Identitas Buku Judul : Vermilion Rain Penulis : Kai Elian Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 296 halaman ISBN : 9786020669724 Genre : Psychological thriller , misteri, fiksi ilmiah Tentang Penulis Kai Elian adalah seorang penulis asal Indonesia yang telah menuliskan beberapa buku best-selling , antara lain Teori Tawa dan Cara-Cara Melucu Lainnya (2022), Vermilion Rain (2023), Panduan Jalan-jalan Aman Bersama Mama Macan (2024), dan Halte Alam Baka (2025). Novel Vermilion Rain memenangkan juara III dalam Lomba Novel Thriller GPU x GWP. Kalian dapat mengikuti keseharian Kai Elian melalui akun Instagramnya di @hello.kaielian . Sinopsis Fenomena cuaca aneh terjadi di Desa...
Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – the Movie: Infinity Castle: Pertarungan Epik, Animasi Ciamik, Cerita Menarik—Film Wajib untuk Seluruh Penggemar "Demon Slayer"
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Identitas Film
Judul
:
Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba
– the Movie: Infinity Castle
Sutradara
:
Haruo Sotozaki, Hikaru Kondou
Produser
:
Akifumi Fujio, Masanori Miyake, Yuuma Takahashi
Tanggal rilis
:
18 Juli 2025 (Jepang), 15
Agustus 2025 (Indonesia), 12 September 2025 (Amerika Serikat)
Pertempuran besar dimulai.
Manusia melawan para iblis. Di kastil tak terhingga yang membentang luas sejauh
mata memandang, di sanalah Muzan Kibutsuji (Toshihiko Seki) bersembunyi sambil
memulihkan diri. Sementara itu, Tanjiro Kamado (Natsuki Hanae), para Hashira—anggota-anggota
terkuat dalam Korps Pembantai Iblis—serta yang lainnya juga jatuh ke dalam
kastil yang tak terhingga tersebut.
Mereka harus segera kembali
berkumpul untuk menghadapi Muzan. Namun, jalan mereka dihalangi oleh para Iblis
Bulan Atas, iblis-iblis terkuat yang langsung berada di bawah Muzan Kibutsuji.
Pertarungan kali ini tak akan
sama dengan pertarungan-pertarungan sebelumnya. Ada harga mahal untuk
kemenangan dan akan ada yang tidak kembali hidup-hidup dari pertarungan ini. Dapatkah
Tanjiro dan teman-temannya bertahan serta menemukan Muzan yang bersembunyi?
Kelebihan
Sedikit preview dulu ya untuk yang belum pernah mengikuti anime Demon Slayer. Jadi,
ini adalah anime yang diadaptasi dari manga berjudul sama—yang judul orisinal
bahasa Jepangnya adalah Kimetsu no Yaiba—karya Koyoharu Gotouge. Serial anime ini sangat populer dan, menurut
pendapatku pribadi, selalu berhasil menetapkan standar baru di industri anime.
Visual, scoring, voice acting, dan segala aspek teknis lainnya dari anime ini selalu berhasil
dimaksimalkan oleh Ufotable, rumah produksinya.
Ceritanya berlatar di Jepang pada era Taishou
(1912–1926). Kala itu, Jepang diteror oleh makhluk pemakan manusia yang disebut
iblis. Mereka hanya keluar saat malam dan telah meneror masyarakat Jepang
selama berabad-abad. Untuk melawan para iblis tersebut, ada Korps Pembantai
Iblis, sebuah organisasi rahasia yang tak terikat pada pemerintah. Selama
berabad-abad pula mereka melawan para iblis dan melindungi umat manusia.
Suatu hari, Tanjiro Kamado tiba di rumahnya dan
mendapati seluruh keluarganya tewas dibunuh oleh iblis, kecuali adiknya, Nezuko
Kamado (Akari Kitou). Hanya Nezuko yang selamat, tetapi ia berubah menjadi
iblis. Maka dari itu, Tanjiro lalu bergabung dengan Korps Pembantai Iblis untuk
mencari cara mengembalikan Nezuko menjadi manusia serta menghentikan teror kaum
iblis supaya tak ada lagi orang yang mengalami kehilangan seperti dirinya.
Aku sudah pernah menulis reviu serial animenya,
silakan cek reviu musim pertamanya di sini, musim keduanya di sini, dan musim ketiganya di sini. Silakan dibaca ya. Sementara untuk reviu musim keempatnya, ditunggu
dulu ya, hehehe.
Sementara itu, untuk film Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – the Movie: Infinity
Castle, ini merupakan kelanjutan serial animenya. Dalam
kebanyakan kasus, serial anime yang punya film itu biasanya filmnya tidak canon atau tidak berhubungan
langsung dengan plot utama dari serial animenya. Namun, film ini lain—ia adalah
kelanjutan langsung dari serial animenya. Maka dari itu, saranku adalah sebelum
menonton film ini, kalian harus menonton dulu serial animenya—terutama episode paling
terakhir (episode 8 musim keempat) karena benar-benar langsung bersambung ke
film ini. Secara umum, film ini terdiri atas tiga pertarungan utama, yaitu:
Shinobu Kocho (Saori
Hayami) sang Hashira Serangga vs Douma (Mamoru Miyano) sang Iblis Bulan Atas Kedua.
Zenitsu Agatsuma (Hiro
Shimono) vs Kaigaku (Yoshimasa Hosoya) sang Iblis Bulan Atas Keenam, dan
Tanjiro Kamado dan Giyu
Tomioka (Takahiro Sakurai) sang Hashira Air vs Akaza (Akira Ishida) sang Iblis Bulan Atas Ketiga.
Wah, panjang juga ya preview-nya. Baiklah, mari masuk ke reviunya sekarang. Film ini telah meraih
popularitas yang luar biasa, dan memang pantas sih karena kualitasnya bagus banget. Pertama, dari
segi animasi, Demon Slayer tidak perlu lagi digarukan. Ufotable selalu memberikan kualitas animasi
terbaik untuk Demon Slayer. Warna-warninya yang jernih, kombinasi animasi 2D dan 3D, serta
gerakannya yang mulus dan tegas menjadi ciri khas anime ini. Bahkan, ketika gerakan
bertarung para tokohnya sangat cepat, kualitas gambarnya tetap jernih dan tegas;
kebanyakan anime akan menurunkan kualitas gambarnya untuk adegan-adegan
pertarungan yang gerakannya cepat.
Kedua, aku juga senang sekali melihat bagaimana
Ufotable mengadaptasi gerakan-gerakan bertarungnya. Adegan pertarungan di manga
yang terkesan sederhana, cepat, dan bikin mikir ini gerakan apa diadaptasi menjadi pertarungan yang sangat sengit, intens, dan
mendebarkan dari awal hingga ke akhir.
Apalagi visualisasi dari tiap breathing
style—teknik bertarung khusus yang digunakan para
pembantai iblis—sukses diangkat ke layar lebar dengan gaya yang indah di mata
dan tetap terkesan mematikan. Aku suka sekali melihat breathing style
masing-masing tokoh yang khas—seperti Shinobu dengan insect
breathing-nya, Giyu dengan water
breathing-nya, Zenitsu dengan thunder
breathing-nya, dan Tanjiro dengan sun
breathing-nya. Oh iya, visualisasi
dari blood
demon art—kekuatan supranatural
kaum iblis—juga tampak keren, terutama blood
demon art-nya Akaza yang terlihat merusak dan mematikan.
Ketiga, aku suka sekali melihat perkembangan karakternya.
Dalam film ini, karena ini adalah all-out war, semua tokoh mengeluarkan kemampuan terbaik mereka. Para pembantai
iblis mengerahkan segala cara untuk menang, sekalipun itu mengorbankan diri
mereka. Yang membanggakan bagiku pribadi adalah melihat perkembangan Tanjiro
dan Zenitsu yang boleh dibilang sudah setara para Hashira.
Zenitsu tak lagi bertarung sambil tidur atau
pingsan. Sementara itu, Tanjiro berhasil mengimbangi Akaza setelah dahulu,
ketika Kyojuro Rengoku (Satoshi Hino) sang Hashira
Api vs Akaza (tonton Demon
Slayer musim kedua atau Demon
Slayer: Kimetsu no Yaiba – the Movie: Mugen Train), ia
hanya bisa menonton di pinggir, tak mampu ikut bertarung. Selain keduanya, ada
juga Shinobu dengan kecepatan luar biasanya serta (spoiler
alert) Giyu dengan kekuatan dari demon slayer mark.
Keempat, aku sangat senang karena film ini tak hanya
soal adu jotos antara tokoh baik dan tokoh jahat, tetapi juga ada ceritanya.
Aku pernah nonton film anime One Piece: Stampede—film tersebut penuh aksi dari awal sampai akhir, tetapi tak ada cerita—which I found kinda flat. Akan
tetapi, Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba –
the Movie: Infinity Castle tidak begitu. Meskipun
adegan action-nya over the top, jalan
ceritanya tidak lemah. Alur ceritanya justru penting sekali untuk
pertarungan-pertarungannya, yang memberikan lapisan lebih mendalam terhadap
pertarungan-pertarungan tersebut. Pertarungan tanpa alasan yang berharga tak
lebih dari kekerasan.
Cerita-cerita tersebut disampaikan dengan teknik
kilas balik (flashback). Ketika bertarung, kita akan diselingi adegan kilas balik para
tokohnya, baik dari sisi korps pembantai iblis maupun sisi para iblisnya. Ada
cerita Zenitsu dan Kaigaku yang ternyata satu perguruan, cerita Shinobu dan
kakaknya yang tewas oleh Douma, serta cerita masa lalu Akaza ketika dia masih
manusia. (Spoiler alert) dalam kilas balik Shinobu, ia mengatakan bahwa kebahagiaan itu
seperti kaca tipis yang sewaktu-waktu bisa pecah; sementara Zenitsu dalam
monolognya berkata bahwa kita kerap mengira orang-orang di sekeliling kita akan
terus bersama kita, padahal kematian bisa dengan mudah merenggut mereka. Bagi
beberapa penonton, kalimat-kalimat tersebut mungkin hanya dianggap lalu, tetapi
sesungguhnya, kalimat tersebut sangat dalam dan mewakili pengalaman pahit para
tokoh di Demon Slayer. Kebahagiaan terasa begitu nyata dan tak akan habis, padahal ia mudah
sekali lenyap dan hancur.
Kemudian, khusus ceritanya Akaza, aku suka banget. Ceritanya
menggambarkan bagaimana manusia sangat mudah terombang-ambing antara kebaikan
dan kejahatan. Kisahnya juga memperlihatkan bagaimana manusia, terlepas dari
kesusahan hidupnya, tetap bisa bahagia karena hal-hal sederhana, seperti kehadiran
orang-orang yang disayang. Aku masih ingat aku menangis saat membacanya di
manga, dan aku menangis lagi saat menonton filmnya. (Spoiler alert) jika
Akaza bertemu lebih dulu dengan keluarga Ubuyashiki—keluarga yang membentuk
Korps Pembantai Iblis—ia mungkin dapat terselamatkan; sayangnya ia bertemu
dengan Muzan duluan.
Kelima, selain faktor visual, audio film ini juga
tak kalah keren. Voice acting dari para pengisi suaranya sangat juara. Natsuki Hanae, pengisi sauaranya Tanjiro, selalu menunjukkan
performa terbaiknya—aku sampai speechless. Kemudian, scoring film ini juga enak sekali didengar. Musik-musiknya mampu menambah
ketegangan pertarungan, apalagi ketika diputar melodi dari lagu Kamado
Tanjiro no Uta yang phenomenal itu.
Berikutnya, lagu tema untuk film ini juga enak didengar, yaitu Shine
in the Cruel Nightoleh LiSA dan A
World Where Sun Never Risesoleh Aimer.
Kelemahan
Kelemahan dari film ini adalah
teknik penyampaian atau delivery dari adegan-adegan kilas baliknya.
Bukan di kilas baliknya itu sendiri ya, karena itu penting untuk cerita, tetapi
di teknik penyampaiannya. Kilas baliknya muncul di sela-sela pertarungan, yang
terkadang mengganggu suasana intens dari pertarungan yang sedang berlangsung.
Apalagi, tak jarang adegan kilas baliknya hanya beberapa menit muncul, lalu
kembali ke adegan sekarang, tapi lalu kembali lagi ke kilas balik. Hal tersebut
menjadi terasa tidak nyaman ditonton. Ditambah lagi, terkadang transisi dari
adegan sekarang ke adegan kilas baliknya kurang mulus. Memang semua kilas balik
tersebut penting, serta sesuai cerita orisinal versi manganya, tetapi teknik
penyampaiannya seharusnya dapat diperbaiki ketika ceritanya diadaptasi ke film.
Kesimpulan
Demon
Slayer: Kimetsu no Yaiba – the Movie: Infinity Castle adalah sebuah film
anime yang layak mendapatkan segala hype-nya. Tak heran jika film ini begitu laris di
Jepang dan negara-negara lain, sebab kualitas animasi dan audionya sungguh luar
biasa. Penonton dimanjakan dengan visualnya yang cantik dan warna-warni, lalu
dibuat berdebar dengan pertarungan-pertarungan epik antara Korps Pembantai
Iblis dengan para Iblis Bulan Atas. Selain kuat di animasi dan adegan
pertarungan, jalan ceritanya yang kebanyakan disampaikan dengan kilasan balik
juga tak lemah, yang malah menjadi bagian penting sekali dari cerita. Meskipun,
teknik penyampaiannya kurang nyaman saat ditonton, tetap saja itu tidak
mengganggu film secara keseluruhan. Penggemar
Demon
Slayer wajib
sekali menonton ini di bioskop. Dijamin kalian akan kepengin menonton film ini
lagi dan lagi. Skor untuk film ini adalah 9,4/10.
Kalian dapat menonton Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – the Movie: Infinity Castle di bioskop-bioskop kesayangan kalian. Silakan cek dulu trailer filmnya di bawah ini.
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar