Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1] (2017) yang lalu menjadi buku best-...
Jatuh Cinta Seperti di Film-Film: Sebuah Gebrakan Kreatif dan Menyenangkan dari Film Romcom Tanah Air
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Identitas
Film
Judul
:
Jatuh
Cinta Seperti di Film-Film
Sutradara
:
Yandy Laurens
Produser
:
Ernest
Prakarsa, Suryana Paramita
Tanggal
rilis
:
30
November 2023
Rumah
produksi
:
Imajinari,
Jagartha, Trinity Entertainment, Cerita Films
Penulis
naskah
:
Yandy
Laurens
Durasi
tayang
:
1
jam 58 menit
Pemeran
:
Ringgo
Agus Rahman, Nirina Zubir, Alex Abbad, Dion Wiyoko, Sheila Dara, Julie
Estelle
Genre
:
Komedi
romantis, satir
Sinopsis
Bagus
Rahmat (Ringgo Agus Rahman) akhirnya mendapatkan kesempatan menulis skrip film
orisinalnya sendiri, setelah selama ini menulis skrip film adaptasi. Dia ingin
menjadikan film orisinal pertamanya terasa personal, maka dia menjadikan wanita
yang sedang dia suka sebagai inspirasi—namanya Hana (Nirina Zubir).
Bagus
ingin menulis film tentang seorang penulis skrip yang sedang menulis film
mengenai kisah cintanya. Bagus sengaja membuat kisah cintanya sendiri menjadi
skrip dengan maksud membuat Hana terkesan ketika akhirnya film itu tayang dan
dia nanti menyatakan cintanya.
Di
sisi lain, Hana masih berduka setelah ditinggal sang suami dan sepertinya dia
tidak akan siap untuk memulai hubungan baru lagi. Oleh karena itulah Bagus ragu
untuk bercerita kepada Hana tentang ide skrip filmnya. Namun tetap saja, Bagus
yakin waktu akan menyembuhkan duka Hana hingga akhirnya dia siap membuka hati
untuk Bagus.
Akan
tetapi, bagaimana jika Hana tidak sengaja membaca skrip film tersebut? Masihkah
ada kesempatan bagi hubungan Bagus dan Hana agar happy ending?
Kelebihan
Jatuh
Cinta Seperti di Film-Film harus aku akui adalah sebuah film dengan
cerita yang out of the box. Begitu kreatif. Begitu emosional. Begitu
menghibur. Lapisan emosi yang ingin ditunjukkan film ini ada banyak sekali. Itu
menjadikannya salah satu film Indonesia terbaik yang patut kalian tonton.
Kalau
kalian membaca premis ceritanya, kalian pasti tahu bahwa ini adalah film di
dalam film di dalam film. Hal itu sendiri bahkan sudah di-tease di
posternya. Itu sesuatu yang tak terbayangkan olehku. Dari awal sampai akhir,
aku terus-menerus berpikir, “Kok kepikiran sih bikin film kayak begini?”
Film
seperti ini disebut metacinema, yang merupakan teknik pembuatan film
yang menginformasikan kepada penonton bahwa apa yang mereka saksikan itu fiksi.
Jadi, si tokoh-tokohnya ini sadar bahwa mereka bagian dari sebuah film.
Menariknya ialah di satu sisi, film ini adalah metacinema, tapi di sisi
lain, film ini juga bukan metacinema. Seperti kombinasi, mungkin? Pokoknya
keren banget.
Penokohannya
juga menarik. Tokoh Bagus yang biasa dipanggil Gus diperankan oleh Ringgo Agus
dan tokoh Hana yang biasa dipanggil Na diperankan oleh Nirina. Lihat, ‘kan?
Penamaannya saja sengaja dibuat mirip dengan nama asli pemerannya. Kemudian,
tokoh pendukungnya juga sengaja didesain serupa, seperti Dion Wiyoko dan Julie
Estelle yang berperan sebagai diri mereka sendiri. Yang berbeda cuma Sheila
Dara yang berperan sebagai Cheline, istrinya Dion Wiyoko. Itupun ternyata nama tokoh
Cheline memiliki asal-usul yang unik (silakan cari tahu di internet, hahaha).
Selain
penamaan tokohnya, pemilihan pemeran utamanya pun tepat sekali. Ringgo Agus
Rahman dan Nirina Zubir sudah pernah dipertemukan di film Keluarga Cemara (2018)
dan Keluarga Cemara 2 (2022), maka sepantasnya chemistry keduanya
oke banget. Selain itu, kualitas akting mereka juga bagus sekali, apalagi
aktingnya Nirina Zubir. Nirina Zubir mampu menggambarkan perasaan duka Hana
yang ditinggal suami. Aku ikut terenyuh ketika melihat tatapan mata sedihnya
Hana.
Kemudian,
hal unik lain dari film ini adalah filmnya hitam putih. Rupanya, hitam putih
ini bukan sekadar untuk estetika loh. Dengan membuat film ini menjadi hitam
putih, ada berbagai perasaan unik yang aku rasakan dari filmnya. Seandainya
film ini tidak hitam putih, mungkin kesannya akan berbeda—dan mungkin, memang
akan lebih bagus kalau dia hitam putih. Selain itu, di akhir akan diungkap mengapa
filmnya harus hitam putih. Ketika itu diungkap, wah… aku syok banget dan
lagi-lagi berpikir, “Kok kepikiran bikin sih film kayak begini?”, hahaha.
Omong-omong
soal teknik hitam putihnya, ada adegan yang cukup berkesan buatku. Jadi, (spoiler
alert) ada adegan ketika Bagus dan Hana sedang berbelanja bunga di pasar
bunga. Aku sempat geregetan karena filmnya hitam putih, padahal latarnya pasar
bunga yang seharusnya menampilkan bunga berwarna-warni. Namun, di adegan itu
juga Bagus bilang bahwa filmnya akan menarik ketika latarnya banyak bunga
warna-warni, eh tapi film hitam putih. Aku jadi merasa agak disindir, hahaha. Heran
deh heran mengapa terpikirkan untuk menempatkan dialog seperti itu, hahaha.
Sindiran-sindiran
lainnya mengenai film pun dilontarkan dalam film ini. Film ini menyindir gimmick
pada gala premiere, masyarakat yang menonton film di platform ilegal,
film-film remake tapi tidak sebagus orisinalnya, penonton Indonesia yang
tidak bisa menikmati film “bertema berat”, film sukses yang tiba-tiba dibikin
sekuel, reviu film yang diplomatis dan terkesan tak jujur, adegan-adegan heboh
dan dramatis di film-film romantis, dan lain sebagainya. Ada banyak sekali
sindiran yang biasa menjadi keresahan para penikmat film diutarakan dalam film
ini. In a way, adanya sindiran-sindiran tersebut menjadikan film ini
terasa realistis sebab mewakili keresahan banyak pecinta film.
Oh
iya, film ini pun seperti berusaha mengedukasi penonton tentang pembuatan film
loh. Melalui profesi Bagus yang seorang penulis film, penonton dapat melihat
proses pembuatan film, beserta lika-likunya. Mulai dari proses negosiasi dengan
produser, penulisan naskah, sampai syuting pun diperlihatkan. Ada juga beberapa
penjelasan mengenai film, seperti teknik narasi delapan sekuens. Menurutku,
pembuat film ini seperti ingin mengedukasi para penonton mengenai film itu
sendiri—sebuah pendekatan menarik. Dengan begitu, seharusnya penonton awam maupun
penonton yang memang penikmat film dapat menikmati film ini.
Aku
juga menyukai teknis film ini. Ada beberapa shot yang ditampilkan dengan
keren. Salah satunya adalah (spoiler alert) adegan split screen yang
menampilkan Bagus dan Hana secara paralel. Adegannya itu sederhana, tapi terasa
banget emosi yang sedang terjadi—dan lagi-lagi itu dibantu juga dengan hitam
putihnya. Selain itu, (spoiler alert) aku suka banget adegan Cheline dan
ide-ide anehnya sewaktu dia, Bagus, dan Dion pergi ke rumah Hana baik motor galon,
hahaha. Kerennya adalah semua ide Cheline, langsung diwujudkan; apalagi idenya
makin lama, makin gokil, maka lebih gokil lagi ketika ide itu langsung diwujudkan.
Itu pengalaman menonton film yang menarik banget.
Berikutnya,
bagian menarik lain dari film ini adalah romansanya. (Spoiler alert)
sejak awal, Hana bilang bahwa film romansa yang pemerannya seusia mereka—menuju
40 tahun—pasti membosankan dan tidak menarik. Cinta-cintaan yang mesra dan
manis hanya milik mereka yang masih muda. Namun, Bagus percaya sebaliknya,
bahwa orang seusia mereka masih mungkin untuk merasakan jatuh cinta yang manis
dan lucu, seperti di film-film.
Tebak,
aku jadi teringat film apa? (500) Days of Summer (2009)! Keduanya
memiliki tokoh utama laki-laki dan perempuan yang mempunyai pandangan berbeda
tentang cinta. (Spoiler alert) konflik tersebut mungkin terdengar simple,
tapi faktanya konflik seperti itulah yang banyak terjadi di antara pasangan.
Aku setuju dengan Hana bahwa romansanya orang dewasa sudah bukan lagi yang
manis dan gombal; romansanya orang dewasa itu ya komunikasi, mengobrol. Maka dari
itu, masalah romansa dalam film ini ya seputar itu saja, masalah komunikasi. Itu
tidak membosankan loh, tapi realistis dan relatable. Lagipun, seperti
kata Bagus dalam film ini, ketika orang berkencan pun mostly mereka
mengobrol kok, bukan joget-joget seperti di film La La Land (2016).
Sedikit
membicarakan tokoh-tokohnya ya. Aku suka dengan karakternya Hana. Penampilan
Nirina Zubir sebagai Hana yang sedang berduka itu bagus banget. Aku suka
sekali dengan salah satu dialognya, bahwa yang paling sedih dari berduka adalah
hidup harus berjalan padahal saat itu kita sedang tidak ingin berjalan.
Kemudian,
omong-omong soal Hana, aku suka banget dengan adegan pemakaman suaminya
Hana—sangat menyesakkan. (Spoiler alert) yang lebih menyesakkan adalah
pada saat adegan itu, disisipkan dialog antara Bagus dengan Pak Yoram (Alex
Abbad) yang sedang membicarakan skrip film. Mereka bilang bahwa sebaiknya
adegan sedih-sedih begitu diperpanjang karena penonton suka yang seperti itu.
Aku sampai speechless, karena bisa-bisanya di momen yang begitu sedih,
malah disisipkan dialog yang berbau bisnis. Seolah-olah, kesedihan Hana adalah
ladang untung bagi Bagus dan Pak Yoram. Aku jadi kepikiran bagaimana perasaan
keluarga dari orang-orang yang kisahnya diangkat menjadi film, apalagi jika
filmnya tidak akurat dengan fakta.
Terakhir,
tentu saja adalah soundtrack-nya. LaguBercinta Lewat Kata oleh Donne Maula dan Sudut Memori oleh Yura Yunita itu adalah soundtrack yang tepat sekali
untuk film ini. Sudah enak didengar, cocokpula dengan filmnya—sempurna.
Film ini tampaknya memang didesain sedemikian rupa agar bisa jadi sebagus ini,
sampai pemilihan soundtrack pun diperhatikan sedemikian rupa.
Kelemahan
Jatuh
Cinta Seperti di Film-Film itu kan sebenarnya film romcom yang
sederhana ya, tetapi teknik penceritaannya yang rumit. Maka, kelemahan utama
film ini adalah mungkin sulit dimengerti beberapa penonton. Film ini banyak
menyindir dunia perfilman Indonesia, maka beberapa orang yang tidak sesuka itu
menonton film akan tidak paham dengan lelucon satirnya. Penonton Indonesia pun
sulit menikmati film yang “berat”; maka walau ceritanya ringan, tapi karena
teknik narasinya tidak biasa, banyak orang yang mungkin malah tidak suka dengan
film ini. Jadi, walaupun ini film komersil, sepertinya tidak semua orang bisa
menikmati film ini sepenuhnya.
Kesimpulan
Jatuh
Cinta Seperti di Film-Film merupakan film romcom Indonesia yang
begitu kreatif. Baik dari segi cerita maupun teknis, film ini terasa seperti
penyegaran dalam dunia perfilman Indonesia. Aku suka dengan konfliknya yang
tidak cheesy dan menekankan pada komunikasi yang sehat. Well,
memang itulah kunci hubungan yang baik. Tidak hanya itu, segala hal teknis
dalam film ini diperhitungkan dengan baik, entah itu warna hitam putihnya, soundtrack-nya,
shot-nya, maupun penokohannya. Sisipan lelucon satirnya terhadap dunia
perfilman Indonesia pun kurasa tepat sekali—menjadikan film ini lebih asyik.
Meskipun
begitu, harus diakui bahwa sepertinya film ini bukan film yang bisa dinikmati
semua orang. Namun tetap saja, dari awal hingga akhir, film ini bisa memberikan
pengalaman menonton yang berbeda. Jika aku harus menggambarkan Jatuh Cinta
Seperti di Film-Film dengan dua kata, aku pilih kreatif dan menyenangkan.
Salut untuk film ini dan kuberikan skor 9,3/10. Oh iya, walaupun kubilang ini
mungkin bukan film yang bisa dinikmati semua orang, kalian sebaiknya tetap
mencoba menontonnya karena mungkin kalian termasuk orang yang dapat menikmatinya. Omong-omong, kita tunggu saja ya kapan Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Horor tayang, hahaha.
Kalian dapat menonton Jatuh Cinta Seperti di Film-Film di Netflix. Silakan menyaksikan trailer-nya di bawah ini ya.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar