A Curse For True Love: Dua Penjahat, Satu Gadis, dan Satu Kutukan untuk Cinta Sejati—Akhir Bagi Kisah Paling Menakjubkan di Utara Agung

Identitas Buku Judul : A Curse for True Love Penulis : Stephanie Garber Penerjemah : Yuli Pritania Penerbit : Noura Books PT Mizan Publika Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 410 halaman Harga : Rp109.000 ISBN : 9786232424197 Genre : High fantasy , fantasi romantis , misteri, petualangan, young adult   Tentang Penulis Stephanie Garber adalah seorang penulis New York Times Best-Seller . Setelah naskahnya beberapa kali ditolak, dia akhirnya debut sebagai penulis sebuah buku bergenre opera antariksa, tetapi tidak laku di pasaran. Kemudian, barulah dia menulis Caraval [1]   (2017) yang lalu menjadi buku best-...

Eternals: Cerita Superhero yang Filosofis dan Spiritualistis, tapi Belum Maksimal

Identitas Film

Judul

:

Eternals

Sutradara

:

Chloé Zhao

Produser

:

Kevin Feige, Nate Moore

Tanggal rilis

:

5 November 2021

Rumah produksi

:

Marvel Studios

Penulis naskah

:

Chloé Zhao (screenplay), Patrick Burleigh (screenplay), Ryan Firpo (screenplay)

Durasi tayang

:

2 jam 36 menit

Pemeran

:

Gemma Chan, Richard Madden, Lia McHugh, Salma Hayek, Kumail Nanjiani, Angelina Jolie, Brian Tyree Henry, Ma Dong Seok, Barry Keoghan, Lauren Ridloff

Genre

:

Superhero, action, petualangan, fantasi ilmiah, romantis, fiksi filosofis

 

Sinopsis

Pada tahun 5.000 SM, sekelompok alien humanoid datang ke planet Bumi. Mereka disebut Eternals yang beranggotakan Ajak (Salma Hayek), Sersi (Gemma Chan), Ikaris (Richard Madden), Sprite (Lia McHugh), Kingo (Kumail Nanjiani), Thena (Angelina Jolie), Gilgamesh (Ma Dong Seok), Druig (Barry Keoghan), Makkari (Lauren Ridloff), dan Phastos (Brian Tyree Henry). Mereka adalah makhluk yang diciptakan oleh Celestial Arishem dengan tugas untuk membasmi ras alien yang disebut Deviant yang menginvasi banyak planet termasuk Bumi. Deviant adalah ras yang berbahaya karena mereka sangat buas dan mengancam populasi manusia.

Para Eternals berhasil membunuh semua Deviant di Bumi pada tahun 1521. Setelah itu, terjadi selisih pendapat di antara mereka mengenai tanggung jawab mereka terhadap umat manusia sehingga kelompok mereka terpecah. Mereka berpisah jalan dan tinggal sendiri-senridi sambil menunggu perintah dari Arishem untuk pulang ke planet Olympia, tempat asal mereka.

Selama ratusan tahun, mereka hidup dengan membaur dan bersembunyi di tengah umat manusia. Salah satu dari mereka, yaitu Sersi bahkan bekerja di Natural History Museum, London dan berpacaran dengan seorang manusia bernama Dane Whitman (Kit Harrington). Namun, suatu hari dia bertemu dengan seekor Deviant setelah ratusan lamanya. Itu menjadi pertanda bahwa para Eternals harus berkumpul sekali lagi.

 

Kelebihan

Film Eternals adalah film kedua puluh enam dari Marvel Cinematic Universe (MCU). Film ini menjadi film pertama yang menceritakan kaum Eternals. Maka dari itu, dari segi ide cerita, tentu saja film Eternals menjadi hal baru bagi pemirsa. Melalui film ini, kita berkenalan dengan kelompok pahlawan super paling pertama yang ada di Bumi. Kisah tentang merekalah yang menginspirasi cerita-cerita tentang dewa-dewi dalam sejarah manusia. Beberapa di antara para Eternals sebetulnya adalah sosok yang dimaksud sebagai dewa-dewi dalam mitologi, seperti Thena yang dikenal sebagai Dewi Athena, Phastos yang dikenal sebagai Dewa Hephaestus, dan Gilgamesh yang dikenal sebagai Gilgamesh sang pahlawan oleh umat manusia.

Oleh karena itulah film MCU kali ini agak berbeda daripada film-film yang sebelumnya. Para pahlawan di Eternals memiliki kekuatan yang sangat besar bagaikan dewa-dewi. Mereka bahkan adalah orang-orang yang membantu peradaban manusia berkembang. Namun, walau dengan kuasa sebesar itu, mereka dilarang untuk mengintervensi urusan manusia, kecuali ada hubungannya dengan Deviant. Hal tersebut menjadi dilema bagi mereka. Sebagai sosok “dewa”, mereka dapat mencegah perang dan genosida, memajukan teknologi, dan mendorong kemajuan lainnya bagi umat manusia; tetapi di lain sisi mereka tidak boleh melakukannya. Apabila manusia terus dibantu mereka, manusia tidak bisa berkembang dengan kemampuannya sendiri sebagaimana seharusnya.

Kegalauan-kegalauan tersebut membuat tokoh-tokoh di film ini unik. Padahal, sebelumnya sudah ada Thor, Loki, dan Odin yang merupakan dewa-dewi Nordik dari planet Asgard, tetapi mereka tidak menunjukkan kegalauan seperti itu. Namun, para Eternals memilikinya dan itu paling digambarkan oleh karakter Druig dan Phastos. Setelah hidup di Bumi cukup lama, mereka jatuh cinta pada manusia dan ingin melakukan apapun yang mereka bisa untuk membantu manusia. Itu seperti dewa-dewi atau Tuhan yang begitu mencintai manusia sebagai ciptaannya seperti cerita-cerita dalam berbagai aliran agama dan kepercayaan. Seperti apa kata Thena dalam film, “If you love something, you protect it.”

Kemudian, konflik yang terjadi di antara para Eternals menunjukkan krisis kepercayaan yang menarik. Sebagai utusan Celestial Arishem, mereka selalu yakin pada rencana Arishem dan menaatinya. Namun kali ini, (spoiler alert) beberapa dari mereka meragukannya sehingga kelompok Eternals terpecah menjadi dua kubu—sedikit mengingatkanku pada film “Captain America: Civil War.” Konflik yang mereka alami menggambarkan krisis kepercayaan dan bahkan krisis eksistensial. Apakah mereka harus mengikuti apa yang mereka yakini benar atau mengikuti kata pencipta mereka? Apakah mereka tidak bisa betindak sesuai kehendak mereka? Kalau diperhatikan, kedua kubu sama benarnya walaupun meyakini hal yang berbeda. Kubu yang pro pada Arishem tidak serta merta benar karena mereka taat kepada pencipta mereka. Masing-masing kubu memiliki alasan logis sendiri-sendiri untuk menjustifikasi apa yang mereka yakini benar dan mereka berjuang untuk melindunginya. Oleh karena itulah film ini memilki makna spiritual dan filosofis.

Selain ide ceritanya yang unik, film Eternals memiliki keunggulan di sinematografinya yang megah. Lain dari film-film MCU lainnya yang terkesan bergegas, Eternals menuturkan kisahnya dengan lebih lambat dan syahdu. Ditambah lagi, ada banyak adegan-adegan yang menampilkan scenery yang indah. Aku sangat suka dengan latar-latar tempatnya yang hampir semuanya berada di alam, jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Apalagi, efek visualnya yang terkesan devine membuat kesan dewata para Eternals semakin jelas.

Selanjutnya, walaupun kisah cinta utama dalam film ini adalah antara Sersi dan Ikaris, aku lebih tertarik pada hubungan Makkari dan Druig. Mereka mungkin bukan peran sentral dalam cerita, tetapi mereka berdua menjadi scene stealer. Dibanding Ikaris dan Sersi yang tampak putus-nyambung tidak jelas, Druig dan Makkari malah membuatku gemas. Aku berharap ke depannya ada lebih banyak adegan mereka berdua.

Selain itu, ada tokoh pendukung yang menarik banget, yakni Karun (Harish Patel). Karun adalah asistennya Kingo. Dia benar-benar scene stealer di film ini. Adegan-adegan dan dialog-dialognya itu lucu terus dan sukses menghadirkan humor, sama sekali tidak garing. Bahkan, sepertinya sebagian besar jokes lucu film ini adalah dari dia.

Untuk adegan bertarung, (spoiler alert) aku paling suka adegan pertarungan antara Ikaris melawan Thena, Makkari, dan Phastos. Untuk Thena, kita sudah banyak melihat aksi bertarungnya dari awal. Namun, untuk Phastos, aku tidak menyangka dia bisa bertarung dengan sehebat dan sepintar itu, mengalahkan Ikaris yang paling kuat di antara mereka. Padahal sepanjang cerita Phastos bukanlah petarung. Selain itu, Makkari juga tampak hebat dengan kekuatannya. Dia mengingatkanku pada The Flash dari DC, tetapi gaya bertarungnya sendiri yang tidak kalah keren.

 

Kelemahan

Untuk sebuah film pahlawan super yang terdiri atas banyak tokoh, kelemahan yang amat terasa adalah pendalaman karakter. Pendalaman karakter dalam film ini tidak maksimal dan hanya diperlihatkan sekilas dengan adegan flaschback ‘kilas balik.’ Akibatnya, kita jadi hanya mengenal para tokoh sebatas permukaannya saja, sebatas tahu saja mengapa mereka bersikap begini dan begitu. Namun, itu tidaklah cukup untuk memahami mereka. Kita jadi tidak dapat bersimpati dan berempati terhadap para tokoh. Dan menurutku, itu adalah kekurangan paling fatal dari film ini.

Selain itu, ketidakharidan Kingo untuk bertarung bersama Eternals yang lain di final battle-nya adalah huge disappointment. Biasanya, pada bagian klimaks seperti itu, seluruh tokoh muncul untuk menyelesaikan konflik, tetapi Kingo tidak dihadirkan. Perannya dalam cerita sebagai seorang Eternals jadi kurang maksimal dan kesan yang dia tinggalkan hanyalah sebagai bintang Bollywood yang lawak. Sosok Sersi sebagai sentral cerita juga masih jauh sekali. Dia belum bisa disetarakan dengan Iron Man, Captain America, dan bahkan Shang-Chi yang filmnya juga baru tayang. Mungkin karena tokohnya terlalu banyak, pengelolaan tokoh di film ini terasa belum matang.

Kemudian, jokes di film ini terlalu banyak, and it’s all over the place. Aku paham bahwa lawakan seperti itu merupakan ciri khas film-film MCU. Namun, Eternals memiliki penuturan yang berbeda, penuturannya lebih syahdu, maka aku rasa lawakan yang ada seharusnya diminimalisir. Bahkan, banyak lawakan yang gagal dan menguap begitu saja. Jokes yang terlalu banyak tersebut malah menghilangkan kesan syahdu film ini.

Terlalu banyak sensor

Sebenarnya, sensor yang ada di film ini merupakan kebijakan Lembaga Sensor Film (LSF) RI. LSF menyensor dan memotong beberapa adegan sehingga sangat merusak pengalaman menonton pemirsa. Semua adegan berciuman dalam film ini dipotong sehingga sangat mengurangi unsur romantis film. Padahal hubungan Ikaris dan Sersi adalah unsur yang sangat penting untuk cerita. Itu sangat mengecewakan karena sebenarnya ada solusi lain yang lebih bijak untuk diterapkan LSF.

 

Kesimpulan

Eternals merupakan film MCU yang memiliki ide cerita yang baru. Film ini memperkenalkan kita pada dunia superhero baru yang belum pernah ada. Tokoh-tokohnya pun menarik dengan segala dinamika hubungan dan kegalauan mereka tentang krisis kepercayaan dan eksistensialisme. Tidak hanya itu, penyajiannya pun terkesan megah dan memperkuat kesan dewata pada film ini. Namun, pendalaman karakter dan pengelolaan tokoh yang kurang serta lawakan yang terlalu banyak menjadikan ceritanya tidak maksimal. Ditambah lagi, sensor yang berlebihan merusak pengalaman nonton pemirsa. Walaupun begitu, cerita tentang para Eternals memiliki potensi yang banyak dan aku berharap ke depannya, film-film Eternals dapat menghadirkan cerita yang lebih epic. Aku memberikan skor 7,2/10 untuk film Eternals.  

Kalian dapat menonton trailer-nya di bawa ini.

***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 


Komentar