5 Kepunahan Massal: Kepunahan Permian-Triassic
Peristiwa
kepunahan Permian-Triassic (Kepunahan P-Tr) merupakan peristiwa kepunahan paling dahsyat dan paling besar di
antara kelima peristiwa kepunahan massal yang pernah terjadi di bumi. Sebutan
lainnya adalah “Kematian Besar,” “Kepunahan Permian Akhir,” dan “Kepunahan Besar Permian.” Peristiwa ini
terjadi sekitar 252 juta tahu lalu, di perbatasan era Permian dan Triassic
sekaligus peralihan zaman Paleozoikum ke Mesozoikum. Lebih dari 96% organisme
laut dan 70% spesies vertebrata darat punah. Perisitiwa ini juga merupakan
peristiwa kepunahan seranggga karena
sekitar 57% dari famili serangga dan 83% dari genus serangga punah. Peristiwa
kepunahan Permian-Triassic memakan waktu paling lama dalam pemulihan ekosistem
bumi.
Dampak
Kondisi
organisme laut pada saat peristiwa tersebut terjadi sangat mengenaskan, sebab
286 genus dari 329 genus invertebrata air punah, termasuk Conodont dari era
Permian. Kepunahan tersebut disebabkan oleh meningkatnya laju kepunahan dan
menurunnya laju spesiasi. Yang paling merasakan dampak dari kepunahan P-Tr
ialah organisme dengan kerangka CaCO3
(Kalsium karbonat atau zat kapur), terutama mereka yang bergantung terhadap
kestabilan level CO2 untuk memproduksi kerangka mereka. Merekalah
yang paling menderita karena pengasaman samudra akibat peningkatan karbon
dioksida di atmosfer. Semakin berat pengapuran organisme tersebut, dan dengan
apparatus kecil, semakin mereka menderita kepunahan paling besar.
|
Brachipoda berartikulasi (bersendi) |
Organisme
laut yang berhasil keluar sebagai penyintas adalah Brachipoda bersendi, Ceratitida (ordo Ammonoidea), dan Crinoida (lili
laut) yang hampir punah. Kelompok yang memiliki tingkat bertahan hidup yang
tinggi umumnya memiliki kendali yang kuat
terhadap sirkulasi, pengembangan
terhadap mekanisme pertukaran gas, dan kalsifikasi ringan. Dalam kasus Brachiopoda,
paling tidak, tingkatan taxa yang selamat dulunya berjumlah sedikit dan langka
dalam keanekaragaman.
|
Paleodictyopteroid |
Sementara
itu, invertebrata daratan mulanya didominasi serangga pada masa itu, bahkan
ada serangga terbesar yang pernah ada. Kepunahan tersebut menyebabkan delapan
atau sembilan ordo serangga punah dan sepuluh lainnya mengalami penurunan
drastis dalam keberagaman. Palaeodictyopteroid (serangga dengan mulut penggigit
dan penghisap) mulai berkurang saat pertengahan Permian karena perubahan flora.
Hanya deposit Glosselytrodea, Miomoptera, dan Protorthoptera yang ditemukan
setelah peristiwa tersebut. Spesies serangga berikutnya mengalami perubahan drastis
dibandingkan sebelum peristiwa kepunahan tersebut terjadi.
Bagi
tumbuh-tumbuhan, mereka relatif kebal terhadap kepunahan massal. Akan tetapi,
penyusunan ulang besar-besaran terhadap ekosistem telah terjadi, dengan
keberlimpahan dan distribusi tumbuh-tumbuhan berubah pula secara drastis serta
hilangnya hutan sebenarnya. Flora paleozoik hampir tidak dapat selamat.
|
Hutan Gymnospermae di zaman Permian |
Pada
saat perbatasan P-Tr, kelompok flora yang dominan berubah secara tiba-tiba.
Seperti, Cordaites (sejenis Gymnospermae) dan Glassopteris (sejenis tanaman Pteridospermatophyta).
Sebelum peristiwa kepunahan tersebut, terdapat hutan Gymnospermae yang padat.
Di saat yang sama dengan berkurangnya makrofauna lautan, hutan Gymnospermae
tersebut lenyap. Mereka digantikan dengan tumbuhan terna (tumbuhan dengan
batang lunak dan tidak berkayu), termasuk Lycopodiophyte: Selaginellales dan Isoetales.
Nantinya, gymnospermae menjadi dominan kembali, tetapi menderita kematian
lainnya. Hal tersebut terjadi seperti sebuah siklus yang mengindikasikan lingkungan stress kronis.
Sementara
itu, kondisi vertebrata daratan pun juga memprihatinkan. Lebih dari dua per
tiga famili amfibi Labyrinthodont (evolusi dari ikan lobe-finned di era Devonian), Sauropsida (sejenis reptil), dan
therapsid (nenek moyang mamalia) mengalami kepunahan. Herbivora besarlah yang
mengalami kepunahan paling parah. Semua reptil anapsid Permian mati, kecuali Procolophonida.
Sedangkan, Pelucosaurus mati sebelum Permian akhir. Terlalu sedikit fosil diapsid
(kelompok reptil yang merupakan nenek moyang dari kadal, ular, buaya, dan
dinosaudurs [termasuk burung] berevolusi) dari zaman Permian yang ditemukan
untuk mendukung kesimpulan tentang efek Kepunahan P-Tr terhadap diapsid.
|
Therapsid |
Kelompok
yang berhasil bertahan mengalami kehilangan yang sangat besar dalam jumlah
spesies mereka, bahkan beberapa vertebrata darat sudah mendekati kepunahan pada
saat akhir Permian. Beberapa kelompok yang bertahan tidak berhasil hidup untuk
waktu yang lama, sementara yang lainnya berkembang menjadi berbagai jenis dan
hidup panjang dengan keturunan yang terus bertahan. Membutuhkan 30 juta tahun
bagi vertebrata darat untuk benar-benar pulih baik secara jumlah maupun
ekologis.
Pada
peralihan era Permian ke Triassic, terjadi kesenjangan batu bara. Tidak ada
deposit batu bara dari era Triassic awal dan deposit batu bara yang berasal
dari Triassic pertengahan pun tipis dan berkualitas rendah. Terdapat dua dugaan
alasan atas kesenjangan tersebut. Pertama, fungi, serangga, dan vertebrata yang
lebih agresif berevolusi dan membunuh sejumlah besar pohon-pohon. Akan tetapi, dekomposer
(fungi dan serangga) tersebut juga menderita kepunahan. Kedua, tumbuhan
penghasil batu bara punah saat peristiwa kepunahan P-Tr. Dibutuhkan waktu 10
juta tahun bagi kelompok tumbuhan baru untuk bertahan hidup.
Kesenjangan
batu bara tersebut menjelaskan kelangkaan sedimentasi dari zaman Triassic. Ekosistem
penghasil batu bara lebih seperti pindah ke tempat lain daripada menghilang,
yakni pindah ke tempat yang tidak memiliki catatan sedimentasi dari era
Triassic awal.
Sebuah
analisis mengenai fosil laut dari tahap akhir Changsingian pada Permian akhir menemukan
bahwa organisme laut dengan toleransi rendah terhadap hypercapnia memiliki laju
kepunahan yang tinggi. Hypercapnia
merupakan kondisi di mana terdapat konsentrasi karbon dioksida yang sangat
tinggi. Organisme yang paling tak berdaya adalah: 1) organisme yang memproduksi bagian tubuh berkapur dan keras, 2) organisme yang memiliki laju metabolisme
rendah, dan 3) organisme yang
memiliki sistem pernapasan lemah. Contoh: sponge kapur, rugose, koral tabulata,
brachiopoda pendeposit kapur, bryozoa, dan echinodermata – 81% genus mereka
punah. Namun, sulit sekali menemukan pengaruh hypercapnia tersebut terhapdap
binatang darat. Di samping itu, terdapat pula kesenjangan pada fosil serangga.
Penyebab
Penyebab
peristiwa kepunahan ini sangat banyak dan kompleks, meskipun belum dapat
dipastikan. Terdapat banyak peristiwa yang saling berantai yang menyebabkan
kepunahan Permian-Triassic. Kejadian tersebut telah terjadi 250 juta tahun lalu
sehingga sulit sekali mencari bukti-bukti penyebabnya. Ditambah lagi,
bukti-bukti tersebut terkubur di dalam bumi dan lantai lautan selalu terdaur
ulang setiap 200 juta tahun sekali.
Dugaan
sebab pertama adalah tubrukan benda
langit. Pada peristiwa kepunahan Creteaceus-Paleogine yang akan kita bahas
nanti, salah satu penyebabnya adalah tubrukan benda langit. Oleh karena itu,
diduga penyebab yang sama juga dialami oleh kepunahan Permian-Triassic. Buktinya
adalah shocked quartz di Australia
dan Antartika, tetapi hal tersebut belum cukup jelas. Tubrukan benda langit
yang terjadi di lautlah yang paling mungkin. Namun, lantai lautan yang tertua
saja berusia 200 juta tahun (lantai lautan selalu mengalami daur ulang setiap
200 juta tahun sekali karena penyebaran dan subduksi) sedangkan kepunahan P-Tr
terjadi 250 juta tahu lalu. Kawah-kawahnya
pun mungkin sudah tertutup oleh banjir basal.
|
Area yang terkena Siberian Trap |
Penyebab
kedua adalah aktivitas vulkanik. Pada
tahap akhir Permian, terjadi dua banjir basal: yang kecil ialah Emishian
Traps dan yang besar ialah Siberian Traps. Banjir basal sendiri adalah peristiwa erupsi vulkanik besar atau
serangkaian erupsi yang melapisi bentangan daratan yang besar atau lantai samudra
dengan lava basal. Emishian traps dan
Siberian traps menyebabkan awan debu
dan aerosol asam yang menghalangi cahaya matahari sehingga mengganggu
fotosintesis. Kemudian, rantai makanan pun hancur, serta terjadi hujan asam
yang dapat membunuh tumbuhan dan moluska serta plankton dengan cangkang kapur.
Erupsi tersebut juga menyumbang CO2 yang berakibat pada pemanasan
global. Ketika seluruh awan debu dan aeorosol tersapu dari atmosfer, kelebihan
CO2 akan tetap bertahan dan memanas tanpa mitigasi.
Siberian traps
memiliki karakteristik tertentu yang membuatnya semakin berbahaya. Banjir basal
murni menghasilkan fluida, lava cair dan tidak melontarkan debris (puing) ke
atmosfer. Namun, 20% dari keluaran Siberian
traps adalah piroklastik yang meningkatkan efek pendinginan jangka pendek.
Piroklastik adalah bebatuan klastik yang terbentuk dari material vulkanik.
Ketika material vulkanik terlontar dan diolah kembali melalui proses mekanik,
seperti oleh air dan angin, batuan tersebut disebuk vulkanistik. Piroklastik biasanya dibentuk dari abu
vulkanik, lapilli, dan bom vulkanik dari gunung berapi.
Lava basal
akan menjadi batuan karbonat dan sedimen yang dalam prosesnya membentuk lapisan
besar batu bara, yang dapat mengemisikan CO2 berjumlah besar yang
diikuti pemanasan global yang lebih kuat setelah awan debu dan aerosol selesai.
Penyebab
ketiga adalah pembentukan gas
hidrometana. Para ilmuwan menemukan bukti bahwa terjadi penurunan yang
cepat, sekitar 1%, pada rasio isotop 13C/12C pada batuan
karbonat dari era Permian akhir. Itulah rangkaian ekskursi positif dan negatif
(penurunan dan peningkatan 13C/12C) pertama, terbesar,
dan tercepat yang terus berlanjut sampai rasio isotop tiba-tiba stabil pada
pertengahan Triassic, dan segera diikuti perbaikan pengapuran makhluk hidup. Dengan mempertimbangkan dari penyertaan
sedimentasi karbonat yang panas sekali, oleh aktivitas vulkanik, satu-satunya
mekanisme yang menyebabkan penurunan 1% rasio tersebut adalah pelepasan metana dari hidrometana. Hidrometana sendiri adalah zat metana
yang terkurung di dalam molekul air. Zat tersebut umumnya ditemukan terkubur di
sedimen pada kedalaman 3.000 m, paling tidak.
Area
yang terlapisi lava dari Siberian traps
lebih dari yang semulanya dikira dan sebagian besar area tambahan tersebut ada
di bawah perairan laut dangkal. Kemungkinan, lapisan (area) tersebut mengandung
deposit hidrometana, lalu lava melepaskan metananya sehingga metana dalam
jumlah besar terlepas ke angkasa. Jumlah besar metana tersebut mengakibatkan
pemanasan global karena metana merupakan gas
rumah kaca yang kuat.
Penyebab
keempat adalah anoxia. Ditemukan
bukti bahwa terjadi anoxia (penurunan konsentrasi oksigen) dan euxinia (penigkatan jumlah hidrogen sulfida)
pada akhir Permian sampai awal Triassic. Salah satu buktinya adalah keberadaan bakteri sulfur hijau pada peristiwa
tersebut. Bakteri sulfur hijau membutuhkan hidrogen sulfida dan sinar matahari
untuk bisa bertahan hidup. Keberlimpahan mereka di sedimen-sedimen
Permian-Triassic mengindikasikan adanya hidrogen sulfida di laut dangkal. Penyebaran
zat beracun dan yang mengurangi oksigen tersebut merusak kehidupan laut dan
membunuh banyak makhluk hidup.
Anoxia
dan euxinia berasosiasi dengan hypercapnia (tingginya konsentrasi karbon
dioksida) dan ketiganya dapat terjadi bersamaan sebagai mekanisme pembunuh
massal. Anoxia terus berlanjut sampai awal Triassic sehingga diduga sebagai
penyebab lambannya pemulihan makhluk hidup.
Pemicu
anoxia tersebut adalah emisi karbon
dioksida sebagai akibat dari erupsi Siberian
traps. Emisi tersebut mengakibatkan pemanasan dan efek rumah kaca yang
mengurangi kelarutan oksigen di air. Setelah itu, banyak oksigen yang lepas ke
atmosfer.
Di
samping itu, peningkatan aktivitas cuaca akibat pemanasan dan akselerasi daur
air berakibat pada meningkatnya aliran fosfat ke laut. Fosfat dapat meningkatkan reproduksi mikroorganisme di laut atau algae blooming, ledakan populasi algae. Ledakapan
populasi algae tersebut menurunkan konsentrasi oksigen di laut sehingga
terjadilah anoxia.
Penyebab
kelima adalah emisi hidrogen sulfida.
Anoxia yang akut membuat bakteri pereduksi
sulfur berkembang pesat sehingga banyak sekali jumlah hidrogen sulfida di
lautan anoxia. Kemudian, hidrogen sulfida tersebut teremisikan ke udara
sehingga meracuni hewan dan tumbuhan darat serta melemahkan lapisan ozon, yang
mengakibatkan radiasi UV yang fatal.
Meskipun
begitu, bakteri sulfur hijau, dari akhir Permian-awal Triassic, mengindikasikan
hidrogen sulfida ada di laut dangkal karena bakteri tersebut ditemukan di zona
fotik dan mereka menggunakan sulfur sebagai donor electron.
Penyebab
keenam ialah pembentukan benua super
Pangaea. Pada pertengahan Permian, lempengan-lempengan benua besar di bumi
bergabung menjadi benua super Pangaea yang dikelilingi samudra super Panthalassa. Bersatunya benua-benua tersebut mengurangi
jumlah habitat pantai dan laut dangkal sehingga mengurangi jumlah ogranisme
yang tinggal di sana. Bahkan, tingkat penurunan populasi kehidupan laut setelah
terbentuknya Pangaea meningkat hingga mendekati level bencana besar. Namun,
penurunan populasi tersebut belum pernah sampai ke level “lima kepunasan
massal.” Akan tetapi, pembentukan Pangaea tidak begitu memengaruhi kepunahan
kehidupan daratan dan bahkan, efek pembentukan Pangaea terhadap kepunahan P-Tr
masih belum jelas.
|
Methanosarcina sp. |
Penyebab
ketujuh adalah mikroba. Di tahun
2014, dipublikasikan sebuah hipotesis yang menyatakan bahwa sebuah genus archaebacteria anaerob, dikenal dengan
nama Methanosarcina
bertanggung jawab terhadap kepunahan Permian-Triassic. Mikroba tersebut
memiliki cara baru dalam metabolism, yaitu melalui transfer gen. Maka dari itu,
mereka memetabolisme asetat menjadi metana. Hasilnya, jumlah metana dan karbon
dioksida di bumi meningkat tajam, yang sejalan dengan catatan isotop 13C/12C.
Aktivitas vulkanik pun memfasilitasinya dengan melepaskan banyak nikel, logam kofaktor untuk enzim yang
terlibat dalam produksi metana.
Beberapa
dari dugaan-dugaan penyebab tersebut memiliki kaitan. Kaitan tersebut bahkan
dikatakan sebagai sebuah sekuens yang
berkelanjutan. Artinya, penyebab-penyebab tersebut merupakan serangkaian
peristiwa berantai yang saling terhubung. Berikut adalah skemanya:
Namun,
terdapat kelemahan dalam sekuens tersebut, yakni ketidaksesuaian terhadap rasio isotop 13C/12C.
Maka dari itu, skema tersebut belum bisa dipastikan sebagai penyebab kepunahan
Permian-Triassic.
Pemulihan
Kemudian,
bagaimana kehidupan di bumi memulihkan dirinya? Untuk organisme perintis, mereka tidak butuh waktu lama untuk bisa pulih
kembali setelah kejadian tersebut. Namun, organisme lainnya butuh waktu hingga
jutaan tahun agar dapat pulih kembali. Alasannya adalah temperatur lautan saat
itu yang cukup tinggi, yakni 40⁰C, dan anoxia.
Pada era
Triassic awal, biomassa tumbuhan tidak cukup untuk menghasilkan deposit batu
bara yang artinya tidak ada cukup makanan bagi herbivora saat itu. Pola aliran
sungai di Karoo (wilayah semidesert)
berubah dari meandering (satu aliran
tanpa cabang dan berkelok-kelok) menjadi braided
(bercabang-cabang dan terpisah oleh daratan-daratan/pulau-pulau kecil). Perubahan
pola aliran sungai tersebut merupakan tanda bahwa vegetasi di sana sangat
jarang untuk waktu yang lama.
Tumbuhan
dan hewan, lautan dan daratan, dari ekosistem Triassic awal didominasi oleh
sekelomopok genus kecil yang muncul di mana-mana. Contohnya adalah hewan therapsid herbivora Lystrosaurus (yang
tercatat ada sekitar 90% dari vertebrata darat di awal Triassic) serta Bivalvia
Claraia, Eumorphotis, Unionites, dan Promylina. Padahal, ekosistem yang sehat
seharusnya dihuni macam-macam genus di habitat yang mereka kira cocok. Biarpun
begitu, taxa yang terkena dampak besar mengambil keuntungan dari ekosistem yang
hancur dan mengalami ledakan populasi di teritori mereka.
Untuk
ekosistem laut sendiri, terjadi perubahan besar. Sebelum kepunahan P-Tr,
sekitar dua per tiga hewan laut adalah hewan
sesil, yang tidak bergerak aktif dan melekat pada suatu substrat (dasar
laut). Saat mesozoikum, hanya sekitar setengah hewan laut yang sesil, sedangkan
sisanya motil, yang bergerak aktif. Analisis
terhadap fosil hewan laut menunjukkan bahwa terjadi penurunan terhadap jumlah
hewan penyaring makanan, seperti brachiopoda dan lili laut, dan peningkatan
jumlah hewan motil yang lebih kompleks, seperti siput, bulu babi, dan kepiting.
Padahal, sebelum kepunahan P-Tr, baik organisme sederhana maupun organisme
kompleks memiliki jumlah yang setara. Setelah pemulihan dari kepunahan massal
tersebut, jumlah organisme kompleks di laut mengungguli jumlah organisme
sederhana dengan perbandingan 3:1. Ditambah lagi, adanya peningkatan tekanan
dari para pemangsa mendorong Revolusi
Laut Mesozoikum.
Bivalvia
mulanya langka sebelum kejadian kepunahan Permian-Triassic, tetapi menjadi
banyak dan beragam jenisnya di Triassic. Bahkan, kelompok rudist clam menjadi pembentuk karang yang utama. Di lain pihak,
Crinoida (lili laut) menderita kepunahan selektif sehingga mengalami kehilangan
dalam keberagaman jenis karena hanya jenis-jenis tertentu yang mati. Namun,
radiasi adaptif mereka berikutnya tajam dan menghasilkan bentuk dengan lengan
fleksibel yang lebar, motil, dan sebagai respon terhadap pemangsa. Bentuk
lengan baru tersebut menjadi umum di kalangan lili laut yang bertahan hidup.
|
Archosaurus |
Sementara
itu, kehidupan vertebrata darat pun mengalami perubahan. Lystrosaurus, hewan
herbivora, memiliki jumlah populasi 90% dari keseluruhan populasi vertebrata
darat saat itu. Selain itu, cynodont therapsid yang merupakan karnivora dengan
tubuh lebih kecil serta nenek moyang mamalia juga berhasil bertahan. Archosaurus (nenek moyang dinosaurus
dan buaya) lebih langka daripada therapsid. Mereka mulai menggantikan para
therapsid di era pertengahan Triassic. Di akhir pertengahan Triassic, satu
kelompok Archosaurus berevolusi menjadi dinosaurus, dan mendominasi ekosistem
daratan selama era Jurassic-Cretaceus. Hal ini mungkin juga berkontribusi
terhadap evolusi mamalia dengan mendorong paksa therapsid dan kerabat mamalia
mereka untuk bertahan hidup. Kerabat mamalia therapsid saat itu adalah
insektivora nocturnal sehingga diduga dari sanalah asal mula mamalia memiliki
rambut dan laju metabolisme yang tinggi sebagai hewan nocturnal, sementara
kehilangan reseptor retina yang sensitif terhadap warna-warni yang dimiliki
para reptil dan burung.
Beberapa
amfibi temnospondyl mengalami pemulihan yang relatif cepat, kendatipun mereka
sudah mendekati kepunahan. Mestodonsaurus dan Trematosaurian adalah predator
akuatik dan semiakuatik yang utama di masa itu (Triassic). Sebagian memburu
therapsid dan sebagian lainnya memburu ikan.
Vertebrata
darat mengambil waktu lama sekali untuk memulihkan diri dari kepunahan
Permian-Triassic. Seorang palanteolog, Michael Benton, mengestimasikan
pemulihan tersebut belum selesai hingga 30 juta tahun setelah bencana kepunahan
tersebut, tidak hingga Triassic akhir, di mana dinosaurus, pterosaurus, buaya,
archosaurus, amfibi, dan kerabat mamalia berlimpah dan beragam.
Selanjutnya
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar