A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Nomadland: Sebuah Keindahan Visual dalam Semidokumenter

Identitas Film

Judul

:

Nomadland

Sutradara

:

Chloé Zhao

Produser

:

Frances McDormand, Peter Spears, Mollye Asher, Dan Janvey,   Chloé Zhao

Tanggal rilis

:

11 September 2020 (Venice), 19 Februari 2021 (Amerika Serikat)

Rumah produksi

:

Highwayman Films, Hear/Say Productions, Cor Cordium Productions

Penulis naskah

:

Chloé Zhao (screenplay), Jessica Bruder (buku)

Durasi tayang

:

1 jam 47 menit

Pemeran

:

Frances McDormand, David Strathairn, Linda May, Bob Wells, Charlene Swankie

Genre

:

Drama, minimalis, semi-dokumenter

 

Sinopsis

Krisis Ekonomi 2008 atau yang dikenal dengan The Great Recession telah membuat sebuah kota di Amerika Serikat, Empire, terpaksa ditutup pada tahun 2011. Seorang wanita bernama Fern (Frances McDormand) kini kehilangan hampir segalanya, suaminya dan juga kotanya. Dia menggunakan sisa uangnya untuk membeli mobil van dan memilih hidup nomaden. Di usia enam puluhannya, Fern mengembara lintas negara bagian untuk memulai kehidupan baru.

 

Kelebihan

Film Nomadland telah memenangkan banyak sekali penghargaan dan tentu karena film ini memang memiliki banyak keunggulan. Pertama, ide film ini sangat unik karena mengangkat cerita kaum pengembara (nomad) modern di Amerika Serikat. Ide tersebut kemudian dikemas menjadi sebuah film semidokumenter[1] yang menampilkan potret kehidupan kaum pengembara secara natural.

Dalam film ini, fungsi Fern sebagai tokoh utama bukanlah sebagai sentral cerita yang akan dipenuhi konflik. Dia lebih berfungsi sebagai perantara antara penonton dengan kaum pengembara. Oh iya, for your information, para tokoh pendukung dalam Nomadland merupakan pengembara sungguhan, loh. Melalui Fern, kita bisa melihat bagaimana mereka, orang-orang nomaden modern hidup, mencari nafkah, dan bergaul dengan sesamanya. Melalui film ini, penonton diajak untuk mendengar cerita mereka—mengapa mereka memilih hidup nomaden, apa susah senang hidup nomaden, dlsb.

Yang lebih kerennya lagi, para tokoh pendukung tersebut, yang kaum pengembara sungguhan, tidak memiliki latar belakang sebagai aktor/aktris. Maka dari itu, dialog-dialog panjang mereka dalam film ini terasa natural dan jujur seperti mendengar curhat. Aku sangat suka waktu Bob Wells mengatakan bahwa dalam kehidupan nomaden, tidak ada sebuah perpisahan sungguhan karena suatu hari mereka akan bertemu lagi di jalan. "See you down the road”, katanya.

Berikutnya, hal menarik dari film ini adalah proses syutingnya. Proses syuting Nomadland tidak menggunakan CGI. Tim pembuat film ini benar-benar pergi ke berbagai tempat di Amerika Serikat untuk syuting film ini. Hasilnya kalian lihat saja, film ini menyajikan banyak sekali pemandangan alam menakjubkan di Amerika Serikat. Ditambah lagi, ada banyak wide shots yang memaksimalkan keindahan panoramanya. Mulai dari matahari terbit yang menghapus kabut, langit senja yang oranye, hutan hijau yang subur, sampai gurun yang menghampar—semua keindahan panorama tersebut ditampilkan asli, tanpa editan dalam film ini. Mata kalian akan dimanjakan dengan pemandangan alam yang megah tersebut.

Latar tempat yang menakjubkan itupun semakin indah dengan penyajian yang minimalis. Banyak sekali adegan di film ini yang menampilkan sedikit benda, hanya Fern dan bentang alam di sekelilingnya. Dengan begitu, kita jadi bisa fokus kepada Fern. Namun, tidak hanya itu, scoring film ini juga sangat minimalis. Scoring-nya hanya muncul sesekali, berupa alunan musik sederhana yang sangat efektif untuk membangun suasana berkontemplasi. Scoring tersebut sangat cocok dengan konsep film ini yang seperti mengajak penonton untuk merenung.

Keunggulan selanjutnya dari Nomadland adalah akting Frances McDormand sebagai Fern. Tidak banyak dialog Fern dalam film ini, tetapi dia tetap mampu bercerita kepada kita melalui ekspresinya. Ekspresi dia yang tampak kehilangan segalanya tergambar di wajahnya. Aku senang melihat dia bahagia waktu bersama teman-temannya sesama pengembara, seperti Linda May, Dave, dan Swankie. Namun, waktu dia berpisah dengan teman-temannya yang ingin melanjutkan perjalanan, itu terasa banget sedihnya. Kemudian, waktu Fern merayakan tahun baru seorang diri di mobil vannya, ekspresi dia tampak sekali seperti kesepian dan ingin mencari teman. Pokoknya, akting Frances McDormand keren banget di film ini.

Kemudian, kalau ada pembelajaran yang bisa diambil dari film ini, mungkin adalah kritik terhadap gaya hidup konsumerisme. Para pengembara ini seperti antithesis dari gaya hidup konsumerisme, yang membuat kita untuk memiliki lebih banyak dan lebih banyak; sedangkan para pengembara yang hidup nomaden tersebut hanya memiliki harta secukupnya, tetapi mereka bahagia. “I’m not homeless, I’m houseless. That’s different, right?”, ujar Fern. Meskipun gaya hidup nomaden terkadang terasa sepi, memiliki banyak harta melebihi yang kita butuhkan juga tidak membawa kebahagiaan tak terhingga—semua bergantung pada bagaimana kita bisa merasa cukup.

 

Kelemahan

Kelemahan yang paling terasa di film ini adalah ketiadaan konflik yang berarti. (Spoiler alert) sebenarnya ada beberapa konflik muncul di film ini, seperti waktu vannya Fern rusak berat sehingga dia terpaksa pulang ke rumah adiknya. Akan tetapi, tidak ada konflik yang terasa serius dan mendesak, sehingga cerita terasa flat. Akhir film ini juga tampak kurang jelas—tampak tidak jelas apa perbedaan Fern di awal film dengan Fern di akhir film. Oleh karena itu, film ini tampaknya akan sulit dinikmati semua orang karena mereka akan menganggap film ini membosankan, seakan-akan tidak ada cerita dan tujuan.

 

Kesimpulan

Nomadland adalah film yang mempunyai ide menarik dengan mengangkat kehidupan kaum pengembara modern Amerika Serikat. Dalam film ini, kita dapat mendengarkan cerita mereka tentang kehidupan nomaden yang mereka jalani. Selain itu, penonton dapat menikmati pemandangan-pemandangan alam Amerika Serikat yang cantik melalui film ini. Namun, film ini tidak memiliki konflik yang terasa serius sehingga sepertinya film ini tidak cocok untuk orang-orang tertentu. Walaupun demikian, film ini mengajari dengan tersirat bahwa harta yang bergelimang tidak selalu menjadi sumber kebahagiaan; perasaan cukup-lah yang bisa mendatangkan kebahagiaan. Maka dari itu, aku memberi skor 8,9/10 untuk film ini.

Kalian bisa menonton Nomadland di Disney+ Hotstar. Kalau kalian tertarik dengan filmnya, silakan tonton dulu trailer-nya di bawah ini.


***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!              

[1] Nomadland bukanlah film documenter, tetapi film ini dikemas sedemikian rupa sehingga tampak seperti dokumenter tentang kehidupan kaum pengembara. Maka dari itu aku menyebutnya semidokumenter.

Komentar