Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1] (2017) yang lalu menjadi buku best-...
Like & Share: Sebuah Film tentang Remaja Perempuan yang Sensual dan Vokal
Lisa (Aurora Ribero) dan Sarah (Arawinda Kirana),
dua sahabat dekat di sekolah itu, sedang semangat mengembangkan kanal Youtube
mereka sediri. Isi kanal Youtube mereka adalah video-video ASMR.[1]
Namun, semangat masa muda mereka harus berbentrokan dengan realitas.
Lisa memiliki ibu yang banyak menuntut dirinya.
Ibunya ingin agar Lisa, daripada membuat video tidak jelas, lebih memanfaatkan
waktu untuk belajar mengaji atau membantu keluarga. Ibunya juga tidak suka Lisa
bergaul dengan Sarah karena dianggap membawa dampak negatif. Keadaan memburuk
ketika Lisa yang masih remaja, yang mulai penasaran untuk mengeksplorasi seksualitasnya,
mulai kecanduan nonton video porno. Hal tersebut tidak hanya membuat
hubungannya dengan ibunya makin renggang, juga merusak persahabatannya dengan
Sarah.
Di sisi lain, ketika Sarah ingin menolong Lisa,
dia malah bertemu dengan laki-laki mencurigakan yang bermulut manis, Devan
(Jerome Kurnia). Mulanya Devan memang tampak baik dan manis, apalagi usianya
yang terpaut jauh dari Sarah memberikannya kesan dewasa. Akan tetapi, Devan pun
berubah menjadi sosok bejat yang malah menghancurkan hidup Sarah yang masih
hijau.
Lisa dan Sarah, dua sahabat dekat di sekolah itu,
sedang semangat mengembangkan kanal Youtube mereka sendiri. Akan tetapi, ketika
memasuki usia dewasa, mereka berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia nyata dan
dunia maya amat berbahaya bagi perempuan.
Kelebihan
Tak perlu dipungkiri bahwa film ini adalah salah
satu film Indonesia terbaik yang tayang pada tahun 2022. Film yang membahas isu
perempuan dengan amat emosional dan mendebarkan ini, sayangnya, malah tidak
mendapatkan apresiasi besar di pasar. Sungguh disayangkan. Padahal, terlepas
dari skandal yang menimpa salah satu aktrisnya, film ini sangat layak—bahkan,
sebaiknya—ditonton banyak orang karena pesan yang ingin disampaikannya.
Gina S. Noer sepertinya tidak lelah untuk membuat
film yang konfliknya kontroversial. Setelah membuat Dua Garis Biru (2019), yang membicarakan remaja hamil di luar
nikah, dan Cinta Pertama, Kedua, dan Ketiga
(2021), yang menampakkan cinta antarsaudara tiri, kali ini dia membuat Like & Share yang mengangkat isu
tabu di masyarakat. Film ini membahas isu perempuan, terutama masalah pelecehan
seksual yang kerap kali dialami perempuan serta masalah seksualitas perempuan.
Melalui karakter Lisa, film ini menunjukkan sosok
remaja perempuan yang mulai mengeksplorasi seksualitasnya. Itu adalah hal yang
tabu dalam masyarakat kita. Perempuan tidak seharusnya tertarik atau mencari
tahu hal-hal seperti itu karena dinilai tidak etis. Hal itu dicontohkan dalam
film ini dengan adegan ketika ibunya Lisa memergokinya sedang masturbrasi, lalu
memarahi dan menyuruhnya mending mengaji saja.
Well, memang mengaji lebih bermanfaat, tetapi perlu disadari juga
bahwa orang tua bertanggung jawab untuk mengajari anak perempuannya tentang
tubuh mereka sendiri dan cara menyikapinya, bukan membungkamnya tanpa penjelasan.
Ketika para orang tua tidak menyediakan penjelasan bagi anak perempuan mereka,
ada kemungkinan mereka akan mencari jawaban dari orang lain, dan bisa saja itu
orang yang tidak bertanggung jawab dan berniat jahat. Tak memberi penjelasan
apa-apa bukanlah solusi untuk melindungi anak perempuan Anda.
Kemudian, ketika mulai masuk ke masalah Lisa yang
kecanduan menonton video porno, kita diperlihatkan terhadap perbedaan pandangan
terhadap laki-laki dan perempuan yang menonton porno. Ya memang kecanduan
menonton porno itu tidak baik, tetapi rasanya jika itu dialami laki-laki,
tanggapan orang-orang akan lain. Laki-laki menonton porno itu wajar, tetapi
perempuan menonton porno itu tidak bermoral. Aku setuju sekali dengan kata
Sarah (yang kalau tidak salah begini), “Memangnya ada aturan gender untuk boleh
nonton bokep atau enggak?”
Isu perempuan lain yang diangkat dalam film ini
adalah isu pelecehan seksual, yang terutama diperlihatkan melalui tokoh Sarah.
Secara plot, ada paralel antara yang terjadi pada Sarah dan yang terjadi pada
Mba Fita (Aulia Sarah). (Spoiler alert)
Fita adalah sosok perempuan yang ada dalam sebuah video porno viral yang sempat
ditonton Lisa dan Sarah. Ketika mereka berdua tidak sengaja bertemu Mba Fita
sungguhan, Lisa bilang bahwa mereka sebaiknya minta maaf kepadanya karena telah
menertawakan nasib malangnya. Namun, Sarah malah bilang bahwa itu tidak ada
gunanya, toh mereka telah menertawakan nasib malang banyak orang di internet.
Pada akhirnya, Sarah mengalami nasib serupa dengan Mba Fita—orang-orang
menertawai nasib malangnya yang tersebar di internet.
Yang dialami Mba Fita dan Sarah adalah revenge porn,
yang menurut Wikipedia, yaitu distribusi atau penyebaran gambar eksplisit
secara daring dan terkadang luring, tanpa persetujuan, oleh mantan pasangan,
pasangan, orang lain, atau peretas yang bertujuan untuk membalas dendam,
mendapatkan hiburan, atau memperoleh keuntungan, seperti uang dan popularitas. Revenge porn ini termasuk pelecehan
seksual berbasis elektronik di dunia maya. Kasus revenge porn ini sudah lama terjadi meskipun istilahnya baru
populer belakangan ini. Bahkan, katanya kebanyakan cuplikan video porno yang
berseliweran di media sosial adalah video revenge
porn. Iya, itu adalah video-video yang orang-orang biasanya mintakan link-nya.
Film ini pun menggambarkan realitas tersebut.
Ketika ada video revenge porn tersebar
di media sosial, orang-orang cenderung malah meramaikannya, meminta link-nya, dan menyalahkan korban (yang
biasanya adalah perempuan). Memang pada beberapa kasus, si korban memberi
persetujuan untuk membuat videonya, tetapi itu tidak sama dengan memberi
persetujuan untuk menyebarkan video. Akan tetapi, hal tersebut biasanya malah
dipelintir untuk dijadikan dalih yang memberatkan korban, seperti ketika pengacaranya
Devan malah balik menyerang Sarah. Masyarakat pun banyak yang malah
menertawakan nasib malang Sarah yang tersebar di internet, seperti ketika Sarah
dan Lisa menertawakan nasib malang Mba Fita. Itu artinya hal serupa bisa
terjadi pada siapapun.
Pelecehan seksual berbasis elektronik yang diperlihatkan
film ini tidak hanya revenge porn,
ada juga berupa komentar-komentar yang melecehkan. Dibandingkan revenge porn, pelecehan seksual yang ini
lebih sering ditemukan. Korbannya pasti seringnya perempuan, walau tak menutup
kemungkinan laki-laki juga dapat menjadi korban. Yang berbahaya adalah orang-orang
suka menganggap komentar seperti itu sebagai candaan, bukan apa-apa, meski bagi
korbannya itu amat tidak mengenakkan. Komentar seperti apa sih yang dimaksud?
Kalian tonton saja film ini sampai habis karena adegan terakhirnya merangkum
itu.
Selain daripada itu, perlu diperhatikan juga
bahwa Like & Share tidak hanya
menampilkan pelecehan seksual berbasis elektronik. Ada juga pelecehan seksual
yang terjadi di dunia nyata, yang terutama diperlihatkan di bagian awal film
ini. Misalnya, pelecehan seksual yang terjadi di sekolah yang pelakunya bisa
guru atau sesama murid—yang terjadi dalam berbagai bentuk, seperti fisik dan
verbal. Itu memperkuat kesan dan memberikan kita kewaspadaan bahwa dunia bukan
tempat aman bagi perempuan, baik dunia nyata maupun dunia maya karena pelecehan
seksual dapat terjadi di manapun.
Yang paling mencelus hati adalah kalimat yang
diucapkan Devan, “Yang selalu hancur itu perempuan, bukan laki-laki.” Memang menyebalkan
sekali mendengarnya bicara begitu, tetapi begitulah kenyataannya. Sudah
mendapatkan pelecehan seksual, perempuan juga sering mendapatkan victim blaming[2]—disalahkan
karena hanya diam, tidak melawan, atau disalahkan atas pakaian yang mereka
kenakan—which is not relevant at all.
Masyarakat kita menempatkan beban kesalahan pada perempuan sampai membuat mereka
hancur, sementara si laki-laki terbebas tanpa konsekuensi. Film ini menunjukkan
ketidakadilan itu dengan sangat baik serta penuh emosi, dan kurasa film ini
tidak melebih-lebihkan kenyataan tersebut.
Sementara itu, dari segi teknis, aku suka
penyajian film ini, terutama color tone-nya.
Color tone-nya ketika memperlihatkan
Lisa dan Sarah yang sedang asyik membuat video ASMR itu terkesan warna-warni
dan cerah—seperti menyimbolkan kebebasan diri mereka dalam berekspresi. Sementara
color tone untuk dunia nyata, dunia
yang dihadapi keduanya terkesan lebih suram—seperti menyimbolkan bahwa kenyataan
tak seindah keinginan mereka. Kemudian, meskipun film ini minim musik,
adegan-adegannya tetap terasa impactful.
Oh iya, poster filmnya pun bagus sekali—sangat provokatif tetapi mengagumkan.
Terakhir, dari semua adegan dalam film ini,
adegan favoritku adalah adegan penutup film ini. Video ASMR Lisa dan Sarah yang
begitu berani dan menohok: A Statement,
but Make It ASMR. Adegan itu merangkum semua emosi dan pesan yang ingin
disampaikan kedua remaja itu kepada dunia, yang mewakili perasaan Gina S. Noer
sebagai pembuat film. She has done a
really, really great job!
Kelemahan
Dari semua kelemahan pada film ini, yang paling
terasa bagiku adalah tentang penyelesaian masalah bagi Lisa. Salah satu masalah
yang dialaminya adalah kecanduan nonton video porno, tetapi sampai akhir film
aku tidak melihat penyelesaiannya. Padahal, kecanduan menonton video porno itu dialami
banyak orang, sehingga akan bagus ketika masalah itu diselesaikan dengan baik—entah
apapun solusi terbaiknya—agar dapat menjadi contoh bagi masyarakat umum. Akan tetapi, masalah
tersebut tampaknya terlupakan begitu saja atau selesai begitu saja.
Kemudian, aku kurang puas dengan penyelesaian
masalah antara Lisa dan ibunya. Ini masalah selera ya, tetapi aku kurang puas
saja. Aku juga tidak butuh penyelesaiannya itu berupa grand gesture, tetapi penyelesaian yang kulihat pada film ini
kurang cukup memuaskan untukku.
Kesimpulan
Like
& Share adalah sebuah film tentang
perempuan yang menyajikan visual yang sensual dengan cerita yang vokal. Film
ini mengangkat isu tabu, yakni remaja perempuan yang mengeksplorasi seksualitas
mereka, tetapi tidak dengan cara yang menghakimi. Alih-alih, film ini ingin
memberikan kesadaran kepada orang tua untuk mau memulai dialog dewasa dengan
anak mereka tentang itu. Di samping itu, film ini pun menunjukkan betapa tidak
amannya dunia ini bagi perempuan—tidak di dunia nyata, tidak juga di dunai
maya. Film ini dengan sangat baik memperlihatkan betapa masyarakat kita tidak
adil terhadap perempuan dan laki-laki—perempuan selalu yang lebih menderita. Walaupun
dari segi cerita ada beberapa hal yang menurutku belum diselesaikan dengan
baik, tetapi secara keseluruhan film ini sangat impactful dan provokatif. Aku akan memberikan skor 9/10 dan akan merekomendasikan
film ini ditonton oleh semua orang, dari usia remaja sampai dewasa agar mereka
bisa makin waspada terhadap isu yang disampaikan film ini.
Kalian bisa menonton Like & Share di Netflix. Kalau kalian penasaran dengan filmnya, silakan tonton dahulu trailer-nya di sini.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
[1]ASMR (Autonomous Sensory Meridian Response) adalah media yang
mengedepankan bunyi-bunyi yang dihasilkan dari apapun. Tren media sosial ini
bermanfaat untuk menenangkan tubuh (sumber: sehatQ.com).
[2] Menyalahkan
korban (victim blaming) terjadi
ketika korban sebuah tindakan kriminal atau tindakan yang bersifat merugikan
dipersalahkan atas bahaya atau kerugian yang terjadi kepada mereka, baik secara
sebagian maupun sepenuhnya (sumber: Wikipedia).
Komentar
Posting Komentar