Identitas
Film
Judul :
Gundala
Sutradara :
Joko Anwar
Tanggal rilis :
29 Agustus 2019
Rumah produksi :
Screenplay Films, Bumilangit Studios, Legacy Pictures
Penulis naskah :
Joko Anwar
Durasi tayang :
123 menit
Pemeran :
Abimana Aryasatya, Tara Basro, Bront Palarae, Ario Bayu, Lukman Sardi, Pritt
Timothy
Sinopsis
Seorang anak kecil, bernama Sancaka (Muzakki Ramdhan), hidup
sebatang kara setelah ayahnya (Rio Dewanto) meninggal dan ibunya (Marissa
Anita) pergi. Sejak kecil, Sancaka selalu takut ketika hujan turun – bukan
hujan yang ia kahawatirkan, tetapi petir. Entah mengapa, Sancaka merasa bahwa
petir selalu mengincarnya. Bahkan, saat kecil dia pernah tersambar petir.
Karena dia tidak punya siapa-siapa, Sancaka harus bisa
bertahan hidup di jalanan yang keras. Dia diajari cara bertarung oleh temannya
yang bernama Awang (Fariz Fajar), yang kini sudah pindah ke Tenggara, tempat
yang paling aman.
Setelah dewasa, ketakutan Sancaka (Abimana Aryasatya) pada
petir tidak hilang. Kini, dia bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah pabrik
koran. Setiap harinya, dia melihat aksi kriminal terjadi di setiap sudut kota.
Sancaka terus menahan diri untuk membantu karena Awang mengajarinya untuk tidak
ikut campur urusan orang lain. Akan tetapi, teman kerjanya, Pak Agung (Pritt
Timothy), dan juga tetangganya, Wulan (Tara Basro), mulai mengingatkannya akan
prinsip keadilan dan tolong-menolong yang ayahnya ajarkan dulu. Sesuatu seperti
memanggilnya untuk bertindak dan melawan kejahatan.
Di lain sisi, para anggota DPR, ketar-ketir mengenai isu
beras terkontaminasi yang telah membuat rakyat panik. Serum yang mengontaminasi
beras tersebut dikatakan akan memengaruhi kandungan para ibu hamil sehingga
anak-anak mereka akan menjadi orang yang tidak bermoral. Mereka mulai mencium
dalang di balik itu semua, sorang mafia kejam bernama Pengkor (Bront Palarae).
Kelebihan
Sebelum mulai bahas, ayo kita tepuk tangan dulu untuk film Gundala.
Jadi, film Gundala ini adalah pembuka dari Bumilangit Universe, semacam
MCU-nya Indonesia. Oleh sebab itu, film ini sebetulnya memiliki sebuah tanggung
jawab tersendiri untuk bisa meloloskan superhero Bumi Langit yang lain
ke layar bioskop kita. Dan untuk film Gundala, menurut aku udah cukup baik
sebagai sebuah permulaan.
Yang aku suka di sini adalah tone filmnya yang lebih
mirip ke DC daripada Marvel. Sebagaimana film-film pahlawan super DC, kita
tidak hanya diperlihatkan perjalanan dan aksi para pahlawan melawan musuh, tapi
juga apa yang terjadi pada lingkungan dan masyarakat sekitarnya sebagai pihak
yang terkena dampak langsungnya. Jadi, jangan heran kalau di film ini itu
banyak banget yang akan dibahas.
Aku sendiri suka dengan alur ceritanya yang diawali dengan
masa lalu Sancaka. Kita jadi dibawa untuk ikut merasakan kesedihan Sancaka saat
masih kecil. Rapih sekali adegan demi adegan yang ditampilkan mengenai latar
belakang kehidupan Sancaka. Unsur background yang pahit seperti itu
mengingatkan aku pada anime-anime, seperti Naruto dan One
Piece, di mana setiap karakter utamanya pasti memiliki background
yang pahit. Kita jadi paham mengapa tokoh utama kita mengambil
tindakan-tindakan tertentu dan melihat seberapa jauh dia berproses. Dan film Gundala
menghadirkan unsur tersebut dengan sangat bagus.
Kemudian yang bagus dari film ini adalah tokoh utama kita
sendiri, yaitu Sancaka yang diperankan oleh Abimana Aryasatya. Aku pikir
Abimana sangat cocok memerankan Sancaka yang pendiam dan suka menolong. Bahkan,
ketika bertarung pun, Sancaka tidak banyak omong dan langsung saja berantem.
Dan itu semua somhow pas sekali dengan sosok Abimana.
Antagonis kita pun menarik di sini. Karena kita dijelaskan
mengenai latar belakangnya sehingga kita paham motif dia sebagai penjahat itu
apa. Pengkor, sebagai seorang antagonis, itu bisa dikatakan tidak selalu jahat.
Kalau kita melihatnya dari sudut pandang yang lain, kita akan melihat bahwa dia
memiliki niatan baik, meskipun memang jalan yang dia tempuh itu terbilang
ekstrem. Musuh semacam itu sangat menarik karena mereka tidak hanya sulit
ditebak, tetapi juga beraksi dengan cara yang tak terpikirkan sama sekali, dan
biasanya hal itu akan mendorong jagoan kita untuk berkembang.
Film ini, seperti yang aku bilang, tidak sekadar menceritakan
tentang Sancaka, tetapi juga hal-hal di sekitarnya. Isu yang menjadi subtema di
sini cukup menarik buat aku, yakni tentang keadilan moral. Bagaimana Pengkor
berusaha mempermainkan masyarakat serta pemerintah mengenai masalah moralitas
itu tidak aku ekspektasikan sama sekali. Kita, para penonton, sebagai warga
sipil jadi semakin relate dengan problem serupa
yang membutuhkan sinergi antara rakyat dengan pemerintah. Ya, semoga aja para
penonton sadar apa maksud dari permasalahan yang diangkat di film ini.
Aku juga suka kekuatan dari Sancaka. Biasanya, karakter
dengan kekuatan elemen petir akan menggunakan petirnya untuk menyerang musuh
secara langsung atau dengan memanggil petir dari langit. Namun, di sini Sancaka
menggunakannya dengan cara yang beda. Aku sama sekali tidak pernah mengira bahwa
kekuatan elemen petir bisa dipakai seperti itu.
Kelemahan
Nah, seperti yang aku bilang tadi, film ini memiliki tanggung
jawab tersendiri, dan menurut aku belum 100% berhasil dituntaskan. Ada beberapa
koreksi untuk film ini. Pertama, alur film ini mulai kurang jelas arahnya mau
ke mana menjelang akhir film. Aku kurang paham bagaimana Pengkor bisa tahu
identitas asli Sancaka. Tiba-tiba aja dia bisa menemukan Sancaka.
Kemudian, Sancaka sendiri setelah menjadi seorang jagoan pun
tidak jelas apa misinya. Sebelumnya dia hanya ingin membela pedagang-pedagang
pasar yang tertindas. Akan tetapi, dia tiba-tiba bisa menolong si Lukman Sardi
(aku lupa nama karakter dia siapa). Aku kurang paham apa tujuannya itu, karena
itu terjadi begitu saja. Kita gak tahu apa tempat si Lukman Sardi diserang itu
dekat dengan rumah Sancaka atau tidak, atau mungkin dia kebetulan lewat – aku miss
aja di situ, sehingga aku kurang paham bagaimana perkembangan karakter kita
tersebut.
Nah, omong-omong soal perkembangan karakter, aku pikir ada
sedikit kekurangan di sini, terutama setelah Sancaka dewasa. Sancaka dewasa itu
mengalami proses di mana dia akhirnya teringat kembali tentang ajaran ayahnya
mengenai memperjuangkan keadilan dan semacamnya. Namun, proses dia hingga sadar
itu seperti cepat sekali alurnya. Cuman karena dialog-dialog tertentu tiba-tiba
dia sadar. Menurutku, seharusnya bisa lebih daripada itu. Memang ada adegan
pasar dibakar, tetapi itu semua terkesan terlalu cepat. Mungkin karena masalah
durasinya – misalkan durasi filmnya dua setengah jam, aku pikir semua transisi
tersebut akan lebih smooth dan masuk akal.
Yang disayangkan lagi adalah, Sancaka untuk bisa membentuk
identitas sebagai jagoan terbilang terlalu mudah. Hanya karena aksinya
sekali-dua kali di jalanan, dia langsung dikenal orang luas. Padahal, membangun
identitas pahlawan super itu tidak mudah kalau kita membandingkan dengan
film-film lain. Dibutuhkan sebuah ancaman global atau ancaman satu negara dulu
untuk itu. Bahkan, sebagian besar anggota Avengers saja namanya baru
dikenal setelah film Avengers pertama. Akan tetapi di sini Sancaka bisa
melalukannya dengan instan.
Selain itu, aku merasa porsi Sancaka sebagai pahlawan di film
ini kurang. Di tengah film, terlalu bayak scene yang berfokus pada para anggota
DPR, padahal bukan mereka tokoh utamanya. Sayang banget sebenarnya karena itu
memengaruhi alurnya. Mungkin itu yang menyebabkan aku merasa perkembangan
Sancaka terlalu cepat.
Kemudian, ada beberapa dialog yang menurut aku terlalu
ngawur. Pak Agung di sini itu seperti orang bijak, yang kerap kali menyampaikan
kalimat-kalimat bijaksana untuk Sancaka. Itu menurut aku aneh kadang-kadang
karena ada kalimat yang dia sampaikan itu gak masuk ke dalam situasi di adegan
tersebut, menurut aku. Terlalu terkesan mau bijaksana, seperti dipaksakan.
Ada pula hal yang aku kurang paham, yakni tentang Ghazul
(Ario Bayu). Di awal-awal, kita melihat bahwa dia itu kaki tangannya Pengkor.
Namun, kenapa makin lama dia seperti punya misi sendiri. Aku gak paham sebenarnya
siapa di antara dia dan Pengkor yang lebih berbahaya dan apa sebenarnya motif
si Ghazul itu, serta siapa sebenarnya dia.
Dan ada satu lagi, yakni mengenai asal-usul kekuatan Sancaka.
Aku gak paham sebenarnya Gundala itu siapa dan Sancaka itu siapa. Di sini,
Sancaka sama sekali tidak pernah menyebutkan dirinya sebagai Gundala, lalu dari
mana nama Gundala itu sendiri berasal? Sancaka pun tidak mendapatkan
kekuatannya setelah dia disambar petir ketika dia dewasa. Sancaka sepertinya
sudah memiliki kekautan tersebut sejak kecil, tetapi sayangnya tidak
dijelaskan.
Kesimpulan
Film Gundala, sebagai film pembuka dari Bumilangit
Universe, mengemban tanggung jawab besar untuk membawa kejayaan kepada pahlawan
super lokal kita. Aku pikir, film ini sudah berhasil dengan cukup baik untuk
memenuhi tanggung jawabnya itu, meskipun masih ada koreksi. Namun, dari segi
konsep dan karakter tokoh sudah bagus. Film ini memiliki konsep yang kuat,
meskipun masih butuh perbaikan terhadap alurnya. Untuk skor, aku akan kasih
film ini 7,7/10. Kalau kalian nonton filmnya, kalian nanti tunggu karena
ada after-credits scene-nya Pokoknya, kalian harus menonton film ini di
bioskop agar kita bisa menyaksikan pahlawan super lokal kita yang lain naik ke
layer lebar!
Untuk kalian yang tidak tertarik nonton, kalian nonton dulu trailer-nya di bawah ini, dijamin kalian akan berubah pikiran!
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar