A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Mengenai Wabah Corona: Pandemi COVID-19 dan Masyarakat Indonesia

Mengenai Wabah Corona: Pandemi COVID-19 dan Masyarakat Indonesia

sumber: Tempo.co English

Sampai pada hari ini, 22 Maret 2020, penyakit covid-19 masih menjadi momok bagi dunia. Ini sudah memasuki pekan ketiga sejak penyakit itu masuk ke Indonesia. Sampai saat ini, masih banyak negara bertarung melawan penyakit ini. Banyak dokter dan tenaga medis mengambil risiko untuk bertarung di garis depan. Perang melawan virus adalah perang para tenga medis, begitulah kiranya.

Sudah ada 318.228 kasus positif covid-19 di seluruh dunia per tanggal 22 Maret 2020 pukul 21.04 WIB, dengan jumlah pasien yang meninggal 13.671 dan yang sembuh 96.010. Sekitar 30,17% pasien di seluruh dunia sudah dinyatakan sembuh, sekitar 4,30% pasien meninggal, dan sisanya, 65,53% masih dalam perawatan.

Ada kabar baik dan kabar buruk mengenai wabah ini. Kabar baiknya adalah di Cina, tempat wabah ini pertama kali merebak, sudah tidak ditemukan lagi pasien yang berasal dari penularan lokal (local transmission). Bahkan, di Wuhan sendiri sudah dinyatakan bahwa semua pasien covid-19 telah sembuh. Kabar buruknya adalah pusat covid-19 berpindah ke Eropa, yakni Italia. Di sana, ada 53.578 kasus dengan jumlah pasien yang meinggal 4.825 orang – melebihi Cina yang memiliki jumlah kematian karena covid-19 sebanyak 3.261.

Di samping itu semua, Indonesia juga tengah bertarung melawan covid-19. Per tanggal 22 Maret 2020 pukul 21.09 WIB, jumlah kasus yang ada adalah 514 dengan jumlah pasien sembuh 29 orang (5,64%) dan pasien yang meninggal 48 orang (9,33%). Persentase kematian karena covid-19 lebih besar dibanding dengan persentase pasien yang meninggal di seluruh dunia (4,30%). Tidak kah itu membuat kalian khawatir?

Perlu sekali kita sadari bahwa penyakit ini sama sekali baru dan belum ditemukan obatnya. Untuk itu, pencegahan adalah pilihan terbaik. Kita, sebagai masyarakat sipil perlu tahu beberapa hal dan pengaruh penyakit ini terhadap masyarakat. Karena sudah tiga pekan penyakit ini menjangkiti Indonesia, pasti beberapa dari kalian sudah terang-terangan melihat dampaknya terhadap masyarakat. Mari kita mulai membahas beberapa hal penting soal wabah yang dibawa oleh SARS-CoV-2 ini.

***

Aku menunjukkan gejala-gejala covid-19, aku harus apa?

Gejala covid-19 merupakan gejala umum dari penyakit flu. Oleh sebab itu, penyakit ini sering disalahkenali masyarakat awam dan diremehkan. Gejala ringannya: demam, batuk kering, sesak napas, serta kelelahan. Adapun gejala beratnya: pneumonia, gangguan saluran pernapasan, gagal ginjal, sampai kematian.

Apabila kalian mengalami gejala-gejala tersebut, kalian tidak perlu panik. Yang kalian perlu lakukan adalah segera telpon hotline penanganan covid-19 di Indonesia ke nomor 119 ekstensi 9. Selain nomor itu, kalian bisa menghubungi nomor 021-521-0411 atau 0812-1212-3119.

Kalian akan ditanyai beberapa hal oleh operator seperti gejala yang kalian alami dan riwayat bepergian kalian. Nanti, apabila kalian dirasa mengidap covid-19, kalian akan disarankan untuk memeriksakan diri ke rumah sakit rujukan. Daftar rumah sakit rujukan untuk perawatan pasien covid-19 dapat dilihat di sini.

Di sana, dokter akan menangani kalian, dimulai dengan melakukan profiling mengenai data diri, riwayat bepergian, aktivitas kalian belakangan ini, gejala yang dialami, serta riwayat kesehatan kalian. Berikutnya, kalian akan dites darah dan rontgen. Hasil tes akan keluar sesegera mungkin, dan sambil menunggu itu, kalian akan disuruh untuk mengisolasi diri dulu di rumah. Sampai di sini, status kalian menjadi PDP (pasien dalam pengawasan).

Oke, ada istilah ODP dan PDP, yang tentu membingungkan bagi banyak orang. ODP atua Orang Dalam Pemantauan adalah orang-orang yang baru pulang dari negara-negara yang telah melaporkan adanya kasus covid-19, seperti Cina, Korea, Italia, dan Iran. Di sisi lain, PDP atau Pasien Dalam Pengawasan adalah orang-orang yang memiliki gejala covid-19 seperti di atas dan orang-orang yang diduga kuat memiliki kontak dengan pasien positif covid-19. Sementara itu, suspek adalah sebutan lain dari PDP.

Setelah kalian melakukan tes darah dan rontgen, lalu sudah mengisolasi diri di rumah, kalian akan dikabari oleh pihak rumah sakit apabila kalian positif covid-19. Jika positif, kalian harus diisolasi di rumah sakit rujukan di kota terdekat untuk dilakukan perawatan sampai sembuh. Kira-kira masa perawatannya adalah 14 hari. Semoga lekas sembuh untuk kalian 😊

Covid-19 sudah masuk ke Indonesia, bagaimana caranya pertama kali kasus ini terjadi di sini?

Pada tanggal 02 Maret 2020, Presiden Joko Widodo menyampaikan berita yang tidak menyenangkan. Beliau menyampaikan bahwa ada dua WNI yang positif dinyatakan oleh dokter tertular covid-19 dan berada di Indonesia.

Tentu saja itu menjadi breaking news di seluruh media dan jejaring media sosial. Apalagi, sebelumnya negara kita sempat membanggakan diri dengan mengatakan kebal corona dan menentang riset Havard yang mengatakan kita tidak bisa mendeteksi penyakit ini. Well, selamat Indonesia karena rupanya Havard salah, tetapi petaka baru saja dimulai.

Kedua pasien pertama tersebut disebut pasien 01 dan pasien 02. Bagaimana mereka bisa tertular penyakit baru ini? Pasien 01, pada 14 Februari, bertemu dengan seorang warga negara Jepang di sebuah acara dansa di Jakarta. Kebetulan, profesi pasien 01 adalah pelatih tari dansa.

WN Jepang tersebut pulang ke Malaysia, tempat dia tinggal. Di sana, si WN Jepang mulai merasakan gejala-gejala penyakit covid-19 dan memeriksakan diri ke dokter. Rupanya, dia memang positif dan langsung mengabari pasien 01.

Sementara itu, pasien 01 dan 02 (ibunya) sudah merasakan gejala-gejalanya. Begitu mendapat kabar dari si WN Jepang, mereka berdua dengan inisiatif langsung ke dokter pada 28 Februari. Kemudian, pada 02 Maret, Pak Presiden mengumumkan keduanya positif covid-19.

Setelah hari itu, jumlah pasien covid-19 di Indonesia terus bertambah. Mereka yang tertular dari pasien 01 dan 02 disebut dengan istilah Klaster Jakarta. Mereka dilacak karena memiliki kontak dengan pasien 01. Kemudian, ada lagi Subklaster-Subklaster dari Klaster Jakarta ini, yakni orang-orang yang tertular dari mereka yang tertular oleh pasien 01.

Lucunya, berdasarkan keterangan tetangga pasien di acara Mata Najwa (04 Maret), kedua pasien pun baru tahu mereka positif juga dari pemberitaan Pak Jokowi, bukan dari dokter yang menangani mereka – mereka sama terkejutnya dengan kita semua saat itu.

Namun, sangat disayangkan sikap Pemerintah Kota Depok, kota domisili kedua pasien, justru menimbulkan keresahan. Menurut keterangan tetangga pasien dalam acara Mata Najwa episode tersebut, Walikota Depok sendiri yang membeberkan data pribadi pasien ke media, lengkap sekali. Bahkan, TVOne meliput kediaman pasien sampai mengenakan masker besar yang menutupi wajah reporternya. Lucunya lagi, rumah kedua pasien dikasih garis polisi, selayaknya TKP. Memangnya, virus tahu batas garis polisi?

Itu adalah kelucuan pahit sebab pemerintah daerah dan media justru menimbulkan kepanikan tidak berguna di masyarakat. Dengan data pribadi kedua pasien diungkap ke media, kedua pasien menjadi depresi. Banyak hoax berseliweran, bahkan ada hoax yang bilang bahwa pasien 01 itu adalah penari sewaan yang disewa si WN Jepang.

Pasien 01 kemudian berusaha mengklarifikasi semua informasi salah tersebut. Pekerjaannya adalah penari dansa dan WN Jepang yang ia temui itu perempuan. Namun, semua sudah terlanjur dan pasien malah depresi. Padahal, yang sepatutnya kita semua lakukan adalah memberi mereka dukungan dan doa agar mereka lekas sembuh (Omong-omong, alhamdulillah mereka sudah sembuh!).

Memang yang mengerikan mengenai wabah covid-19 ini bukanlah kematiannya, melainkan kepanikan dan keegoisan orang-orang yang dapat membahayakan orang lain.

Bagaimana dengan fenomena panic buying?

sumber: The Jakarta Post

Selain menyebarkan informasi salah, yang dilakukan masyarakat kita adalah panic buying. Dalam beberapa jam saja, bahkan kurang dari 5 jam, semua masker dan hand sanitizer habis di pasaran. Saat itu, aku sedang pergi ke mall untuk makan siang dan nonton film, aku membaca berita pengumuman Pak Jokowi sebelum nonton dan setelah film selesai teman-temanku mengabari bahwa masker dan hand sanitizer sudah ludes.

Padahal aku dan teman-teman ku tinggal di kota yang berbeda, tetapi fenomenanya sama. Aku tinggal di Jakarta, dan aku pikir hanya Jakarta yang mengalami ini. Akan tetapi, nyatanya tidak – temanku yang di Malang, Tangerang, dan Solo mengabarkan hal yang sama.

Masyarakat langsung panik mendengar kabar covid-19 sudah sampai di Indonesia dan langsung menyerbu toko dan apotek. Dengan didorong rasa panik, mereka memborong masker, hand sanitizer, kebutuhan sehari-hari, sampai bahan jamu untuk meningkatkan imun tubuh. Kepanikan terjadi lantaran mereka cemas kalau nanti tidak bisa keluar rumah. Akan tetapi, mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu membuat barang-barang tersebut langka sehingga harganya naik.

Panic buying tidak hanya terjadi di negara kita, tetapi juga di sejumlah negara lain yang telah melaporkan adanya kasus covid-19. Di Amerika Serikat, barang-barang yang diborong adalah hand sanitizer, tisu toilet, dan alat pembersih. “Pola yang kami lihat lebih sesuai dengan apa yang dilihat saat orang bersiap menghadapi badai besar di mana kategori tertentu, seperti persediaan pembersih, akan banyak diminati,” kata juru bicara Walmart, yang dikutip dari CNN Indonesia (8/3).

Bagaimana fenoma panic buying ini memengaruhi ekonomi? Akibat dari panic buying adalah kelangkaan barang-barang, apalagi yang diborong bukan hanya masker dan hand sanitizer, tetapi juga kebutuhan pokok. Dengan meningkatnya permintaan (demand) sementara penawaran (supply) tetap, harga barang menjadi naik.


Kapan waktu yang tepat memakai masker

Kenaikan harga barang menyebabkan pengeluaran semua orang bertambah. Untuk mengimbangi pengeluaran yang meningkat, orang-orang akan meningkatkan pemasukan mereka. Caranya adalah, bagi pedangang, menaikkan harga barang yang mereka jual, meskipun itu bukan masker dan hand sanitizer. Ketika semua pedagang menaikkan harga dagangannya, harga barang secara keseluruhan naik, atau disebut inflasi.

Saat inflasi terjadi, siapa lagi yang paling merugi kalau bukan orang-orang kelas ekonomi menengah ke bawah? Mereka yang berduit tidak akan begitu terpengaruh oleh kenaikan harga tersebut. Namun, untuk mereka yang mencari uang untuk makan sehari-hari saja susah, kenaikan harga tersebut hanya bisa dihadapi dengan mengelus dada.

Terus, solusinya apa? Penjatahan atau pembatasan belanja. Sebagian besar apotek dan toko melakukan pembatasan belanja untuk pembelian masker dan hand sanitizer. Selain kedua barang tersebut, bahan pangan serta makanan lainnya juga dibatasi. Bareskim POLRI sudah mengeluarkan surat imbauan dengan nomor B/1872/III/Res.2.1/2020/Bareskim kepada Aprindo, Puskoppas, APPSI, APDI, dan INKOPAS.

Pembatasan belanja tersebut dilakukan untuk memastikan semua orang bisa membeli barang-barang tersebut. Dengan begitu, kelangkaan barang dapat dicegah dan kenaikan harga bisa lebih terkendali. Kemudian, pembatasan belanja juga bisa mencegah upaya penimbunan masker dan hand sanitizer.

Oh iya, apa penimbun masker dan hand sanitizer bisa dipidana?

Para penimbun masker adalah oknum-oknum yang membeli masker dalam jumlah banyak, lalu menjualnya kembali dengan harga sangat tinggi. Mereka memanfaatkan permintaan pasar yang tinggi untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Pada dasarnya, praktik seperti itu tidak masalah, tetapi situasi sekarang itu berbeda – hajat hidup orang banyak membutuhkan baik masker dan hand sanitizer. Bayangkan saja, masker yang biasanya seharga Rp30.000/kotak, dijual dengan harga paling kecil Rp300.000/kotak.

Para penimbun masker dan hand sanitizer tersebut dapat dijerat hukum karena telah melanggar UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan pasal 29. Bunyi ayat (1) pasal tersebut: Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting dalam jumlah dan waktu tertentu saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.  Dalam kasus yang saat ini terjadi, masker serta hand sanitizer termasuk barang kebutuhan pokok. Atas dasar hukum tersebut lah polisi melakukan razia dan penggerebekan oknum-oknum penimbun masker.


sumber: Tempo.co

Sanksi apabila melanggar pasal tersebut ada di UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdaganan pasal 107. Bunyinya adalah: Pelaku Usaha yang menyimpan Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah).

Selain melanggar hukum, dari sisi moralitas, upaya penimbunan masker dan hand sanitizer adalah tindakan tidak bermoral. Di tengah wabah penyakit yang belum ada obatnya ini, ada orang-orang licik yang memanfaatkan situasi untuk memperoleh profit. Mereka menyebabkan masker dan hand sanitizer menjadi langka dan harga barang naik.

Secara tidak langsung mereka menyiksa orang-orang tidak berduit yang harus kesulitan untuk menjaga diri mereka dari covid-19. Akibat ulah mereka, hanya orang berduit lah yang mampu membeli masker dan hand sanitizer, hanya mereka yang punya kesempatan untuk melindungi diri dari penyakit baru ini. Kesenjangan sosial dan ekonomi semakin terlihat.

Padahal di luar sana, banyak orang yang memerlukan masker tersebut. Ada para tenaga medis yang berjuang di garis depan. Ada orang-orang sakit yang memang membutuhkan masker. Bahkan, sekitar tanggal 03 dan 04 Maret kemarin, ketika Gunung Merapi erupsi dan memuntahkan abu vulkanik, saudara-saudara kita di Solo, Klaten, dan daerah lainnya yang terkena abu vulkanik sangat membutuhkan masker tersebut. Mereka butuh masker untuk melindungi organ pernapasan mereka dari abu vulkanik yang lebih berbahaya daripada covid-19 (apalagi mengingat pada waktu itu kasus covid-19 belum sampai 10 pasien dan semuanya masih berlokasi di Jakarta). Tidak kah kalian lihat keegoisan manusia lebih berbahaya daripada penyakit itu sendiri?

Tapi, apa Covid-19 ini bisa disembuhkan?

Syukurlah jawabannya adalah iya. Covid-19 dapat disembuhkan dan bahkan tingkat kesembuhannya lebih besar dari pada tingkat kematiannya. Namun, kesembuhan penyakit ini bukan karena sudah ada obatnya. Belum ditemukan vaksin untuk covid-19, walau pengembangan terhadap vaksin tersebut sedang dilakukan beberapa negara.

Kesembuhan penyakit ini ditentukan oleh beberapa hal. Dalam skala individu, kesembuhan penyakit ini tergantung pada imunitas tubuh pasien. Mereka yang imunitasnya rendah kemungkinan tidak bertahan melawannya. Hal itu terlihat dari fakta bahwa kebanyakan pasien yang meninggal adalah orang tua dan orang dengan pre-existing disease (penyakit bawaan atau yang sudah ada sebelumnya, semacam komplikasi).

Dalam skala populasi, di samping kesehatan masyarakatnya, kesigapan pemerintah dalam mengambil keputusan juga menentukan tingkat kesembuhan covid-19 di negara tersebut. Kita akan melihat contoh tetangga kita, Vietnam. Mengutip data dari Asumsi.co (3/3), pada Sabtu, 29 Februari lalu, seluruh pasien covid-19, yang berjumlah 16 orang, sudah boleh pulang.

“Jika bertarung melawan covid-19 adalah perang, maka kami telah memenangkan ronde pertama tetapi bukan seluruh perang karena situasi dapat menjadi tidak dapat diprediksi,” ujar Deputi Perdana Menteri Vu Duc Dam.

Menurut WHO, kunci keberhasilan Vietnam adalah respons cepat di tahap awal. Vietnam langsung melakukan isolasi di Son Loi begitu ada 6 kasus positif di negaranya.

Nah, jadi apa yang bisa kita lakukan? Sesuai apa kata Pak Menteri Kesehatan Indonesia, Pak Terawan, kita harus meningkatkan imunitas tubuh. Tujuannya bukan untuk mengobati, melainkan untuk mencegah. Ingat, mencegah lebih baik daripada mengobati, terutama ketika obatnya belum ada.

Bukankah terlalu reduksionis untuk mengatakan bahwa yang meninggal adalah orang tua dan orang dengan penyakit bawaan?

Iya, tentu saja itu reduksionis. Narasi dengan mengatakan bahwa yang meninggal oleh covid-19 adalah orang tua dan orang dengan penyakit bawaan biasanya disampaikan untuk menenangkan mereka yang tidak termasuk keduanya. Ketika ada yang meninggal oleh covid-19, dengan entengnya kita dapat bilang, “Ah itu dia memang orang sudah tua. Memang kebanyakan yang meninggal adalah orang tua.”

Memang faktanya begitu, tetapi dibalik angka-angka kematian tersebut ada manusia. Walaupun mereka sudah tua dan memiliki penyakit bawaan, mereka tetaplah manusia. Mereka bukan sekadar angka untuk membuat statistik yang dapat menenangkan diri kita.

Pasien covid-19 yang meninggal itu, walau mereka orang tua dan memiliki penyakit bawaan, mereka memiliki keluarga. Keluarga mereka berdoa dan berusaha demi kesembuhan mereka. Bayangkan apabila itu terjadi pada orang tua kalian, apakah kalian masih bisa dengan enteng meremehkan penyakit ini?

Apakah masyarakat Indonesia sudah memiliki kesadaran mengenai covid-19 ini?

Banyak masyarakat Indonesia yang sudah sadar (aware) mengenai covid-19 ini. Namun, kesaradaran tersebut belum merata. Kebanyakan orang yang mengerti bahaya pandemi ini adalah mereka yang tinggal di kota-kota besar, sementara masyarakat di daerah masih bisa dikatakan menyepelekan masalah ini.

Aku punya teman yang tinggal di Temanggung, dan kebetulan dia kemarin ada di Jakarta. Dia mengatakan bahwa perilaku masyarakat di Jakarta dan Temanggung beda sekali. Orang-orang di Temanggung masih berkumpul ramai-ramai ketika orang-orang Jakarta sudah mengkarantina diri di rumah. Bahkan, di lingkungan tempatnya tinggal masih akan mengadakan acara yang mengundang banyak orang. Padahal, sudah ada imbauan dari pemerintah setempat untuk tidak mengadakan acara yang ramai.

Meskipun begitu, rupanya bukan hanya di daerah saja yang seperti itu. Masyarakat kota, seperti di Jakarta juga masih ada yang tidak mengerti pentingnya tidak keluar rumah ini. Sejak Senin lalu (16/3), Pemda DKI Jakarta meliburkan sekolah untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2. Akan tetapi, banyak orang malah memanfaatkan libur itu untuk berwisata. Bahkan sudah ada istilah di media, yakni “Liburan Corona.”

Masih banyak orang di luar sana yang tidak tahu bahaya penyakit yang dibawa virus corona ini. Masih banyak orang yang sudah tahu, tetapi malah berpikir bahwa itu bukan masalahnya, itu masalah orang-orang lain. Masih banyak orang yang berpikir itu hanya penyakit, nanti juga sembuh. Masih banyak yang berpikir untuk apa takut dengan penyakit.

Perlu kalian ketahui, berdasarkan data dari Science Alert yang dikutip dari Kompas.com (14/3), fungsi paru-paru para pasien yang sembuh dari covid-19 menurun hingga 20% - 30%. Memang fungsi paru-paru tersebut masih bisa ditingkatkan dengan olahraga dan masih terlalu dini untuk menyimpulkan efek jangka panjang penyakit ini. Namun, hal itu tidak mengecilkan kenyataan bahwa sekali terkena penyakit ini, paru-paru kalian bisa rusak selama-lamanya.

Lebih baik mencegah sebelum terlambat. Caranya mudah banget: jangan keluar rumah kecuali urusan genting. Sekarang, pusat covid-19 sudah tidak lagi di Cina, tetapi Italia. Keadaan di sana sangat kacau. Kalau mau tahu, kalian bisa cari video dan tulisannya di internet soal keadaan mereka.

Di fase awal wabah tersebut, mereka meremehkannya – mereka menganggap covid-19 tidak lebih dari flu biasa. Namun lihat sekarang, mereka sampai me-lockdown negaranya dan keadaan belum terlihat akan membaik.

Meremehkan, itulah yang masih dilakukan beberapa orang di Indonesia. Pikiran bahwa penyakit ini dapat disembuhkan adalah buaian manis di awal. Mungkin sampai hari ini jumlah kasus positif di Indonesia masih belum menyentuh angka 1.000, tetapi apa kita mau menunggu sampai sebanyak itu dulu baru waspada?

Mungkin kita bukan tenaga medis atau ahli soal virus, tapi kita tetap bisa membantu. Caranya itu tadi, #dirumahaja. Jangan keluar rumah kecuali memang ada keperluan mendesak. Kerjakan semua pekerjaan di dalam rumah, kecuali memang harus di luar. Kumpul dengan teman-teman bisa via video call. Kalau bosan, lakukan hobi kalian, entah itu main musik, nonton film, baca buku, atau menulis. Olahraga juga bisa di rumah dulu. Intinya, kita kurangi interaksi dengan orang-orang.



Mungkin kalian merasa sehat-sehat saja dan pergi keluar rumah. Kalian berkumpul dengan temen-temen kalian atau pergi mengikuti acara yang positif. Jangan senang dulu – sekalipun kalian tidak menimbulkan gejala apa-apa, bukan berarti kalian tidak positif covid-19. Kalian bisa saja adalah pembawa atau carrier, kalian tidak sakit tetapi membawa penyakitnya.

Kalian tetap bisa menularkan itu ke orang-orang. Seandainya kalian adalah carrier, lalu kalian keluar rumah hanya karena kalian bosan. Kalain tidak sadar itu, dan merasa sehat-sehat saja. Kalian pergi bertemu dengan teman-teman kalian di sebuah coffee shop dengan naik ojek daring. Kalian dapat menularkan itu ke supir ojek tersebut, padahal dia keluar rumah untuk mencari nafkah, membeli makan untuk anak istrinya di rumah; kalian hanya butuh hiburan. Kalian juga bisa menularkan itu ke teman-teman kalian, dan kemudian mereka bisa menularkannya ke keluarga mereka. Hanya karena butuh hiburan, kalian bisa merugikan orang lain.

Tetap di rumah, jangan ke mana-mana – itu penting sekali. Dengan jumlah kasus yang belum menyentuh angka 1.000 saja rumah sakit kita sudah kewalahan. Sudah ada tenaga medis yang tertular, bahkan meninggal karena covid-19. Apa kita mau menambah repot pekerjaan mereka?

Hargai mereka, para dokter dan perawat serta ahli kesehatan, yang keluar rumah, kerja di rumah sakit demi kesembuhan saudara-saudara kita. Kita cukup diam di rumah, tidak berkumpul dalam keramaian. Mudah bukan?




***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 

***

Referensi

Agustinus, Michael. 2020. "Antisipasi Panic Buying, Supermarket Mulai Batasi Pembelian Pangan." Kumparan. Maret 17. Accessed Maret 18, 2020. https://kumparan.com/kumparanbisnis/antisipasi-panic-buying-supermarket-mulai-batasi-pembelian-pangan-1t2jiNke5jr?utm_source=kumApp&utm_campaign=share&shareID=ZjGwhFlMxGje.
Asumsi.co. 2020. "Yang Perlu Kamu Tahu tentang Coronavirus." Asumsi.co. Maret 12. Accessed Maret 18, 2020. https://asumsi.co/post/yang-perlu-kamu-tahu-tentang-coronavirus.
CNN Indonesia. 2020. "Fenomena Panic Buying dan Kenaikan Tajam Penjualan Ritel." CNN Indonesia. Maret 08. Accessed Maret 08, 2020. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200307220329-92-481428/fenomena-panic-buying-dan-kenaikan-tajam-penjualan-ritel.
—. 2020. "Jokowi Umumkan Dua WNI Positif Corona di Indonesia." CNN Indonesia. Maret 02. Accessed Maret 18, 20. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200302111534-20-479660/jokowi-umumkan-dua-wni-positif-corona-di-indonesia.
Ibrahim, Raka. 2020. "Saya Diisolasi 14 Hari Karena COVID-19, Beginilah Pengalaman Saya." Asumsi.co. Maret 13. Accessed Maret 18, 2020. https://asumsi.co/post/saya-diisolasi-14-hari-karena-covid-19.
Kusuma, Dewi Rachmat, and Muhammad Darisman. 2020. "Panic Buying Picu Kenaikan Harga, Masyarakat Berpenghasilan Rendah Bakal Merana." Kumparan. Maret 17. Accessed Maret 18, 2020. https://kumparan.com/kumparanbisnis/panic-buying-picu-kenaikan-harga-masyarakat-berpenghasilan-rendah-bakal-merana-1t2nqc7QDjY?utm_source=kumApp&utm_campaign=share&shareID=FRjiOcElBnap.
Poerana, Sigar Aji. 2020. Hukumnya Menimbun Masker Hingga Menyebabkan Kelangkaan dan Harga Tinggi. Februari 17. Accessed Maret 18, 2020. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5e4a383e0b8d9/hukumnya-menimbun-masker-hingga-menyebabkan-kelangkaan-dan-harga-tinggi/.
Ramadhan. 2020. "Dua Warga Positif Corona, Menkes Terawan Sebut Ada Sisi Positif." Asumsi.co. Maret 03. Accessed Maret 18, 2020. https://asumsi.co/post/dua-warga-positif-corona-menkes-terawan-sebut-ada-sisi-positif.
—. 2020. "Jangan Panik, Pasien Covid-19 di Seluruh Dunia Banyak yang Sembuh." Asumsi.co. Maret 03. Accessed Maret 19, 2020. https://asumsi.co/post/jangan-panik-pasien-covid-19-di-seluruh-dunia-banyak-yang-sembuh.

—. 2020. "Manusia Bisa Lebih Jahat dari Covid-19." Asumsi.co. Maret 05. Accessed Maret 18, 2020. https://asumsi.co/post/manusia-bisa-lebih-jahat-dari-covid-19.

Komentar