Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1] (2017) yang lalu menjadi buku best-...
Elemental: Force of Nature: Walau Banyak Isu Beratnya, Tapi Tetap Tidak Kehilangan Feel-nya—Salah Satu Film Paling Romantis Tahun 2023
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Identitas Film
Judul
:
Elemental: Force of
Nature
Sutradara
:
Peter Sohn
Produser
:
Denise Ream
Tanggal rilis
:
16 Juni 2023
Rumah produksi
:
Walt Disney Pictures,
Pixar Animation Studios
Penulis naskah
:
John Hoberg, Kat
Likkel, Brenda Hsueh
Durasi tayang
:
1 jam 41 menit
Pengisi suara
:
Leah Lewis, Mamoudou
Athie, Ronnie Del Carmen, Shila Ommi
Genre
:
Fantasi, romantis,
drama
Sinopsis
Element City adalah tempat bagi warga dari
keempat elemen: air, tanah, api, dan udara tinggal. Semua berbaur dengan satu
sama lain, kurang lebih, tetapi ada satu aturan: antarelemen tidak bercampur.
Para penduduk elemen api sendiri umumnya tinggal di Firetown, termasuk
keluarganya Ember (Leah Lewis).
Kedua orang tua Ember dulu merantau dari tanah kelahiran
mereka ke Element City. Saat itu, mereka tiba di negeri asing yang berbicara
dengan bahasa yang asing juga. Namun, demi memulai kehidupan baru yang lebih
baik, mereka bertahan.
Kini, ayah Ember, Bernie (Ronnie Del Carmen)
memiliki usaha toko yang sukses di Firetown. Kelak, Ember akan mewarisinya—itu
sudah menjadi masa depannya sejak dulu. Hanya saja, walau sudah bertahun-tahun
lewat, ayahnya belum bisa memercayakan toko kepadanya karena Ember belum mampu
mengendalikan amarahnya yang mudah sekali meledak.
Akan tetapi, sejak bertemu dengan Wade (Mamoudou
Athie), seorang pria elemen air, Ember merasakan sesuatu yang tak pernah dia
rasakan sebelumnya. Bahkan, pertemuannya dengan Wade membuatnya tersadar akan
sesuatu yang tak pernah dia sadari selama ini.
Kelebihan
I love
this movie so very much! Visual film ini cantik
sekali! Film ini mengingatkanku pada film Pixar lainnya, yaitu Inside Out, karena sama-sama
mempersonifikasikan sesuatu yang bukan manusia sebagai tokoh-tokohnya, dan film
Zootopia, karena sama-sama
memperlihatkan kota yang diisi beragam ras. Soal keberagaman ras ini pun
menjadi sesuatu yang penting disampaikan dalam film ini—akan kubahas nanti.
Kemudian, aku juga suka dengan sentuhan wordplay-nya atau permainan katanya. Misalkan,
toko milik orang tuanya Ember dinamai Fire Place (yang juga berarti perapian) dan
ibunya Ember suka melakukan match making
atau menjodohkan orang-orang (match juga
berarti korek api). Ada juga detail yang memperlihatkan judul film Tide and Prejudice, parodi film Pride and Prejudice (tide berarti air pasang). Wordplay tersebut menurutku kreatif dan bisa
memperkuat latarnya.
Sejak menonton trailer-nya, aku yakin bahwa kesan yang akan kudapatkan dari film
ini akan seperti waktu aku menonton Zootopia.
Akan tetapi, ketika melihat film ini dibuka dengan adegan orang tua Ember yang
merantau dari kampung halaman tiba di Element City, dugaan awalku rupanya
meleset. Kesan yang kurasakan langsung berbeda karena rupanya film ini
mengangkat isu imigran. Ternyata sutradaranya, Peter Sohn, menjadikan
pengalaman pribadi keluarganya sebagai inspirasi. Orang tuanya adalah imigran
dari Korea Selatan yang datang ke New York, Amerika Serikat tanpa bisa
berbahasa Inggris, lalu membuka toko untuk mencari penghasilan. Tidak heran
film ini mampu mengangkat isu imigran dengan sangat baik.
Melalui karakter Ember dan keluarganya, kita
dapat menyaksikan betapa sulitnya para imigran untuk beradaptasi dengan
lingkungan baru. Mulai dari sulit mencari tempat tinggal sampai mencari pekerjaan.
Pada akhirnya, para imigran dari negara yang sama berkumpul di satu
area—makanya ada area seperti Chinatown dan Koreatown di luar negeri. Kira-kira
seperti itu pula yang terjadi di film ini terhadap warga elemen api di Element
City.
Ketika para imigran tersebut ingin berbaur dengan
warga lainnya, mereka kerap kali diperlakukan berdasarkan prasangka dan
stereotipe. Salah satu contoh dalam film ini adalah (spoiler alert) ketika Ember dan ayahnya ingin melihat bunga
Vivisteria, mereka tidak diizinkan masuk dan dicemooh pengunjung lain hanya
karena mereka elemen api—khawatirnya mereka membakar bunga tersebut, padahal
bunga tersebut bisa tumbuh di lingkungan dengan panas tinggi sekalipun.
Kemudian, ada adegan ketika pamannya Wade berkomentar tentang bahasa Inggris-nya
Ember yang begitu fasih dan jelas—menyiratkan bahwa dia melihat Ember “berbeda”
karena dia seorang anak imigran, padahal Ember lahir dan besar di lingkungan
yang berbicara bahasa tersebut.
Hal seperti itu banyak terjadi di dunia nyata. Misalnya
ketika orang kulit putih dari Amerika memuji betapa fasihnya seorang Asia
keturunan imigran berbicara bahasa Inggris. Di balik pujian tersebut ada prasangka
tersirat bahwa seorang keturunan imigran Asia seharusnya tidak bisa fasih
bicara bahasa Inggris. Pikiran seperti itu sering dikira harmless, walaupun sebenarnya itu menunjukkan bahwa seseorang masih
membeda-bedakan orang lain berdasarkan ras dan latar belakang budaya mereka.
Selain isu imigran tersebut, konflik romansa pada
film ini rupanya juga terinspirasi dari pengalaman pribadi sang sutradara dan
istrinya yang bukan orang Asia. Dari situ, dia terinspirasi untuk menciptakan
kisah cinta antara Ember dan Wade—api dan air. Uniknya, hal ini masih sangat relate dalam konteks masyarakat
Indonesia. Masih banyak orang yang memperhatikan latar belakang suku—entah itu
suku Jawa, Sunda, Batak, Dayak, Bali, Cina, ataupun suku lainnya—dalam menentukan
pasangan. Bagi kalian yang cintanya terhalang perbedaan suku, kalian mungkin
akan relate dengan Ember dan Wade.
Namun, terlepas dari itu, Peter Sohn telah sukses
sekali menuliskan kisah cinta Ember dan Wade. Bagiku, kisah Ember dan Wade
begitu indah. Mereka adalah tipe pasangan yang opposite-attract, pasangan yang saling berkebalikan tetapi saling
suka. Ember adalah api dan Wade adalah air; Ember tempremental dan Wade
cengeng. Namun, mereka bisa melampaui segala perbedaan dan menyatukan cinta
mereka. Kisah cinta mereka pun ditampilkan dengan begitu romantis dan indah,
yang diperkuat dengan visual cantik luar biasa dan soundtrack yang menyenangkan. Aku sampai menitihkan air mata loh.
Tidak hanya drama romansa, ada juga drama
ayah-anak yang luar biasa menyentuh dalam film ini. Orang tua Ember merupakan
sosok yang begitu lekat dalam keseharian, yang berarti banyak sekali sosok
orang tua seperti mereka. Orang tua Ember memperlihatkan betapa besarnya
pengorbanan orang tua demi anak mereka.
Di sisi lain, perasaan Ember yang terbebani
dengan hal tersebut juga manusiawi. Perasaan terbebani karena harus membalas
budi atas segala pengorbanan orang tua sepertinya sangat lumrah dirasakan
siapapun. Ember memperlihatkan dilema antara mengikuti keinginan orang tua demi
balas budi dan mengejar keinginannya sendiri—itu menjadikan karakternya begitu
kompleks dan menarik. Dalam konflik tersebut juga ada sebuah pesan yang sangat
mengena buatku, yaitu pada adegan ketika Wade mengatakan, “Why did anyone get to tell you what you can do?” Itu menyiratkan
pesan bahwa jangan biarkan latar belakang yang menjadi identitasmu membatasi dirimu.
Aku terharu dengan jawaban yang akhirnya
didapatkan Ember, tetapi aku ingin bilang ini: jika kalian menghadapi hal yang
serupa dengan Ember, kalian tidak harus mengikuti jawaban Ember; semoga jawaban
apapun yang kalian pilih akan mengantarkan kalian bahagia. Kemudian, drama
ayah-anak ini ditutup dengan penghormatan yang begitu khidmat dan menyentuh
hati. What a way to end a movie!
Kelemahan
Secara umum, hanya ada satu kelemahan yang
kurasakan dari film ini. Pada permulaan film, disebutkan bahwa antarelemen
tidak bercampur dan aturan tersebut menjadi penghalang bagi hubungan Ember dan
Wade. Akan tetapi, dalam film tidak pernah diperlihatkan apa akibatnya jika
antarelemen bercampur. Di Element City sendiri penduduk dari elemen-elemen yang
berbeda saling bergaul. Maka, aturan antarelemen tidak bercampur malah terkesan
seperti prasangka buruk keluarganya Ember semata. Seharusnya diperlihatkan bahwa
sebelumnya pernah terjadi hubungan antarelemen yang berujung bencana untuk
memperkuat larangan tersebut.
Kesimpulan
Elemental:
Force of Nature merupakan salah satu film
animasi terbaik dari Pixar. Aku suka dengan visualnya dan penggambaran
latarnya. Film ini mengangkat beragam isu penting yang berhasil disampaikan dengan
cara yang pas. Ada isu tentang imigran, cinta beda suku/ras, drama ayah-anak,
dan cita-cita. Aku suka sekali dengan hubungan Ember dan ayahnya yang
mengharukan. Aku suka dengan hubungan Wade dan Ember yang dilengkapi dengan
visual dan soundtrack yang menjadikannya
amat memukau. Film ini menjadi salah satu film romantis terbaik yang pernah
kutonton. Aku memberikan skor 9/10 untuk film ini dan aku sangat
merekomendasikannya kepada siapapun. Film ini dapat ditonton orang segala usia,
tetapi anak-anak sebaiknya tetap dalam pengawasan orang tua jika menontonnya
ya.
Kalian dapat menonton Elemental: Force of Nature di Disney+ Hotstar. Jika kalian tertarik dengan filmnya, silakan tonton dulu trailer-nya di bawah ini.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar