter Jan Olav yang memang overthinking dan pujangga. But, apapun itu aku rasa itu sesuatu yang tidak perlu.

Kesimpulan

The Orange Girl adalah karya Jostein Gaarder yang terbilang lebih sederhana dari segi konsep cerita dibanding karyanya yang lain yang sudah aku baca. Kita tidak akan disuguhkan misteri yang ajaib, tetapi misteri penuh kegalauan, bahkan bucin bisa dikatakan. Namun, sebenarnya ini adalah kisah tentang seorang ayah yang bersedih, seorang ayah yang ingin memiliki lebih banyak waktu untuk melihat anaknya tumbuh. Skor untuk buku ini 7,8/10. Buku ini sangat cocok dibaca remaja. Oh iya, sekali-sekali coba kalian tanya kisah cinta orang tua kalian, barangkali ada hal menarik. Dan jangan lupa untuk tetap #dirumahaja.


***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 

Komentar