Identitas Film
Judul :
Bumi Manusia
Sutradara :
Hanung Bramantyo
Tanggal rilis :
15 Agustus 2019
Rumah produksi :
Falcon Pictures
Penulis naskah :
Salman Aristo
Durasi tayang :
181 menit
Pemeran :
Iqbaal Ramadhan, Mawar Eva de Jongh, Sha Ine Febriyanti, Giorgino Abraham,
Bryan Domani, Jerome Kurnia
Sinopsis
Berlatar di tanah Jawa pada masa kolonial Hindia Belanda,
seorang pemuda bernama Minke (Iqbaal Ramadhan) hidup dengan segala
kegelisahannya. Pemikiran-pemikiran modern menghantui kepala Minke. Namun, dia
sadar bahwa dia adalah pribumi yang menduduki derajat paling rendah di strata
sosial saat itu. Perilaku tidak adil yang orang-orang Eropa lakukan kepada
pribumi, selalu menanamkan kegelisahan dan rasa muak dalam diri Minke.
Suatu hari, temannya Suurhoof (Jerome Kurnia), mengajak Minke
pergi ke kediaman keluarga Mellema. Di sanalah Minke bertemu dengan seorang
wanita Indo yang cantik, Annelies Mellema (Mawar Eva de Jongh). Hanya sekali
tatap, Minke tersihir oleh kecantikan Annelies. Bukan hanya itu, Minke juga
terkagum-kagum pada ibunya Annelies, Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febriyanti). Nyai Ontosoroh
adalah sosok wanita pribumi yang pintar dan hebat di mata Minke.
Pertemuan mereka pada siang itu adalah awal perjalanan cinta
Minke dan Annelies. Kedua pasangan yang saling tulus menyayangi itu harus
berhadapan dengan segala hukum dan rasialisme. Apa mungkin perbedaan ras dapat
menghalangi dua insan manusia untuk bisa saling mencinta?
Kelebihan
Film Bumi Manusia sudah menjadi fenomenal dari pertama
kali diumumkan. Banyak orang yang sudah menunggu-nunggu film tersebut dengan
ekspektasi tinggi. Aku pribadi adalah orang tersebut dan film ini belum
berhasil memenuhi ekspektasi ku, tetapi bukan berarti film ini gagal.
Film ini sangat bagus dalam
menggambarkan suasana Jawa pada masa Hindia Belanda. Sebagai orang yang hanya
tahu sejarah sekadar teks di buku sekolah, film ini seperti memperlihatkan
sejarah dengan lebih hidup. Betapa perilaku tidak adil orang-orang Eropa kepada
pribumi berhasil membuat aku geram sendiri saat menonton. Suasana kota serta
masyarakatnya sangat baik digambarkan dalam film ini; properi untuk setting
filmnya kurang mendukung, sih.
Kemudian, tokoh Annelies di sini
sangat menarik dan bisa dikatakan mencuri perhatian. Saat pertama kali muncul,
Annelies berhasil tampil dengan anggun dan manis, sangat mendukung scene tersebut
yang merupakan pertemuan pertama Minke dan Annelies. Kemudian, akting Mawar Eva
cukup baik dalam memerankan gadis indo tersebut. Ketika Annelies dicium Minke
lalu dia teriak, itu adalah scene yang cukup menghibur dalam cara tersendiri.
Pokoknya Anneliese berhasil membuat penonton gemas.
Ada pula adegan Anneliese yang
menurutku bagus sekali, yaitu di scene terakhir ketika dia akan pergi ke
Belanda. Di situ, sikap Anneliese sangat menggambarkan bahwa dia tidak mau
mengkhawatirkan orang-orang yang dia sayangi ketika dia harus pergi, dia juga
ingin memberikan kesan indah sebelum mereka pergi. Walaupun begitu, tidak
lantas ekspresi Anneliese berubah menjadi sosok wanita yang bijaksana dan
dramatis, alih-alih dia tetap terlihat menggemaskan.
Akan tetapi, tokoh paling luar
biasa di film ini adalah Nyai Ontosoroh. Nyai Ontosoroh di sini berhasil
menghadirkan sosok wanita mandiri, cerdas, dan sukses pula sebagai seorang ibu,
tetapi tidak menjadi arogan dan tetap menyadari posisinya sebagai seorang ibu.
Walaupun dengan segala kehebatannya, Nyai Ontosoroh tidak menjadi wanita belagu
yang merendahkan laki-laki. Dia sangat bijaksana dengan memperlakukan orang
berdasarkan kepribadian dan intelektual mereka, bukan ras, gender, atau status
sosial.
Setiap adegan yang menghadirkan
Nyai Ontosoroh, berhasil membuat excitement film ini naik. Semua
penonton pasti terkagum-kagum dengan sosoknya. Sangat perlu diapresiasi Sha Ine
Febriyanti karena telah berhasil membawakan sosok Nyai Ontosoroh dengan luar
biasa.
Di samping itu, sebagai orang
yang peduli terhadap isu-isu activism, aku cukup relate dengan
apa yang dihadapi Minke dalam film ini. Maka dari itu, aku suka kesal sendiri
ketika melihat perilaku rasis atau ketidakadilan hukum yang dilakukan
orang-orang Eropa dalam Bumi Manusia. Oleh sebab itulah aku senang
ketika ada refleksi diri Minke berupa monolog tentang modernisme dan
kesetearaan.
Setelah itu, yang menjadi
keunggulan film ini ialah quotes yang disampaikan sepanjang cerita ini. Banyak
film yang menggunakan kalimat-kalimat bijaksana dalam dialognya, tetapi hanya
sedikit yang berhasil masuk dalam film tersebut atau penempatan dialog tersebut
berhasil. Untungnya, sebagian besar kalimat-kalimat bijaksana dari tokoh-tokoh
di sini berhasil masuk pada scene-nya; memang beberapa yang not
necessary, though. Entah karena memang suasana dari ceritanya yang
mendukung atau pemilihan diksinya yang tepat, pesan-pesan dan kritik sosial
yang mau disampaikan kepada penonton melalui dialog para tokoh dalam Bumi
Manusia berhasil tersampaikan.
Kelemahan
Buku Bumi Manusia adalah
buku yang cukup tebal dan fenomenal, tetapi aku belum pernah membacanya sehingga
aku tidak bisa membandingkan isi bukunya dengan film ini. Namun, untuk bisa
mengadaptasi buku dengan cerita sekompleks itu ke layar lebar memang bukanlah
pekerjaan mudah sehingga wajar kalau durasi film ini sampai tiga jam. Yang
disayangkan adalah film berdurasi tiga jam ini tidak berhasil menjaga keseruan
ceritanya selama tiga jam tersebut.
Di awal-awal cerita, suasana dan
peristiwa-peristiwa yang dialami para tokoh sangat baik dan memberikan kesan
menarik bagi aku pribadi. Namun setelah satu setengah jam, semua terasa biasa
saja. Ada beberapa kali adegan yang memunculkan excitement, tetapi
langsung begitu aja lewat. Sayang banget karena keseruan dari alur cerita ini
tidak berhasil dijaga dari awal sampai akhir film.
Ada hal yang kurang dijelaskan
di sini, yakni pembunuhan Herman Mellema (Peter Sterk). Dalam persidangan,
akhirnya diketahui bahwa Ah Tjong, pemilik rumah pelacuran, lah yang telah
membunuh ayahnya Anneliese tersebut. Namun, kita tidak mendapat penjelasan
sebenarnya apa motif di balik itu. Padahal saat di persidangan, Ah Tjong sudah
menepis tuduhan tersebut dengan mengatakan bahwa dia tidak mungkin membunuh
pelanggan setianya. Nah, di situlah tidak jelas apa motif dari pembunuhan
tersebut.
Yang paling kelihatan kurang di
sini adalah pengembangan tokoh-tokohnya. Contohnya saja adalah Minke, si tokoh
utama, yang diperankan oleh Iqbaal. Aku pribadi kurang suka dengan make up-nya
sebagai Minke, terutama kumisnya. Sangat tidak jelas mau dibuat sebagai pemuda
yang seperti apa Minke itu. Tidak terlihat dewasa, tapi seperti berlagak
dewasa. Oke, itu komentar personal.
Selain itu, Iqbaal seperti
kurang menjiwai perannya sebagai Minke. Ada beberapa scene yang
menurutku Iqbaal berhasil sebagai Minke, tetapi cukup banyak juga yang gagal. Beberapa
kali, ketika adegan berdua dengan Anneliese, Iqbaal justru terkesan seperti
Dilan dengan versi Jawa daripada seperti Minke.
Kemudian tokoh Jan Daparste juga
kurang dikembangkan di sini. Padahal, Jan adalah seorang yang cukup baik dan
dekat dengan Minke serta memiliki pergolakan konfliknya sendiri. Namun, tidak
digambarkan sama sekali seberapa keras perjuangan dia menghadapi
kesulitan-kesulitannya itu. Kita hanya diberikan dialog-dialog saja yang kurang
mendukung.
Setelah itu, ada adegan yang
sudah aku ekspektasikan menegangkan, yakni ketika persidangan. Namun, aku dikecewakan.
Ada dua persidangan, aku sudah berekspektasi bahwa adegan persidangan akan
sangat ramai dan ribet karena seperti itu yang ditunjukkan di trailer.
Akan tetapi, persidangan ini berjalan biasa saja, tidak ada perdebatan yang
berarti. Justru malah terlalu emosional dariapda rasional untuk ukuran sebuah
persidangan; emosionalnya pun seperti membabi buta sehingga tidak jelas bagiku.
Kemudian, persidangan berlalu begitu saja.
Kesimpulan
Film Bumi Manusia adalah
film yang sudah ditunggu-tunggu banyak orang, meskipun belum berhasil memenuhi
ekspektasi sebagain orang, terutama mereka yang sudah membaca bukunya. Memang
sulit untuk bisa mengadaptasi karya sastra yang sekompleks itu untuk menjadi
film yang durasinya hanya tiga jam. Meskipun begitu, secara keseluruhan film
ini berhasil menyampaikan nilai-nilai dan pesan yang mau ia sampaikan. Film ini
juga dengan sukses menghadirkan sosok wanita yang mandiri dan cerdas melalui
sosok Nyai Ontosoroh. Untuk skor, aku kasih 7.8/10.
Itu tadi review dari aku. Kalau kalian penasaran sama filmnya, bisa langsung tonton trailer-nya di sini!
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Semua pria di bumi manusia memang diperagakan berkumis, bukan untuk penanda dewasa atau untuk memperlihatkan dia dewasa, tapi memang sebagai trend di zaman tersebut. Tidak hanya pribumi, indo pun rata rata berkumis baik remaja atau pun dewasanya. Begitu kiranya.
BalasHapusSebenarnya yang aku permasalahan make-up artists-nya karena menurut ku kurang natural gitu penampilan Iqbal sebagai Minke. Jadi mirip cosplay
Hapus