Dee Lestari, nama pena dari Dewi Lestari, lahir di
Bandung, 20 Januari 1976. Debut Dee dalam kancah sastra dimulai pada 2001
dengan episode pertama novel serial Supernova yang berjudul Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh.
Disusul episode-episode berikutnya; Akar pada 2002, Petir pada 2004, Partikel
pada 2012, Gelombang pada 2014,
serial Supernova konsisten menjadi best
seller nasional dan membawa banyak kontribusi positif dalam dunia perbukuan
Indonesia. Kiprahnya dalam dunia kepenulisan juga telah membawa Dee ke berbagai
ajang nasional dan internasional.
Supernova keenam dengan judul episode Inteligensi Embun Pagi merupakan buku
penutup dari serial yang telah digarap Dee selama lima belas tahun terakhir.
Dee juga telah melahirkan buku-buku fenomenal
lainnya, yakni Filosofi Kopi (2006), Rectoverso (2008), Perahu Kertas (2009), dan Madre
(2011). Hampir seluruh karya Dee, termasuk Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh telah diadaptasi menjadi film
layer lebar.
Selain menulis buku dan mengisi blog, Dee juga
aktif di dunia musik sebagai penyanyi dan penulis lagu. Ia tinggal bersama
keluarga kecilnya di Tanggerang Selatan. Dari dapur rumahnya, Dee rajin
berkarya resep masakan yang diunggah ke situs pribadinya, www.deelestari.com.
Di dunia maya, penikmat dan penggemar buku-buku Dee
dikenal dengan sebutan Addeection.
Sinopsis
Dimas dan Reuben, dua orang
mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Amerika, tidak menyangka bahwa mereka
akan menjadi kawan dekat. Apalagi, keduanya memiliki selera yang berbeda –
Dimas adalah seorang sastrawan dan pujangga, sedangkan Reuben adalah seorang
pecinta sains kelas akut yang tergila-gila untuk menyatukan antara sains dan
ilmu sosial. Terlepas dari perbedaan keduanya, mereka memiliki kecocokan yang
tidak biasa, kecocokan yang telah membuat mereka menjadi sepasang kekasih,
bahkan bertahan hingga sepuluh tahun.
Kini, setelah sepuluh tahun
menjalin hubungan, sepasang homoseksual tersebut kemabli ke Indonesia. Mereka
ingin memenuhi ikrar mereka dahulu, yaitu membuat sebuah mahakarya yang
menggabungkan roman dan sains. Karya tersebut berjudul Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh.
Ferre, seorang pria yang menjabat
sebagai CEO perusahaan multinasional di usianya yang terbilang muda. Muda,
kaya, dan tampan, siapa wanita yang tidak menggilainya? Tapi, belum ada satupun
wanita yang dia gilai. Ferre masih terus mencari sosok seorang putri yang akan
mencuri hatinya.
Penantian tersebut berhenti ketika
ia kedatangan seorang wartawan dari sebuah redaksi majalah. Namanya Rana.
Cantik, manis, terpelajar, tapi sudah menikah. Walaupun begitu, cinta tidak
bisa berbohong, keduanya memiliki ketertarikan untuk satu sama lain yang
kemudian berujung ke hubungan gelap antara keduanya. Hubungan gelap yang
membuat Rana tersiksa setiap ia harus pulang ke rumah dan bertemu suaminya.
Kini, yang Rana inginkan hanya bersama Ferre.
Sementara itu, terdapat Diva,
seorang top model dan diam-diam ia
memiliki pekerjaan sebagai pelacur papan atas. Dia dikagumi sekaligus tidak
disukai sebagai model, tetapi dia tetap tidak peduli. Baginya, semua orang
hanyalah mayat hidup yang digerakkan tangan-tangna tak kasat mata. Tidak ada
seorang pun yang paham cara berpikirnya yang sangat cemerlang dan tidak biasa,
benar tapi menyakitkan.
Kelebihan
Novel ini memang sudah lama,
bahkan terbitnya ketika saya baru lahir. Yang saya tahu, novel ini sangat booming di zamannya, dan bahkan masih
sampai sekarang. Walaupun sudah lama, novel ini tidak kehilangan pesonanya.
Menurut saya, mba Dee Lestari
cukup berani memasukkan unsur homoseksual ke dalam novel ini. Apalagi di masa
novel ini pertama kali terbit, isu tersebut kurang mendapat perhatian. Jadi
menurut saya, Kesatria, Putri, dan
Bintang Jatuh sangat berani dalam penentuan karakter-karakter yang ada.
Bukan hanya karakter homoseksual,
ada juga karakter pelacur yang menjadi kesukaan saya, yakni Diva. Diva memiliki
penggambaran karakter yang memang terkesan mengada-ada, tetapi luar biasa
memukau. Saya tidak pernah menyangka jika ada orang di dunia ini yang memiliki
pemikiran seperti dia. Bisa dikatakan Diva adalah paradoks hidup, terlihat
rendah karena pekerjaan sampingannya, tetapi sebenarnya menyimpan kecemerlangan
dalam pikirannya.
Bahkan, dialog-dialog yang Diva
lontarkan sering membuat saya terdiam dan bertanya pada diri saya sendiri. Mba
Dee berhasil membuat saya berefleksi di sela-sela saya membaca. Hal-hal
mendasar yang tidak pernah saya tanyakan kepada diri saya akhirnya saya
tanyakan.
Di samping Diva, hubungan cinta
Ferre dan Rana juga cukup memukau. Apalagi dengan adanya puisi-puisi romantic
yang dibuat oleh Ferre. Tidak disangka-sangka, dibalik sosok Ferre sebagai
pebisnis yang seperti robot ternyata ada jiwa pujangga yang terdiap di sana.
Namun, yang paling menderita
menurut saya adalah Rana. Rana selalu merasa tidak nyaman di rumahnya karena
keberadaan Arwin, seuaminya. Sementara dia dan Ferre juga tidak bisa go public mengenai hubungan mereka.
Sungguh menyiksa bukan? Dan Mba Dee berhasil membuat konflik batin Rana terasa
berat, tetapi tidak lebay. Ada kesamaan personal antara saya dan Rana – kami
sama-sama hidup dengan beban ekspektasi orang tua dan itulah yang membuat saya
merasa iba dengan Rana.
Keunggulan buku ini selain
daripada karakter-karakternya yang kuat adalah bahasa yang digunakan. Kadang
bahasa yang dipakai sangat memusingkan karena penuh teori-teori sains, kadang
sangat romantis namun tidak megumbar-umbar gombal, kadang juga ringan seperti
kehidupan sehari-hari. Penggunaan diksi yang saya rasa sangat tepat sasaran ini
membuat saya sebagai pembaca dapat menikmati novel ini dalam berbagai atmosfer,
tergantung dari sudut pandang tokoh siapa.
Yang tidak kalah penting ialah, Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh
membuka wawasan saya dan membuat saya lebih berpikir kritis mengenai banyak
hal. Detil-detil yang biasanya terabaikan padahal substansial diangkat dalam
cerita romantis di novel ini. Bahkan, saya kagum karena novel ini terbit tahun
2000, tetapi bahasannya masih relevan dengan situasi sekarang mengingat
perkembangan dunia sekarang ini sangat cepat.
Kelemahan
Kekurangan buku ini mungkin tidak
banyak, tetapi penting. Kekurangannya adalah pembahasan yang sangat saintifik
di awal novel. Di halaman-halaman pertama, Reuben mengoceh mengenai teori chaos
dan turbulensi serta hal-hal ilmiah lain yang tidak akrab di telinga orang.
Banyak sekali istilah-istilah yang hanay dipahami kalangan fisikawan dimasukkan
oleh Mba Dee ke dalam dialog Reuben tersebut. Tentu saja hal tersebut membuat
saya dan banyak pembaca lainnya pusing tujuh keliling. Saya harus membaca tiga
sampai lima kali untuk mendapat gambaran maksudnya, bukan pemahaman yang utuh
loh. Memang sih, di bawah setiap halaman terdapat catatan kaki yang menjelaskan
istilah-istilah tersebut, tetapi tetap saja sulit untuk dipahami. Banyak
pembaca yang langsung tutup buku dan menyerah untuk menyelesaikan novel ini,
bahkan tidak sedikit yang mengkritiknya karena lebih seperti buku fisika
ketimbang sebuah novel.
Di samping itu, kekurangan novel
ini adalah unsur-unsur yang diangkatnya. Hal semacam homoseksual dan pelacuran
bisa dibilang bertentangan dengan norma yang ada di masyarakat kita. Di sisi
lain, saya pribadi menganggap unsur-unsur tersebut kelebihan dari novel ini.
Namun, saya khawatir jika banyak pembaca yang kurang kritis, mereka akan
mentah-mentah mencerna bahwa homoseksual dan pelacuran adalah sesuatu yang
seharusnya dilazimkan dan dilegalkan di Indonesia. Padahal, baik Diva dan
pasangan Dimas-Reuben memiliki ideologi sendiri yang bukan merupakan Pancasila
sehingga mereka bisa berbuat demikian. Saya tidak mengatakan bahwa novel ini
bertentangan dengan Pancasila, tetapi saya cemas apabila masyarakat kita kurang
kritis dan asal menirunya saja.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, novel ini sangat bagus untuk
dibaca. Biarpun ia mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan nilai-nilai
di masyarakat kita, novel ini juga mengangkat masalah-masalah yang substansial
dalam kehidupan kita. Novel ini bisa menjadi wahana untuk berefleksi dan
merenung. Novel ini sebaiknya dibaca untuk kalangan remaja dan dewasa saja,
mengingat ada hal-hal yang berbau dewasa di dalamnya. Dan saran saya, menjadi
bijak dan kritislah dalam memahami yang pesan-pesan dalam novel ini. Saya
memberi skor 9.4/10 untuk episode pertama dari serial Supernova ini. Bravo, Mba Dee!
Komentar
Posting Komentar